Sesampainya di tempat bimbel, Uji dan Chika berbincang di parkiran.
"Eh, ini kan motor si Raymond? Hebat dia. Sudah datang duluan," kata Uji.
Chika memandangi motor milik Raymond. Dia hanya diam sambil tersenyum simpul. Uji kembali berkata pada Chika.
"Chik, gue lapar nih. Lo masuk aja duluan, ntar gue nyusul. Gue mau makan di warung depan ya," kata Uji.
"Oke, gue masuk dulu ya," balas Chika sambil menaruh helm di atas motor Uji.
Merekapun berpisah. Chika langsung berjala masuk ke kelas bimbelnya, sementara Uji pergi ke warung untuk makan siang. Sesampainya di kelas bimbel, Chika tersenyum memandangi Raymond yang tengah terlelap. Perlahan, dia dekati Raymond yang terlelap. Dia tersenyum memandangi wajah Raymond yang tengah tertidur.
"Uhm … ini anak unik. Dan, tampan juga dia," bathinnya.
Chika terdiam sejenak. Timbul niat isengnya untuk menggoda Raymond. Diam-diam, dia ambil saus cabe dan mengolesinya di bibir Raymond yang tengah terlelap. Raymond yang terngah terlelap merasakan ada yang berbeda di bibirnya. Lidahnya menjulur dan menjilati bibirnya.
"Uhm … nyam," kata Raymond dalam igauannya.
"Owh, rupanya dia lagi mimpi makan nih. Oke, gue jahilin lagi," kata Chika dalam hati.
Dia mengambil bulu ayam dan menggelitik telinga Raymond. Raymond yang terlelap merasakan telinganya gatal. Dia berusaha menutupi telinganya. Namun, kejahilan Chika makin menjadi. Chika memasukkan bulu ayam itu di hidung Raymond. Dia gelitik hidungnya.
"Haa … Haa … Haaaaaa …. HACHING!" Raymond pun terbangun sambil bersin dengan keras.
Sejenak, Chika terkejut. Wajah dan bajunya terkena air liur Raymond.
"Iiiih! Lo gimana sih? Muke gue kena hujan tropis nih," keluh Chika sambil menyeka air liur Raymond.
Raymond yang masih mengantuk berusaha membuka matanya. Dia tersenyum ringan.
"Yaelah, Chik. nah lo ngapain ngejahilin gue? Udah tahu gue lagi tidur, lo jahilin gue," balas Raymond dengan santai.
"Nah lo tidur ampe ngorok. Geli gue ngedengernya," kata Chika dengan nada tinggi.
Raymond terdiam sambil tersenyum. Dia duduk sambil menguap. Dia kembali pandangi Chika.
"Gue ngorok gegara capek baget. Tapi percaya deh, dengkuran gue mah merdu," kata Raymond dengan nada bercanda.
Chika mengernyitkan wajahnya. Dia keheranan sambil menahan tawa.
"Apa lo bilang? Dengkuran lo merdu? Merdu dari hong kong? Wong suaranya aja kayak biola patah kok di bilang merdu?" balas Chika dengan wajah heran.
Raymond terkekeh. "Nah kalo kagak merdu ngapain loe kerjain gue? Mending lo langsung keluar kalau dengkuran gue fals."
"What? Emang loe tahu dengkuran merdu ama fals? Bedanya di mana? Bagi gue mah kalau orang ngorok itu begitu itu." balas Chika.
Raymond tersenyum manis. Dia pandangi Chika sambil tertawa ringan.
"Nah ngapain gue jawab? Buktinya, lo penasaran kan?" balas Raymond santai.
Chika terdiam. Raymond yang sudah merasa tak mengantuk bangkit dan berjalan ke toilet. Buru-buru dia mencuci wajahnya dan bersiap keluar makan siang. Chika yang sempat terdiam akhirnya memilih duduk di kelas. Dia tersenyum-senyum sendiri.
"Raymond, lo bener-bener unik. Entah kenapa sih lo begitu menarik buat gue dekatin. Jujur, lo beneran beda dari kebanyakan cowok," katanya dalam hati.
