Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Hot Daddy & I

🇮🇩An_Autumn
--
chs / week
--
NOT RATINGS
21.5k
Views
Synopsis
**** Bagaimana jika kau jatuh cinta dengan ayah mu sendiri? Lebih tepatnya kepada seseorang yang kau panggil dengan sebutan 'Daddy' Dia adalah orang yang telah menyelamatkan di saat-saat terakhir hidupmu, dan mengangkatmu sebagai anaknya. Seiring berjalannya waktu, kau jatuh cinta padanya. Kau mulai memandangnya bukan lagi sebagai 'Daddy' namun sebagai seorang 'Pria'. Tapi apakah Ia juga sama denganmu memandang mu sebagai seorang 'Wanita'? *** Itulah yang dirasakan oleh Louisa. Kalau bukan karena Sam yang menyelamatkannya mungkin hari ini dirinya sudah tak ada lagi di dunia ini. Sam adalah penyelamat bagi hidup Louisa dan dengan kebaikan hatinya mengangkat Louisa sebagai anaknya. Tapi ternyata Louisa mencintai 'Daddy'-nya itu. *** Cerita ini adalah fiksi, apabila ada kesamaan nama, tempat, dan alur cerita, itu hanyalah kebetulan belaka.
VIEW MORE

Chapter 1 - Awal Pertemuan

"Ah, sial" umpat Sam tertahan.

Perkiraan cuaca hari ini cukup cerah, namun entah mengapa hujan turun dengan tiba-tiba.

Sam yang saat ini berada di salah satu swalayan di daerah Jakarta, harus berteduh karena terjebak hujan.

Hujannya cukup lebat, jika Sam memaksa berlari menuju mobilnya, justru akan berakhir terbaring di ranjang sepanjang hari dengan kompres di dahinya.

Sam kembali masuk ke dalam swalayan, ingin membeli payung. Namun dirinya harus menelan kekecewaan karena stok payung sudah habis dan yang terakhir baru saja terjual.

Sam kembali mengumpati keadaan yang sedang menimpanya saat ini.

"Sial sekali hari ini"

Sam hanya bisa bermondar-mandir di teras swalayan. Percikan hujan yang mengenai lantai teras juga ikut mengenai sepatunya.

Andai saja ada ojek payung yang lewat, Sam tak akan segan untuk memakai jasanya.

Untuk kesekian kalinya, Sam kembali mengumpat.

Dirinya benci terjebak dalam situasi seperti ini. Rasanya seluruh tubuh Sam sudah remuk dan dirinya hanya ingin berbaring di ranjang empuknya.

Tapi rencana itu harus batal karena dirinya saat ini terjebak di tengah hujan di sebuah swalayan yang Sam sendiri tak tau kapan hujan akan berhenti.

Sam mendongak melihat ke atas langit. Tampak langit masih gelap dengan hujannya yang semakin deras dan disertai gemuruh.

Sam mengusap kasar wajahnya, lalu dengan langkah kesal berjalan menuju kursi yang disediakan swalayan tersebut.

Seketika Sam mengadu kesakitan, ketika dirinya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

Sam lupa jika ada luka di bagian punggungnya. Luka itu di dapatkannya dalam aksi penyelamatan korban kebakaran di wilayah pinggiran Jakarta.

Saat itu punggung Sam tertimpa balok kayu yang masih panas, dan membuat punggungnya mengalami luka bakar yang cukup parah.

Oleh karena itu, dirinya diberikan libur untuk memulihkan diri.

Pekerjaannya sebagai anggota pemadam kebakaran memang atas keinginannya. Sehingga apapun resiko yang akan Ia terima ketika menjalani tugas, harus diterima dengan lapang dada.

Sam menghela napasnya berat. Padahal Sam sudah meminum obat yang diberikan dokter, namun sepertinya butuh waktu agak lama agar lukanya dapat pulih.

Untuk menghilangkan rasa kesalnya, Sam kemudian mengeluarkan rokok dari saku celananya dan menyalakannya.

Sam dengan pelan menghembuskan asap rokok ke udara.

Pikirannya kembali terlintas ke masa lalunya. Lebih tepatnya masa dimana dirinya hampir menikah dengan seseorang yang sangat dicintainya.

