Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 45 - Prestasi dan Penyesalan

Chapter 45 - Prestasi dan Penyesalan

Hari demi hari berlanjut. Tak terasa, dua hari berlalu. Ujian tengah semester makin dekat. Suatu hari, Raymond yang hendak berangkat ke sekolah di kejutkan dengan seorang kurir yang membawa paket untuknya.

"Paket!" teriak kurir di depan rumah Raymond.

Raymond yang akan berangkat langsung mendatangi kurir tersebut.

"Ini paket dari Dody. Silahkan tandatangan di sini," kata kurir tersebut.

Raymond membaca tulisan di bungkus itu. "Uhm, buat gue? Ini apaan ya?"

Sejenak, Raymond membaca resi itu, lalu dia tandatangani sebagai tanda barang telah di terima. Setelah itu, kurir tersebut langsung pergi. Raymond bersiul karena mendapat paket dari Dodi, sepupunya yang tengah bekerja di luar negeri. Dia buka paket tersebut, dan ternyata berisi sebuah komik kesukannya.

"Wow. The Avenger nih," katanya dengan senyum tersungging.

Namun, begitu dia buka komik itu, wajahnya tampak kecewa. Rupanya, komik itu berbahasa inggris. Raymond tak memahaminya.

"Eh, Raymond. Udah jangan bengong. Nanti terlambat lho," bentak ibunya yang muncul tiba-tiba.

Raymond tersadar, buru-buru dia masukkan komik itu ke dalam tasnya.

"Eh! I—Iya, Ma. Raymond berangkat dulu," katanya dengan nada gugup.

Ibunya hanya menggelengkan kepalanya. Raymond segera pamit dan mencium tangan ibunya, lalu berangkat ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, raymond kembali membuka komik yang baru dia terima. salah satu teman sekelasnya yang juga suka komik melihatnya dengan kagum. Dia dekati Raymond yang tengah melihat isi komik itu.

"Ray! Ini komik Avenger yang baru, lo dapat di mana?" tanya Tedy.

"Gue dikirimin Dody, sepupu gue yang kerja di Singapura," katanya singkat sambil mengernyitkan dahinya.

"Boleh bagi lihat gak nih? Soalnya ge penasaran nih ama tuh komik," kata Tedy dengan nada antusias.

Raymond memberikan komiknya. Tedy yang begitu penasaran melihatnya sekilas, namun dia langsung mengembalikannya.

"Ya elah, Ray. Kok bahasa inggris gitu? Gue mah mana paham?" keluhnya.

"Nah tuh dia. Gue juga kagak ngari deh. Apa di Singapura gak ada majalah bahasa Indonesia?" balas Raymond.

Dan, tak lama kemudian jam masuk kelas pun berbunyi. Raymond buru-buru memasukkan komiknya dan berbaris ke depan kelas sebelum masuk kelas. Setelah itu, pelajaran pun di mulai. Raymond berusaha mengikuti pelajaran itu.

Sementara itu, di SMA 52, Chika yang akan masuk ke kelasnya mendadak di panggil kepala sekolah.

"Chika, selamat ya atas kemenangan tim kita di lomba cerdas cermat. Ini piagam buat kamu, dan juga hadiah dari sekolah. Pertahankan prestasimu, Chika," kata Kepala Sekolah sambil menyerahkan piagam dan hadiah sejumlah uang.

Chika menerimanya dengan suka cita. Dia bersalaman dengan kepala sekolah.

'Terima kasih, Pak atas penghargaanya. Saya akan ingat pesan bapak," kata Chika sambil tersenyum manis.

Setelah itu, Chika kembali ke kelasnya dan mengikuti pelajaran di sekolahnya.

Tanpa terasa, jam istirahat pun tiba. Chika berjalan sendirian ke kantin sambil membawa buku pelajaranya. Di sana, rupanya prestasi Chika sudah terkenal. Setibanya di kantin, teman-temannya memberi selamat kepadanya. Tak terkecuali Rita, pesaing Chika yang juga juara olympiade.

