Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 48 - Perasaan Chika

Chapter 48 - Perasaan Chika

Waktu terus berjalan. Tanpa terasa, jam pelajaran akan dimulai. Ketitka terbangun, Raymond terkejut ketika Chika membangunkannya.

"Ray, bangun. Pelajaran akan di mulai," kata Chika membangunkan Raymond.

Perlahan Raymond membuka matanya. Dilihatnya Chika yang tersenyum memandanginya. Sejenak, Raymond menggeliat. Dia pun segera duduk. Dilihatnya Chika membawakannya minuman hangat.

"Ray, minum kopi dulu, biar gak ngantuk," kata Chika sambil memberikan kopi yang di belinya di depan.

Raymond sejenak memandangi Chika dengan wajah keheranan.

"Chik, kok lo tahu gue demen minum kopi?" tanya Raymond sambil nmenyeruput kopi hangat itu.

Chika tersenyum manis. "Gue tahu lah. Kan, lo kalau pergi ke warung seringnya beli kopi."

Raymond tersenyum, dia minum kopi hangat itu hingga habis. Setelah habis, Dia mulai berdiri dari duduknya sambil menggeliat.

"Terima kasih, Chik. Gue mau cuci muka dulu ya," kata Raymond.

Chika hanya mengangguk. Raymond segera beranjak untuk cuci muka. Beberapa murid mulai masuk ke kelas itu. Windy yang melihat Chika sudah di kelas tersenyum dan nmengahmpirinya.

"Ciye-ciye. Yang lagi kasmaran nih," goda Windy.

"Ah, lo tuh, Win. Ada-ada aja," balas Chika dengan wajah memerah.

Windy tertawa lepas melihat wajah Chika yang memerah. Sementara itu, setelah mencuci muka, Raymond segera masuk ke dalam kelas. Di sana, banyak siswa yang telah berkumpul. Windy hanya tersenyum sambil beranjak ke kursi depan. Dia duduk di sebelah Uji. Tak lama kemudian, pelajaran pun dimulai. Raymond memperhatikan pelajaran itu dengan sungguh-sungguh, walau dia masih belum memahami pelajaran itu. waktu terus berjalan, dan tanpa terasa, jam istirahat pun tiba. Semua siswa keluar kelas. Chika dan Windy duduk di depan kelas.

Ketika itulah, Chika melihat Raymond menemui Rita.

"Eh, lo, Ray. Oh ya, komik lo udah gue terjemahin. Keren tuh ceritanya," kata Rita sambil memberikan komik itu beserta sebuah catatan yang dia buat.

Raymond menerimanya. Dia buka catatan dari Rita, dan di abaca sekilas.

"Wow, thanks ya, Rita. Gue bener-bener seneng nih. Akhirnya, komik kesukaan gue bisa gue baca," kata Raymond dengan wajah berseri.

Rita tersenyum manis. "Iya, sama-sama, Ray. Lagian lo udah bantu gue buat belajar bahasa inggris lebih baik. Uhm, kita keluar bentar yuk."

Raymond mengangguk. mereka berdua segera pergi ke warung sebelah. Sementara itu, Chika yang melihat Raymond pergi berdua dengan Rita mulai tampak cemburu. Dia tak fokus dengan Windy dan Uji yang tengah berbicara. Pandangannya selalu tertuju pada Raymond dan Rita yang berjalan keluar. Uji yang melihat pandangan Chika tersenyum pada Windy.

"Psst! Lo lihat deh Chika. Kayaknya dari tadi mantengin Raymond," bisik Uji.

Windy memandangi Chika. Tampak pandangan Chika begitu sedih. dengan lembut, dia tepuk pundaknya.

"Eh, Chik, kok lo bengong?" tanya Windy.

Chika terkejut. Dia pandangi Windy sambil menutupi perasaannya.

"Uhm, ng-nggak. Nggak apa-apa, kok. Aku …," kata Chika yang langsung di potong Uji.

"Kamu dari tadi merhatiin Raymond kan? Iya kan?" goda Uji.

"Ih, nggak kok. Udah deh, gue mau ke depan dulu ya," kata Chika sambil beranjak dari duduknya.

Sepeninggal Chika, Windy dan Uji saling pandang. Mereka hanya menggelengkan kepalanya melihat Chika yang berusaha menyembunyikan kecemburuanya. Di depan, dilihatnya Raymond tengah berbicara dengan Rita. Tampak keakraban diantara mereka. Chika yang melihatnya dan diam sambil memasang wajah cemberut.

"Ih, kenapa sih kok gue harus cemburu pada mereka berdua. Jujur, gue sebel lihat keakraban mereka," katanya dalam hati.

Chika segera beranjak dan masuk ke kelasnya. Di dalam kelasnya, dia hanya diam sambil membaca buku. Tak terasa, jam pelajaran akan di mulai.

"Rita, kayaknya jam pelajaran akan dimulai. Yuk, kita bersiap," ajak Raymond.

Rita hanya mengangguk, dan mereka berdua langsung pergi ke kelas masing-masing. Di dalam kelas, Raymond melihat Chika yang tengah asyik membaca buku. Raymond yang meilhat komik yang di baca Chika mendekatinya.

"Eh, Chika. Tuh komik apa?" tanya Raymond.

Chika sejenak memandangi Raymond. Dia hanya diam dan melanjutkan membaca. Sejenak, Raymond mengernyitkan dahinya.

"Lho, emang salah gue apa ya? Kok Chika begini?" tanyanya dalam hati.

Dan, tak lama kemudian, jam pelajaran pun tiba. Chika menutup buku bacaannya dan segera mempersiapkan buku pelajarannya. Sementara itu, di lokasi lain Shely tengah menjalani sesi pemotretan. Dia berada di sebuah studio.

