Setelah acara cerdas cermat itu selesai, Chika mengajak Raymond makan di sebuah kedai tak jauh dari SMA 89. Rupanya, perlombaan itu memeras keringat. Teman satu timnya Chika sudah pulang.
"Eh, Ray. Kita makan dulu ya. Gue haus nih," ajak Chika.
Raymond berfikir sejenak. Dia merogoh sakunya, dan dilihatnya uang yang dia bawa tak banyak.
"Waduh, Chik. Doku gue mah cuman segini. Tadi abis buat latihan. Kan ntar malam gue manggung," kata Raymond yang begitu sedih melihat uang di sakunya.
Chika tersenyum manis. Dia pegang tangan Raymond dengan lembut.
"Udah, Ray. Gue yang traktir. Lo gak usah pikirin doku. Ikut aja deh. Gue lapar nih," balas Chika sambil menggandeng tangan Raymond.
Raymond hanya bisa mengalah sambil melengos. Mereka pergi ke sebuah kedai dan langsung masuk. Di sana, Chika melihat Ferry dan Mayang yang tengah makan siang berdua. Raymond sedikit terkejut.
"Lho. Mayang?" kata Raymond.
"Udah, kita samperin dia,yuk. Kan lo kenal ama dia," ajak Chika.
Raymond sedikit canggung. Dia teringat akan permasalahannya dengan Davis.
"Chika. Udah, kita cari meja lain aja lah," pinta Raymond.
Chika hanya memandangi Raymond dengan senyum simpul. tanpa banyak bicara, Chika menggandeng tangan Raymond dan mendatangi Mayang yang tengah duduk bersama Ferry. Mayang yang tengah duduk berdua memandanginya.
"Ciye-ciye, ratu kita datang bersama sang pangeran nih," kata Mayang dengan senyum simpul.
Mendengar perkataan Mayang, wajah raymond memerah menahan malu, sementara Chika hanya tersenyum simpul.
"Ya elah, May. Kita kan hanya temenan," kata Raymond sambil tersenyum menanggapi perkataan Mayang.
"Ah, iya. Teman ya. Teman tapi nempel kayak prangko," balas Mayang sambil tertawa renyah.
Chika yang berusaha menyembunyikan perasaannya langsung mencubit lengan Mayang.
"Auh! Iya, sakit," kata Mayang sambil tersenyum menggoda.
"Eh, kalian gabung aja di sini, kita makan bareng," ajak Ferry.
Chika mengangguk. Dia mengajak Raymond bergabung dengan Mayang dan Ferry. Mereka langsung memesan makan siangnya. Setelah mencatat pesanan mereka, pelayan itu segera beranjak membuatkan hidangan yang mereka pesan. Sambil menunggu pesanan, Ferry membuka percakapan.
"Chika, di detik terakhir tadi aku lihat kamu meningkat tajam," kata Ferry sambil tersenyum memandangi Raymond.
Chika hanya tersipu malu. "Ah, Kak Ferry ini bisa aja."
Mayang yang meihat Chika malu-malu tersenyum menggoda.
"Nah, Emang bener lho. Tadi aja wak awal melempem. Tapi di akhir kok tiba-tiba garang ya? Apa karena …." Mayang tertawa ringan sambil memandangi raymond.
"May, sudah. Kita ini temenan kok. Gak lebih." Raymond memotong ucapan Mayang.
"Oh, ya. Kita belum saling kenal. Gue Ferry, kakak kelasnya Chika," kata Ferry sambil menjulurkan tangannya,
Raymond membalasnya. "Gue Raymond."
Percakpan mereka terputus ketika pelayang mengantarkan hidangan yang mereka pesan. Setelah pelayan itu pergi, mereka kembali terlibat percakapan ringan sambil menikmati makan siang. Percakapan ringan itu menciptakan suasana akrab diantara mereka, kendati beberapa kali Chika harus tersipu malu karena hubungannya dengan Raymond terlalu dekat. Setelah hari menjelang sore, Mereka segera beranjak dan pulang ke rumah masing-masing. Mayang pulang bersama Ferry, dan Chika pulang bersama Raymond.
Di tengah jalan, Chika yang merasa senang dekat dengan Raymond melingkarkan tangannya di pinggang Raymond. Rupanya, Chika begitu lelah sehingga dia sempat tertidur di boncengan. Ketika berhenti di lampu merah, seorang sopir angkot mengingatkannya.
"Eh, mesra amat tuh cewek lo?" kata sopir angkot yang berhenti di sebelahnya.
Raymond terkejut. Dia pandangi sopir angkot itu.
"Yah, abang ini, gue ama dia kagak pacaran kok," balas Raymond.
Sopir angkot itu tertawa lepas. " Widih! Pak gak mau ngaku segala. Nah lo lihat gak penumpang lo ngapain? Tuh, tidurnya aja pules banget kayak di atas spring bed mewah aja."
Deg! Raymond terkejut. Dan, lampu pun berubah hijau.
"Hey, sekalian aja besok lo sedia bantal guling," kata sopir angkot itu sambil tersenyum.
Angkot itu segera melesat. Raymond yang baru tahu jika Chika terlelap segera menepikan motornya. Dia bangunkan Chika yang tertidur.
"Chik. Lo capek ya?" tanya Raymond.
Chika terbangun, Dia buka matanya perlahan sambil menguap.
"Oaahm. Uhm … maaf, Ray. Gue capek berat. Dari tadi gue pingin tidur," kata Chikayang masih merasa ngantuk.
