Hari demi hari berlalu. Hari itupun tiba. Pada hari minggu pagi, Di aula SMA 89, cerdas cermat pun di mulai. Para Juri dan MC mengumumkan peraturan dan tata cara serta kriteria penilaian di acara tersebut.
"Baiklah, para peserta. Setelah penjelasan panjang dan lebar barusan, acara ini resmi di buka. Kita akan memulai nbabak penyisihan," kata MC.
Sejenak, semuanya terdiam. Sang MC membuka sebuah amplop berisi soal yang akan di lombakan.
"Baiklah. Untuk soal pertama bernilai 50. Waktu untuk menjawab adalah 5 menit. Pertanyaan pertama adalah pelajaran sejarah. Di manakah tempat menyusun naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia?' kata MC.
Waktu mulai berjalan. Seluruh peserta berlomba-lomba menjawab pertanyaan yang di ajukan. Dan, belum dua menit team Mayang langsung menyerahkan jawaban pada MC. Lalu, team Chika menyusul. Dan, akhirnya semua team menyerahakan jawabannya. Lima menit kemudian, juri akhirnya memberikan penilaiannya.
"Oke. Skor 50 untuk SMA 40 dan Skor 30 untuk SMA 52 dan SMA 89," kata MC.
Supporter SMA 40 bersorak atas keunggulan teamnya. Sementara itu, Chika tampak kurang fokus. Nancy, teman satu teamnya melihatnya. Dia menepuk pundaknya.
"Eh, Chik. lo waktu latihan hebat. Tapi, kok sekarang lo kelihatan kurang fokus?" tanya Nancy.
Chika terkejut. Dia seolah tersadar dari lamunannya. "Oh, uhm … gak apa-apa, kok."
Chika tampak memandangi bangku penononton. Dilihatnya ada Ferry yang menyemangati Mayang. Dia mencari Raymond. Rupanya, Raymond belum tiba di acara tersebut. Nancy kembali memandangi Chika.
"Chik, fokus. Lo cari siapa?" tanyanya.
Chika terkejut. Dia berusaha menyembunyikan kegundahannya.
"Oh, ok," jawabnya menutupi perasaan gundahnya.
Pertanyaan kedua pun di layangkan. Semua team kembali berlomba-lomba menjawabnya. Dan, waktu terus berjalan. Babak penyisian pun selesai. Dari delapan team yang hadir, tinggal empat team. SMA 40 sementara unggul di peringkat satu, sedangkan SMA 89 unggul di peringkat dua dan SMA 52 serta SMA 10 di posisi bawah. Ketika break, Mayang menemui Chika. Dilihatnya, Chika duduk sendiri dengan tatapan kosong di tribune penonton.
"Eh, Chik. kenape lo tadi melempem? Bukannya lo lebih pinter dari gue?' tanya Mayang.
Chika terdiam. Dia hanya menatap handphonenya dengan wajah kecewa. Mayang melihat Chika begitu galau. Dilihatnya, dia membuka Whats App Raymond.
"Chika, lo nunggu Raymond ya?" tanya Mayang.
Mendengar pertanyaan Mayang, Chika terkejut. Dia pandangi Mayang sambil buru-buru mengembalikan handphonenya ke menu utama.
"Eng … Enggak kok. Gue baik-baik aja, May," kata Chika.
Mayang memandangi wajah Chika yang memerah. Dia tahu Chika menyembunyikan sesuatu. Dia tertawa lepas melihat Chika yang kebingungan.
"Hahaha, Chika. Gue sudah tahu kok. Tadi aja gue lihat lo ngeliatin WA nya Raymond. Gue lihat, lo dalem banget mandanginnya," katanya sambil tertawa lepas.
Wajah Chika makin memerah. Dia tersenyum malu berusaha menyangkal ucapan Mayang.
"Iiih, enggaklah. Ngapain jug ague nunggin dia? Palingan mah dia sama temen-temennya," kata Chika berusaha menyembunyikan perasaannya.
Mayang yang tek percaya hanya diam sambil tersenyum. dan, tanpa terasa babak semifinal pun akan di mulai. Sebelum kembali ke team masing-masing, Mayang sempat memegangi pundak Chika.