"Oke, Shely. Coba dagunya di angkat sedikit," kata Firmn mengarahkan pose Shely.

Shely mengikuti arahan Firman. Beberapa kali Firman mengambil gambar. Shely tampak percaya diri. Dan, tak lama kemudian pemotretan pun berakhir. Friman memandangi foto itu dengan senyum lebar.

"Good job, Shely. Gue yakin manajer suka dengan foto ini," kata Firman.

Shely hanya tersenyum simpul. Dia segera berkemas, sementara Firman menemui manajer pemilik produk. Dia menunjukkan foto itu.

"Uhm, keren nih fotonya. Gue pakai ini aja deh," kata sang manajer memilih sebuah foto.

Firman mengerti. "Baik,Pak. Besok designnya jadi."

Sang manajer itu tersenyum manis. "Ohya, omong-omong gue bisa minta nomor hp modelnya?"

Deg! Firman terkejut. Dia pandangi manajer yang tersenyum nakal dengan tatapan tajam. Sejenak, dia menghela nafasnya. Dalam hati, dia ingin marah.

"Ih, nih orang kok kurang ajar sih?!" bathinnya.

Firman berusaha menenangkan emosinya. Dia mencari cara untuk melindungi Shely. Setelah berfikir sejenak, dia temukan ide.

"Uhm, kebetulan nih tunanganku gak mau kasih nomor hpnya ke sembarang orang. Jadi kalau ada perlu, langsung sama saya saja," kata Firman dengan senyum yang di paksakan.

Manajer itu sejenak tertegun. Dia langsung mengalihkan pembicaraannya.

"Uhm, oke. saya tunggu kabar baiknya. Nanti, kalau design sudah jadi tolong kirim email, ya," katanya.

"Oke, siap, Pak," kata Firman singkat.

Manajer itu segera berlalu. Firman hanya menggelengkan kepalanya setelah tahu kebejatan orang yang menyewa jasanya.

"Uhft! Sial tuh orang," katanya dalam hati.

Firman langsung menemui Shely.

"Shely, ini upahmu hari ini," kata Firman sambil memberikan sejumlah uang.

Shely menerimanya dengan senyum manis. "Terima kasih, Bang."

Firman hanya mengangguk. Setelah sejenak beristirahat, Shely langsung pamit pulang. Sementara itu, di lokasi bimbel, Raymond tampak berusaha mengajak Chika untuk pulang. namun, Chika mengelak. Tanpa bicara, dia langsung mencegat angkot dan naik. Raymond hanya tertegun memandangi Chika yang tak berbicara sepatah katapun. Ketika tengah melamun, Windy yang melihatnya langsung mendekatinya.

"Eh, Ray. Kok lo bengong gitu?" tanya Windy.

Raymond terkejut. Dia pandangi sahabatnya di sekolah dasar.

"Oh, lo, Win. Gue heran. Kenapa sih Chika tiba-tiba diem ketika gua ajak bicara. Emang, salah gue apa?" tanyanya.

Windy tersenyum manis.dia tepuk pundak Raymond dengan lembut.

"Raymond, Raymond. Lo emang ngerasa gak kalau Chika ada rasa ke ke kamu?" tanya Windy dengan seyum manis.

Raymond mengernyitkan dahinya. Dia seolah tak percaya dengan ucapan sahabatnya.

"Rasa? Rasa apaan nih? Kok pakai rasa-rasa gitu? Emang gue minuman gitu?" kata raymond keheranan.

Windy tertawa lepas. "Hahaha. Raymond … raymond. Rasa yang gue maksud bukan rasa jeruk atau strawberry. Emang, lo selama ini gak pernah pacaran?"

Raymond makin terkejut. "Pacaran? Emang, gue layak gitu punya pacar? Perasaan, gue ganteng gak, tajir juga kagak."

Windy hanya menggelengkan kepalanya. "Ray, gue kasih tahu ya. Chika itu dari tadi mantengin lo waktu lo dekat ama Rita. Lo kok kelihatan akrab gitu ama dia?"

Raymond menghela nafasnya. Dia menggelengkan kepalanya karena merasa heran dengan reaksi Chika.

"Win, gue ama Rita itu kenal tahun lalu. Dan, gue tahu dia kan masuk kelas bahasa. Jadi wajar dong gue kelihatan akrab. Lagian, gue kenal Rita lebih dulu ketimbang Chika. Jadi, apa salah jika gue akrab sama Rita?" jawab Raymond menjelaskan.

Windy mengerti. Dengan senyum manis, dia akhirnya menjelaskan penyebab Chika akhirnya acuh.

"Ray, gue kenal Chika. Jujur, gue juga heran dengan sikap dia. Belum pernah lho dia begitu. Coba, lo samperin aja ke rumahnya. Bicara baik-baik. Kayaknya, dia pingin dekat sama lo deh," kata Windy memberi saran.

Raymond mengerti. Dia buru-buru ke parkiran dan memacu motornya. Dia pergi menuju ke rumah Chika. Dan, mereka akhirnya bertemu di depan rumah Chika. Raymond langsung menemui Chika yang hendak masuk ke rumahnya.

"Chika, tunggu," kata Raymond sambil memegangi tangannya.

Chika hanya diam sambil memandangi Raymond. Dia lihat raymond memegangi tangannya.

"Chika, gue mau bicara sebentar. Please, lo kenapa kok begini?" tanya Raymond.

Chika sejenak terdiam memandangi Raymond. Dia tampak begitu kesal, namun akhirnya Chika mengangguk.

"Ya sudah. Kita bicara di teras aja. Dan, please. Jangan terlalu lama. Gue capek banget," kata Chika.