Raymond menggelengkan kepalanya. "Ya elah, Chik. tahan bentar ya. Kalau gue bawa mobil sih gak apa-apa. Nah ini, gue pakai motor. Lo bisa celaka, Chik."
Chika terdiam. Dia pandangi Raymond yang begitu khawatir akan keselamatannya. Perasaan cintanya makin kuat.
"Raymond. Kenapa harus lo yang buat taruhan? Lo terlalu baik," katanya dalam hati.
Raymond yang melihat Chika terdiam langsung memegang pundaknya.
"Chika. Please, lo tahan ya kantuk lo. Bentar lagi kita sampai. Gue gak ingin lo celaka," pinta Raymond.
Chika mengangguk. "Iya, Ray. Makasih lo perduli sama gue."
Raymond kembali tersenyum. Dia keluarkan dua permen kopi dari sakunya dan memberikannya pada Chika.
"Chika. Lo makan permen ini buat nahan kantuk," kata Raymond.
Chika menerimanya. Dia buka permen itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Setelah di rasa siap, Raymond kembali mengantar pulang Chika. Dan, beberapa menit kemudian, sampailah mereka di rumah Chika. Chika langsung turun dan memberikan helm ekstra pada raymond.
"Ray, makasih lo udah perduli ama gue. Gue masuk dulu ya," kata Chika berpamitan.
Raymond hanya mengangguk. Dia langsung beranjak dari tempat itu. Sepeninggal Raymond, Chika tersenyum manis.
"Uhm. Hari ini gue bahagia banget. Thanks, Raymond," katanya dalam hati.
Chika segera masuk ke dalam rumahnya. Karena kelelahan, Chika langsung masuk ke kamarnya dan terlelap dalam mimpi indahnya. Waktu terus berjalan. Malam pun tiba. Raymond bersama teman bandnya kembali manggung di café Tango. Di tengah pertunjukan, konsentrasi Raymond sempat terpecah. Rupanya, dia melihat Chika duduk sendiri di sebuah bangku. Beruntung Raymond berhasil mengendalikan diri sehingga lagu terakhir di sesi pertama usai.
"Oke. terima kasih pada pendengar. Kita akan break selama setengah jam," kata Romi menutup sesi satu pertunjukan livenya.
Penonton bertepuk tangan. Mereka langsung menuju ke tempat istirahatnya. Sementara itu, Raymond malah mendatangi Chika yang tengah duduk sendiri.
"Lho, Chik. lo datang sama siapa?" tanya Raymond tiba-tiba.
Chika tersenyum memandangi Raymond.
"Gue datang sendiri, Ray. Tadi siang lo udah datang ke acara gue. Sekarang, gue lihat aksi panggung lo. Anggap kita impas," kata Chika dengan senyum manisnya.
Raymond mengernyitkan dahinya. Dia pandangi Chika dengan ekapresi tak paham.
"M—Maaf. Impas? Perasaan kita gak ada hutang piutang," kata Raymond.
Chika tertawa renyah mendengar perkataan Raymond.
"Yeee, keluar deh kata aknuntansinya," kata Chika sambil tertawa.
Raymond hanya nyengir. "Ya lo, Chik. pakai acara impas-impasan segala. Gue tepatin janji gue aja. Kan janji itu hutang."
Chika mengangguk. "benar, Ray. Janji itu hutang. Dan, asal lo tahu. Gue juga janji mau nonton aksi panggung lo. Nah ini, gue udah lunas."
Mereka berdua tertawa lepas. Sambil menikmati minuman di depannya , Chika terlibat percakapan ringan dengan Raymond. Sesekali, terdegar gelak tawa diantara mereka. Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa jam istirahat habis. Raymond dan Chika yang begitu asyik mengobrol tak menyadari jika jam istirahat telah habis. Romi dan Victor mendatangi Raymond.
"Eleh-eleh. Asyik bener nih kayaknya," goda Romi.
Chika dan Raymond terkejut ketika melihat Romi dan Victor yang tiba-tiba muncul.
"Oh, Eh. M—Maaf. Aku keasyikan nih," kata Raymond dengan nada gugup.
"Udah, Ray. Yuk kita manggung lagi," ajak Romi.
Victor tersenyum pada Chika. "Uhm, aku pinjam Raymond dulu ya."
Chika hanya tersenyum manis sambil mengangguk. Mereka kembali ke panggung, dan pertunjukan pun di mulai. Chika menikmati alunan music yang di mainkan Raymond dan bandnya sambil menikmati minuman di depannya. Waktu kembali berjalan. Dan, hari makin malam. setelah menjelang tengah malam, pertunjukan selesai. Raymond keheranan melihat Chika yang masih menunggunya pulang.
"Lho, Chika. Hari udah malam, kok kamu belum pulang?" tanya Raymond.
Chika tersenyum manis. "Gue maunya pulang sama lo."
Rupanya perkataan Chika di dengar teman bandnya. Sontak mereka tersenyum menggoda raymond. Victor dan Romi bersuit-suit menggodanya. Raymond tampak tersipu malu.
"Udah, Ray. Anterin tuh. Kasihan lho dia," kata Yusta.
Raymond berfikir sejenak. Dia melihat hari telah malam. karena tak tega, dia akhirnya mengantarkan Chika pulang. Dalam hatinya, dia menggerutu.
"Duuh! Ini anak pakai acara begini segala. Iiiih! Sebel aku!" bathinnya.
Raymond berusaha tersenyum walau hatinya dongkol. Dengan terpaksa, dia antarkan Chika pulang ke rumahnya.