"Chika. Di penyisihan, gue kecewa lihat perform lo. Please, di semifinal jangan melempem gitu. Semangat ya," kata Mayang menyemangati Chika.
Chika tersenyum memandangi Mayang. "Terima kasih, May. Yuk, kita kembali bersaing,"
Mereka pun kembali ke team masing-masing. Sebelum kembali ke tempatnya, Chika sempat berpapasan dengan Ferry. Ferry menyapanya.
"Chika. Semangat ya," kata Ferry.
Chika tersenyum pada Ferry.
"Terima kasih, Kak Ferry," jawabnya sambil kembali duduk bersama teman satu teamnya.
Babak semifinal pun di mulai. Pertandingan makin sengit. Keempat team itu bersaing ketat. Skor keempat team itu saling menyusul. Supporter dari masing-masing team tampak riuh rendah memberikan semangat pada team yang mereka dukung.
Sementara itu, di lokasi berbeda, Raymond baru saja berlatih. Dilihatnya hari telah siang. Dia langsung mengemasi gitarnya. Yusta dan Romi yang melihatnya keheranan.
"Eh, Ray. Lo hari ini kok buru-buru kayak di kejar debt collector aja?" tanya Romi.
"Yee. Lo, Rom. Enak aja nuduh gue di kejar debt collector," kata Raymond sambil bersiap pergi.
"Nah hari ini lo tampak tegang. Emangnya, lo mau terbang kemana?" tanya Yusta.
Raymond berusaha merahasiakan tujuanya. Namun, Victor yang mengetahui persahabatan Raymond dengan Chika hanya tersenyum.
"Eh, kalian tahu gak. Nih teman kita kayaknya lagi mau nemuin itu tuh, ratu dari SMA 52," kata Victor menggoda Raymond.
Wajah Raymond memerah. Dia menatap Victor dengan wajah jutek.
"Udah,kalian jangan mau di boongin Victor. Gue ada janji sama Shely," kata Raymond menutupi.
Yusta menatap Raymond yang gugup dengan penuh selidik. "Seingat gue, kalau lo ketemu Shely atau ada janji ama dia lo gak gini-gini amat."
Raymond terperanjat. Dan ketika itu, Bang Boim muncul di depannya.
"Eeeh, ayo diminum nih kopi tubruk buatan ane. Di jamin mantab," kata Bang Boim memutus percakapan mereka.
Dia pandangi Raymond yang bersiap pergi. Dengan wajah heran, Bang Boim memandang raymond.
"Lho, lo udah mau cabut?" tanya Bang Boim.
"Uhm, iya, Bang. GUe ada perlu," kata Raymond dengan nada gugup.
"Ya udah. Lo minum dulu dong kopi buatan Bang Boim. Mumpung masih hangat," kata Bang Boim.
Raymond terdiam sejenak. dia akhirnya meminum kopi itu dengan tergesa-gesa. Semuanya memandangi Raymond dengan wajah keheranan.
"Busyet! Cepet amat lo minumnya," kata Bang Boim keheranan.
Mereka menganga melihat Raymond yang begitu cepat meminum kopinya, namun Raymond tak menggubrisnya. Tak lama kemudian, kopinya habis.
"Ahhh, nikmat bang kopinya. Tapi maaf, gue buru-buru. Sampai ketemu ntar malam ya," kata Raymond sambil beranjak dari tempat itu.
Dia langsung tancap gas dan memacu motornya dengan cepat. Sepeninggal Raymond, Bang Boim hanya melongo melihat Raymond yang begitu tergesa-gesa.
"Eh, tumben tuh anak cepet banget ngilangnya. Kok aneh ya?" kata Boim.
Victor tersenyum manis."Bang, dia mungkin lagi nemuin itu tuh, cewek teman bimbelnya."
Romi, Yusta dan Boim keheranan. Mereka menatap Victor yang tersenyum simpul.
"Emang lo tahu darimana?' tanya Bang Boim.
Victor tertawa lepas. Akhirnya, dia menceritakan pertemuannya dengan Raymond yang tengah menunggu Chika di depan gerbang SMA 58. Romi tampak tak percaya dengan cerita Victor.
