Chereads / TOXIC RELATIONSHIP / Chapter 7 - BAB VII

Chapter 7 - BAB VII

Aku menarik napas dalam-dalam. "Tunggu sebentar." Pekerjaan aku di yayasan itu palsu, meski butuh waktu lama untuk menyadarinya. Aku pikir, dengan bodohnya, Jimy memberi aku kesempatan untuk benar-benar melakukan sesuatu yang baik. Tapi dia akan mengambilnya secepat dia memberikannya padaku.

Karena malu, aku belum memberi tahu tante Tere tentang itu. Aku akan berbohong, berpura-pura aku masih bekerja di sana.

"Betulkah?" dia bertanya. "Kamu punya rencana seperti itu."

"Setelah keguguran, kami pikir lebih baik jika aku mengurangi."

"Tentu saja," kata tante tere cepat. Dia tidak suka membicarakan keguguranku. Dan dia telah menjelaskan bahwa dia bukanlah bahu bagi ku untuk bersandar pada pernikahan aku. Pertama kali aku pergi ke rumahnya, menangis dan berdarah, karena syok karena kekerasan Jimy, tante tere membersihkanku dan memberi tahu ku bahwa tugas ku adalah membuatnya berhasil. Bahwa aku perlu membuatnya berhasil. Demi diriku sendiri. Demi Zilla.

Dan dia mengirim aku kembali ke Jimy.

Zilla akan menyuruhnya pergi dan membawa korek api ke rumah Jimy. Tapi, sekali lagi, aku bukan Zilla, dan aku telah mengeringkan mataku dan melakukan apa yang dikatakan tante Tere padaku.

Entah bagaimana, membuatnya berhasil, berarti aku menjadi semakin kecil di dalam tubuh dan hidup aku. Aku tidak terlalu mencolok dan dilupakan dan pasif dan lembut hati, semua agar aku bisa bertahan hidup. Jadi adikku bisa selamat.

"Dan Zilla? Bagaimana dengannya?" tante Tere bertanya.

"RS sehat jiwa."

"Dia memeriksa dirinya sendiri kembali?"

Aku mengangguk dan tidak memberi tahu dia tentang tujuh hari saudara perempuan aku pergi. tante tere telah melakukan banyak hal untuk kami, dan tidak ada yang bisa dia lakukan yang akan mengubah keadaan Zilla.

Dan mungkin aku malu. Atau mungkin aku hanya kelelahan.

"Baik."

Aku berbohong dan dia tersenyum seolah semuanya baik-baik saja, dan itu juga merupakan penghiburan. Berpura-pura semuanya baik-baik saja hanyalah cara untuk membuat segalanya baik-baik saja.

Aku menuangkan air mendidih ke dalam teko dan memasukkan tiga sendok gula, mengeluarkan susu untuk teko susu kecil. "Lemon?"

"Tidak terima kasih. Sini deh duduk." Dia menarik aku ke bangku di sebelahnya.

"Kamu sangat kurus," katanya sambil menatapku dari atas ke bawah.

"Keguguran—"

"Sudah berbulan-bulan lalu. Udah pernah dating ke dokter keluarga? "

"Tentu saja." ujarku

"Dan kamu baik-baik saja?" tanyanya

"Siapa laki laki itu?" Aku bertanya., sungguh. "Rinal?"

"kamu lagi mengubah topik pembicaraan?" tante tere bertanya sambil tersenyum.

"aku," kataku. aku tidak ingin membicarakan tentang keguguran.

"Yah, dia adalah pria yang tante pekerjakan beberapa tahun yang lalu. Dia menangani masalah sensitif untuk keluarga. "

"Mengapa dia berbicara dengan Jimy?" tanyaku lagi

"Hanya mengklarifikasi posisinya tentang kesepakatan perdagangan dengan China sebelum pemungutan suara Senat."

"Tapi apa-"

"Akung," katanya dan mulai menuangkan teh untuk kami, "percakapan ini adalah alasanku menyewa Rinal. "

"Tentu saja," kataku.

Senyum tante tere sangat cantik. Maksudku, dia adalah wanita cantik, yang membayar banyak uang agar terlihat dua puluh tahun lebih muda darinya. aku telah melihat dia tersenyum dengan giginya dan sangat menawan dan cantik.

Tapi senyuman yang dia berikan padaku selalu tampak berbeda. Lebih lembut. Kinder.