Chika merenung sendiri. Dan, tanpa dia sadari Windy datang dan masuk ke kelas itu. Dia langsung duduk di sebelah Chika. Dengan lembut, dia tepuk bahu sahabatnya. Sejenak, Chika tersentak.
"Eh, lo Win. Kok lo mirip ama ninja aja. Gak ada suara, tahu-tahu udah di sebelah gue," kata Chika dengan nada gugup.
Windy tertawa lebar. Dia merasa lucu mendengar perkataan Chika.
"Ninja? Emang lo pikir gue Ninja Hattori gitu? Nah lo yang kagak dengar," balas Windy dengan senyum simpul.
Chika dan Windy tertawa ringan.
"Ciye .. lo kenapa ketawa-ketawa sendiri? Untung gue yang tahu," kata Windy.
"Hahahah, lo ini ada-ada aja, Win," balas Chika.
Tak lama kemudian, Uji datang dan menaruh tasnya. Dia kembali keluar.Sepeninggal Uji, Chika dan Windy kembali terlibat dalam sebuah percakapan. Dan, tak lama kemudian datanglah mentor. Pelajaran pun di mulai.
Di warung, Raymond tampak makan dengan tergesa-gesa. Dia lihat jam di hpnya.
"Waduh! Sial. Gue musti cepat habisin nih makanan. Mana les udah di mulai lagi," keluhnya.
Dia percepat makannya. Sesekali tampak dia tersedak karena makan dengan tergesa-gesa. Wajahnya memerah.
"Mas, tenang dong makannya," kata pelayan di warung itu.
Sambil mengunyah makanannya, Raymond menjawab dengan suara yang kerang jelas.
"Lagi tergesa, Mbak," balas Raymond sambil mengunyah makanannya.
Sejenak. Raymond tersedak. Dia buru-buru meminum air putih, dan kembali menghabiskan makanannya. Dan, akhirnya makanann itu habis. Dia buru-buru membayarnya dan berlari ke tempat bimbel. Sesampainya di depan pintu, Raymond mengetuknya. Mentor membuka pintu.
"Uhm … maaf, Pak. Saya baru makan di warung sebelah," kata Raymond.
"Ya sudah. Ayo masuk, Raymond," kata Mentor bimbelnya.
Raymond langsung duduk di ebalakang. Dia terkejut ketika melihat Chika yang duduk di sebelahnya. Ketika pelajaran di mulai, Raymond berusaha konsentrasi mengikutinya. Waktu terus berjalan, dan pelajaran pertama usai. Jam istirahat pun tiba. Raymond langsung ke luar kelas. Dia duduk di sebuah bangku di depan kelasnya. Tanpa di duga, Chika yang merasa penasaran duduk di sebelahnya.
"Eh, kok lo nguntit gue terus?" kata Raymond keheranan.
"Yeee, ge er amat lo? Gue kan juga pingin duduk di sini," balas Chika sambil menahan senyum.
Raymond hanya diam menggelengkan kepalanya. Dilihatnya ada sebuah gitar. Dia ambil gitar itu. Dia coba memainkannya, namun ternyata suaranya sumbang. Dia coba men stem gitar itu, namun tak tampak raut kepuasannya.
"Yah, ini gitar kok fals mulu sih?" keluhnya.
Dia amati gitar gagang gitar itu sambil memicingkan matanya. Wajahnya tampak serius. Setelah agak lama, barulah Raymond tahu permasalahannya.
"Yah, bengkok deh gitarnya. Pantesan fals mulu," katanya dalam hati.
Raymond kembali meletakkan gitar itu, Dia sejenak terdiam. Ketika menoleh, dia pergoki Chika yang mencuri pandang kepadanya. Dia keheranan.
"Eh, ngapain lo ngeliatin gue?" tanya Raymond dengan wajah keheranan.
Chika terkejut. Wajahnya bersemu merah menahan malu, namun dia berusaha menyembunyikannya.
"Emang lo yakin gue liatin lo? Bisa aja gue lihat tuh kucing yang lagi kawin," kata Chika menunjuk kucing jantan yang tengah merayu kucing betina.