"Eh, Chika. Selamat ya atas kemenanganmu," kata Rita secara tiba-tiba.

Chika tersenyum melihat Rita yang tiba-tiba datang. Sudah beberapa hari Rita tak masuk sekolah karena dia ikut lomba olympiade sastra di Universitas Indonesia.Chika sudah mendengar jika Rita hanya dapat runner up, namun dia tetap bangga.

"Ah, lo juga hebat, Rita. Lo juara dua di tingkat nasional," kata Chika tak lupa memberi selamat.

Rita hanya tersenyum simpul. Dia segera memesan minuman dan kembali membuka percakapan.

"Chika. Gue hanya runner up. Lo kan juara satu," kata Rita.

"Rita, gak penting kamu juara berapa. Yang penting kamu bawa sekolah untuk berlomba. Mau menang, kalah tetap lo buat sekolah kita bangga," kata Chika dengan senyum simpul.

Mereka berdua tertawa ringan. Dan, tak lama kemudian minuman yang mereka pesan tiba. Chika dan Rita menikmati minuman itu sambil terlibat dalam sebuah percakapan.

Sementara itu, di SMA 40, Mayang duduk sendirian di taman. Dia melamun sambil memandangi foto kenangannya ketika mengikuti bimbel.

"Kalian teman gue yang cool banget. Jujur, gue kadang pingin kita kumpul lagi," katanya dalam hati.

Ketika tengah melamun, Davis datang mendekati Mayang. Dia duduk di sebelahnya.

"May, lo masih ingat sama temen bimbel lo?" tanya Davis tiba-tiba.

Mayang terkejut mendengar suara Davis yang tiba-tiba muncul. Buru-buru dia masukkan handphone itu ke saku bajunya.

'Oh,uhm … iya sih. Gue kadang kangen sama temen bimbel gue. Terutama Raymond," kata Mayang sambil memandang jauhke depan.

Davis tersenyum manis. Dia pandangi Mayang yang memandang jauh ke depan.

"Raymond. Lo masih ada rasa sama dia?" tanya Davis.

Mayang hanya mengangguk. Dia tersenyum manis sambil menatap jauh ke depan.

"Vis. Gue sebenarnya gak pernah cinta pada raymond. Gue hanya penasaran, dan dia itu unik. Cowok yang terkenal lugu," kata Mayang membuka ceritanya.

Davis mengernyitkan dahinya.

"Tapi, May. Gue lihat lo kelihatan mesra sama dia," kata Davis.

Mayang tertawa lepas. "Vis, gue hanya pingin naklukin dia waktu itu. Tapi, gue gagal. Dan lo ingat Chika?"

Davis terdiam sejenak. Dia berusaha mengingat-ingat cewek yang disebutkan Mayang. Dan, akhirnya dia kembali teringat.

"Oh ya. Sohib lo itu. gue ingat," kata Davis.

Mayang terdiam sejenak. Dia menghela nafasnya dalam-dalam, lalu memandangi Davis.

"Gue bertaruh sama dia. Kalau dia berhasil buat Raymond takluk, gue akan berikan gelang ini. Tapi, kalau dia yang akhirnya bertekuk lutut di hadapan Raymond, gue menang," kata Mayang dengan senyum getir.

"Jadi, lo bertaruh untuk mempermainkan cowok?" kata Davis dengan wajah heran.

Mayang tertunduk. Dalam hatinya, dia menyesali pertaruhan itu. Namun, semua sudah terjadi. Davis kembali memandangi Mayang.

"Mayang. Dengerin gue. Setidaknya, sebagai temen lo. Please, hentikan ini. Kasihan dia," kata Davis mengingatkan.

Mayang hanya diam. Dia hanya menggelengkan kepalanya.

"Gue gak bisa berhenti, Vis. Gue udah terlanjur. Jujur, sebenarnya gue nyesel. Tapi, gue sudah terlanjur. Dan saat ini, gue berharap hanya yang terbaik. Maafkan gue, Vis. Terima kasih lo udah ingetin gue," kata Mayang sambil menatap jauh ke depan.