"Eh, beneran tuh cewek penampilannya culun?" tanya Romi.
"Iya, Rom. Gue lihat sendiri. Orangnya sebenarnya cantik, tapi entah kenapa dia penampilannya gitu. Dan, anehnya Raymond tuh nurut aja lho ama tuh cewek," kata Victor.
Yusta tak kalah herannya. "Kok aneh ya? Seingatku Raymond tuh cuek lho. Tapi, sama tuh cewek kok bisa luluh gitu?"
"Entahlah. Tapi gue nilai tuh cewek luar biasa cakep walau model dandannya cupu. Serius. Dan, gue pernah tanya ama teman gue, ternyata tuh cewek ngetop lho di sekolahnya. Yang naksir juga banyak," kata Victor.
Yusta menggut-manggut. Kembali ke Aula SMA 89, rupanya team Chika berhasil lolos ke babak final kendati tetap kalah dari team Mayang. Nancy yang sedikit kecewa pada performa Chika kembali menegurnya.
"Chika. Kamu kenapa sih? Hampir saja kita mengungguli SMA 40, kok kamu kembali melempem?" tanya Nancy.
Chika tertunduk lesu. Dia pandangi wajah Nancy dengan tatapan lesu.
"Nancy, maafkan aku. Aku sedikit canggung," kata Chika menutupi perasaan sedihnya.
Nancy hanya menggelengkan kepalanya. Dia sebenarnya kecewa, namun teman-temannya mengingatkan.
"Sudah, Nan. Biarkan Chika tenang," kata Leni yang juga teman satu teamnya Chika.
Dan, akhirnya babak final di mulai. Mereka kembali bersiap untuk lomba. Ketika babak final di mulai, Chika mendadak melihat Raymond yang begitu tergesa-gesa masuk. Wajahnya begitu berbinar melihat Raymond yang menontonnya sambil berdiri. Pertanyaan demi pertanyaan dilayangkan MC. Persaingan di babak final begitu ketat. Chika yang kembali muncul semangatnya mulai membawa teamnya mengejar ketertinggalannya. Menit demi menit di lalui dengan tegang. Skor keduanya saling kejar mengejar. Dengan gaya urakannya, Raymond berteriak menyemangati Chika.
"Chika, jangan menyerah. Ayo, semangat!" teriak Raymond dengan keras.
Sejenak, para penonton langsung memperhatikan Raymond yang memberi semangat pada Chika dengan gaya urakannya. Di panggung, Chika hanya tersenyum simpul melihat Raymond yang menyemangatinya. Dia memberi isyarat dengan ibu jarinya pada Raymond. Pertandingan pun berlanjut. Dan, setelah beberapa lama, babak final pun selesai. Sang juri mulai merapatkan hasil pertandingan. Dan, tak berapa lama kemudian, hasil pertandingan diumumkan. Rupanya, skor SMA 52 dan SMA 40 berimbang.
"Setelah begitu alotnya babak final, maka juri memutuskan SMA 52 sebgai juara pertama dan SMA 40 sebagai juara kedua. Hal ini karena SMA 52 menjawab dengan waktu yang lebih cepat," kata MC.
Team Chika begitu senang. Dan, setelah pengumuman itu, semua team memberi ucapan selamat pada Chika dan teamnya. Ferry dan Mayang menemui Chika. Mereka berjabat tangan dan memberi ucapan selamat pada Chika dan teman satu teamnya.
"Chika, selamat ya," kata Ferry.
Chika tersenyum manis. "Uhm, thanks, Kak Ferry.
Raymond tiba-tiba muncul menemui Chika. Mayang tersenyum melihat wajah Chika yang bersemu merah.
"Oke, Chik. gue sama Ferry mau cabut dulu," kata Mayang berpamitan.
Chika hanya mengangguk. sepeninggal Mayang dan Ferry, Raymond tersenyum manis pada Chika.
"Selamat atas keberhasilan lo, Chika," kata Raymond memberi ucapan selamat.
Chika tersnyum manis. "Makasih, Ray. Jujur, gue seneng banget lo datang hari ini."