"Aku punya sesuatu untukmu." Dia merogoh dompetnya dan mengeluarkan sebuah amplop. Ketika Ayah pertama kali meninggal, ada banyak amplop yang diisi dengan uang tunai untuk membantu Zilla, untuk membelikanku apartemen setelah bank mengambil apa yang tersisa dari rumah. Untuk membelikan ku pakaian ketika bank mengambil pakaianku. Tetapi jelas apa yang sebenarnya dilakukan Ayah.

"Aku tidak butuh itu", kataku. Meskipun aku memikirkan sedikit amplop sendiri di laci pakaian dalamku tempataku telah menyimpan uang tunai. Tidak banyak. aku tidak mendapatkan banyak uang dalam hidupku. Tetapi beberapa perdagangan butuh uang tunai, dan aku memberi tahu Jimy bahwa mereka meminta beberapa ratus ribu lebih banyak, dan aku mengantongi sisanya.

Setiap kali aku memasukkan uang ke dalam amplop itu, pikiran aku kosong. Seolah-olah aku tidak benar-benar tahu apa yang aku lakukan atau mengapa aku melakukannya. Tetapi pada malam hari, ketika aku tidak bisa tidur, aku terkadang menghitung uangnya dan bertanya-tanya berapa banyak yang aku butuhkan untuk bisa kabur atau lari ketika Jimy bertindak terlalu jauh.

Dan kemudian aku bertanya-tanya apa yang terlalu jauh?

Pastinya, malam keguguran itu sudah terlalu jauh. Namun...., aku masih di sini.

"Lihat ke dalam," kata tante tere sambil tersenyum. Kamu akan bahagia.

Aku menyelipkan amplop itu melintasi granit dan membukanya, aku menemukan foto-foto lama.

"Ya ampun," aku terkesiap. Air mata jatuh di pelupuk mataku. Itu adalah foto Ibu.

"Ulang tahunnya yang keenam belas tahun dulu," dia mengulurkan tangan dan mengeluarkan satu dari belakang, "acara kelulusan sekolah menengah kita."

"Lihat dirimu," desahku. Mereka berdua sangat cantik dan muda. Ibu mengenakan gaun mini renda di hari ulang tahunnya dengan lengan panjang lonceng. Rambut panjangnya dibelah tengah, dan eyelinernya tebal dan hitam. Di sampingnya, tante tere mengenakan gaun mini berpayet hitam putih dengan sepatu bot putih. Tahun 1970 an dengan efek gemilang penuh.

"Malam itu ibumu mencuri sebotol sampanye dan menyelinap di atap dan melepas gaunnya. Dia minum sampanye dengan pakaian dalam di atap, dan aku pikir ayahnya akan membunuhnya. " ujar tante tere

"Dia menyuruhnya pergi," kataku. "Setelah itu,?"

"Di sekolahan Dia bawa kabur mobil saat acara tahunan dan turun dan menyelinap ke kamar aku." Senyuman tante tere hampir memilukan dengan kelembutannya. "Dia….. "

Bermasalah. Masalah. Sembrono. Semua kata itu bisa diterapkan. Dan aku sudah sering mendengarnya selama bertahun-tahun. Tapi semua kecerobohan dan bahaya itu memiliki sisi lain. Dan aku tahu semua ini dengan sangat baik setelah bertahun-tahun bersama saudara perempuan aku. Cahaya yang keluar dari adikku sebanding dengan sebagian kegelapan. Ibuku juga demikian, dan hanya tante tere, adikku, dan aku yang memahami keindahan cahaya semacam itu.

Itu adalah bagian dari mengapa aku memaafkannya karena mengantarkan ku kembali ke Jimy malam itu. Itu adalah bagian dari mengapa aku selalu menyambutnya di rumah ku dengan tangan terbuka. Kami telah melewati masa sulit bersama.

"Luar biasa," kataku sambil menatap foto ibu pada masa muda dulu.

"Dia benar benar luar biasa."

Terdengar suara klik dari pintu yang menutup lorong, dan tiba-tiba Rinal ada di dapur ku. Tinggi dan kurus, menarik lengan kemejanya ke bawah manset jaketnya.

"Kamu sudah selesai?" Kata tante tere.

"Aku," katanya, lalu dia menatapku, dan aku membeku dalam tatapannya yang dingin.

"Anda mau teh?" Tanyaku, teringat bagaimana malam itu aku bisa merasakan kehangatan dalam dirinya. Tidak ada bagian dari pria ini yang hangat. Dia selalu dingin seperti es.