Raymond tersenyum keheranan. "Ah, lo ini kurang kerjaan deh. Kucing kawin dilihatin."
"Ya daripada gak ada yang dilihat," balas Chika sekenanya.
Raymond kembali diam. Dia hendak beranjak, namun Chika memegangi tangannya. Raymond memandanginya dengan wajah keheranan.
"Eh, kok lo pegang-pegang gue?" tanya Raymond.
Chika terdiam sejenak. Dia pandangi wajah Raymond dengan senyum manisnya.
"Ray, temenin gue. Please," pinta Chika.
Raymond keheranan. Dia pandangi beberapa cowok yang ada di sana, lalu kembali memandangi Chika.
"Eh, lo gak salah minta gue temenin lo?" tanya Raymond merasa minder.
Chika menggeleng. "Nggak, Ray. Gue serius."
Raymond diam sejenak. Dia mengurungkan niatnya untuk beranjak. Kembali dia bertanya pada Chika.
"Chika. Lo ini anak yang cerdas. Sedangkan gue? Lo tahu kan gimana reputasi sekolah gue? Kenapa lo ngedeketin gue?' tanya Raymond dengan perasaan minder.
Mendengar jawaban Raymond, Chika memegang lembut tangan Raymond. Dengan senyum manisnya, dia pandangi cowok di depannya.
"Raymond. Gue bebas mau pilih siapa yang gue inginkan. Gue gak mandang SMA lo. Gue pandang lo, bukan di mana lo sekolah. Lalu, apa salahnya?" Chika balik bertanya.
Raymond agak kebingungan menjawabnya. Dia begitu gugup.
"Uhm … Gimana ya? Eeeehm … gak salah sih. Tapi, kayak … gimana gitu," jawabnya dengan gugup.
"Emang, kayak gimana pergaulan yang benar menurut lo? Coba terangin ke gue," balas Chika sambil tersenyum manis.
Raymond terdiam. Dia tak bisa menjawabnya. Chika kembali tersenyum manis sambil menggenggam lembut kedua tangan Raymond.
"Ray, sudahlah. Lo jangan minder dengan SMA tempat kamu belajar. Semua sekolah sama. Dan gue, gak pernah anggap lo sejelek reputasi SMA lo. Bagi gue, lo tetap lo dengan segala keunikannya," kata Chika.
Raymond terdiam. Chika akhirnya mengajak Raymond keluar. Dia menggandeng tangannya dan berjalan ke depan tempat bimbel itu. Beberapa pasang mata memandangi mereka berdua. Chika tetap tenang, sendangkan Raymond tampak kebingungan. Terlebih ketika melihat Uji tersenyum memandanginya.
"Eh, Chik. Please … jangan gandeng aku. Malu aku," bisik Raymond.
Chika tak menggubris. Bukannya dia mengerti, justru dia makin menempelkan badannya pada Raymond sambil berjalan melewati sekumpulan peserta bimbel. Raymond makin salah tingkah di buatnya. Beberapa pasang mata memandangi mereka berdua. Dan, di sebuah bangku, Chika mengajaknya duduk.Chika memandanginya sejenak sambil tersenyum manis, sementara Raymond makin salah tingkah.
"Chika, jujur. Gue bingung sama lo. Emang apa sih yang lo pingin dari gue?' kata Raymond dengan nada tinggi.
"Lo mau tahu apa yang gue pingin dari lo?" balas Chika.
"Iya. Tahu gak, karena ulah lo, gue jadi pusat perhatian orang-orang. Gue malu, Chika," kata Raymond dengan nada tinggi.
Chika memandangi wajah serius Raymond. Dia tatap matanya dengan tenang.
"Oke, maaf kalo gue salah. Gue pingin mengenal loe lebih dekat. Apa gue salah?" balas Chika.
Raymond tak dapat menjawabnya. Karena merasa malu, Raymond beranjak meninggalkan Chika sendirian. Chika hanya tersenyum melihat Raymond yang meninggalkanya sendirian.
"Raymond. Gue gak akan nyerah sampai lo benar-benar bertekuk lutut di hadapan gue," katanya dalam hati sambil tersenyum simpul.