Davis memegangi tangan Mayang. Dia pandangi Mayang.

"Ya sudah, May. Lupain aja. Setidaknya, lo jangan lakuin hal ini lagi ya. Gue khawatir nanti lo dapat balasannya," kata Davis.

"Iya, Vis. Gue janji ini yang terakhir. Makanya, gue berharap apapun itu hasilnya, pertemanan gue tetap jalan," kata Mayang dengan nada menyesal.

Teng! Teng! Teng! Bel tanda masuk kelas berbunyi. Mayang dan Davis langsung berjalan dan masuk ke kelas masing-masing. Waktu terus berjalan. Tak terasa jam pulang sekolah tiba. Seperti biasanya, Raymond menunggu Chika di depan gerbang sekolahnya. Dan, tak lama kemudian Chika muncul dengan senyum manisnya. Tak berlama-lama di sana, mereka berdua segera berangkat ke tempat bimbel. Sesampainya di sana, Raymond yang mengantuk langsung tidur di ruangan bimbel itu, sementara Chika duduk di depan kelas sambil membaca buku.

Dan, tanpa terasa bimbel pun di mulai. Ketika baru akan di mulai, pintu kelas di ketuk. Dan, ternyata Rita mengikuti kelas itu. Dia yang melihat raymond duduk di sebelah Chika langsung mendekatinya.

"Eh, Ray. Lo di kelas ini?" tanya Rita.

"Uhm, Iya," jawab Raymond singkat.

Mereka mengikuti pelajaran itu. waktu berlalu, dan setelah satu jam pertemuan, jam istirahatpun tiba. Karena lama tak bertemu, Rita mengajak Raymond makan di warung sebelah. Chika yang duduk bersama Windy terdiam melihat Raymond berjalan berdua dengan Rita. Wajahnya tampak menahan cemburu. Windy yang melihat Chika melamun menepuk pundaknya.

"Eh, Chik. kok lo melamun?" tanya Windy.

"Uhm … oh ya. Tadi kita bicara apa?" tanya Chika dengan nada gugup.

Windy tersenyum simpul. Dia tahu Chika mulai cemburu melihat keakraban Rita dengan Raymond.

"Ya elah, Chik. dari tadi gue bicara sepanjang rel kereta api lo kagak paham?" tanya Windy keheranan.

Chika hanya mengernyitkan dahinya. Windy lembali tersenyum.

"Lo jealous ya?" kata Windy dengan senyum menggoda.

"Ih, apaan sih? Gue kan hanya teman dengan raymond," jawab Chika sambil menutupi perasaanya.

"Oh ya, teman tapi rasa pacar ya," kata Uji yang tiba-tiba muncul.

Wajah Chika memerah menahan malu. Dia langsung mencubit lengannya dengan wajah gemas. Uji langsung mengaduh kesakitan.

Sementara itu, di warung dekat tempat bimbel, Rita yang lama tak bertemu dengan Raymond terlibat percakapan ringan. Mereka seolah melepas rindu setelah lama tak bertemu. Ketika asyik mengobrol sambil menikmati minuman di depannya, Raymond tiba-tiba teringat jika dia punya komik berbahasa inggris. Dia keluarkan komik itu.

"Ohya, Rit. Lo kan anak bahasa. Lo bisa terjemahin ini? Jujur, nih komik yang gue suka, tapi ternyata pakai bahasa planet," katanya sambil memberikan komik itu pada Rita.

Rita menerimanya. Dia membacanya sekilas sambil tersenyum. setelah membuka beberapa halaman, Rita menutupnya.

"Uhm, oke deh. Gue akan terjemahin. Kebetulan nih pakai bahasa Britain, jadi gue ngerti. Soalnya kalau yang bergaya American gue angkat bendera putih deh(gue nyerah)," katanya dengan senyum manis.

"Oke, gue tunggu dua hari lagi ya," kata Raymond.

Rupanya, jam istirahat akan habis. Rita dan Raymond buru-buru membayar minuman mereka dan kembali ke tempat bimbel.