Sam dengan gilanya begitu mencintai wanita itu, dengan cara apapun Sam berusaha mendapatkannya. Pada akhirnya cintanya justru terhianati.

Sam menghembuskan asap rokok itu dengan kasar, dirinya kesal karena ditinggalkan oleh kekasihnya itu. Namun, ya sudahlah mungkin takdir tidak mempersatukan mereka.

Sam membuang puntung rokok itu ke tempat sampah yang ada di dekatnya.

Kembali dirinya menghela napas melihat hujan masih mengucur deras.

Sesaat pandangan matanya menangkap sesosok gadis kecil, dengan payung ditangannya. Tepat di sisi sudut swalayan tersebut.

Sam kemudian memanggil gadis kecil yang meringkuk di dinginnya dinding swalayan dengan pandangan matanya yang pasrah.

"Hei 'Nak" Sam memberikan isyarat tangannya agar gadis kecil itu datang.

Awalnya gadis kecil itu hanya diam menatap Sam. Namun Sam tidak berhenti disitu, dirinya terus menerus memanggil si gadis kecil.

Sam mengumpat dalam hatinya.

'Oh Tuhan. Ada apa dengan gadis kecil ini? Mengapa dia tak mau datang saat aku memanggilnya? Aku sangat membutuhkan payung itu'

Sam kembali memanggil gadis kecil dengan penuh harapan kali ini gadis itu mau datang kepadanya.

Apa mungkin gadis itu takut? Pikir Sam.

Namun dirinya memiliki tampang yang manis sehingga siapapun akan menyangka jika Sam adalah orang baik. Tidak, itu tidak benar. Dirinya benar-benar adalah orang baik.

Sam menghela napasnya. Dirinya sudah dalam posisi sangat nyaman, dan tak ingin beranjak dari duduknya sehingga membuatnya enggan datang mendekat ke arah gadis kecil itu.

Sam berhenti memanggil si gadis, namun tetap menjaga pandangan matanya ke arah gadis itu.

Gadis kecil itu balas menatapnya, dengan tatapan sendu.

Lama sekali mereka hanya saling tatap-menatap dan akhirnya gadis itu berdiri dari ringkukannya. Lalu membawa payungnya dan berjalan pelan menuju arah Sam.

Sam tersenyum puas melihat gadis kecil itu datang kepadanya.

"Apa om memanggil saya?" tanya gadis kecil itu.

Sam tersedak mendengarnya memanggil Sam dengan sebutan om. Ya, itu sudah wajar saja, jika dilihat dari perawakannya, Sam memang terlihat seperti om-om. Walaupun umur Sam baru 27 tahun, namun badannya yang besar dan tinggi membuatnya terlihat lebih dewasa.

"Saya membutuhkan payung itu. Apa kau bisa menyewakannya? Saya akan membayar lebih" ujar Sam menawarkan.

Oke. Sam merasa aneh melihat gadis ini, dari tadi dirinya memegangi perutnya. Apa mungkin dia lapar?. Jika dilihat dari ekspresi dan gelagatnya memang tampak seperti kelaparan.

Belum sempat Sam menyelesaikan isi pikirannya, Sam melihat gadis kecil itu hampir jatuh dan buru-buru menahan lengannya agar tak terjerembab ke lantai swalayan.

Saat memegang lengannya, Sam heran mengapa tangannya begitu kecil dan kurus. Seperti tak ada yang mengurusnya. Kemana sebenarnya orang tua gadis ini? Apa yang terjadi pada gadis ini? Bagaimana gadis ini menjalani kehidupannya?

Semua pikiran-pikiran itu berseliweran dalam kepalanya.

Sam lalu meminta gadis kecil itu untuk duduk

"Tunggulah disini" Lalu masuk ke dalam swalayan.

Sam membeli beberapa roti yang mengandung karbohidrat tinggi, minuman seperti susu, air putih dan makanan ringan lainnya.

Sam lalu keluar dengan semua makanan itu ditangannya, memberikannya pada si gadis.

"Nah, ambil ini dan makanlah" gadis kecil itu tampak terkejut dan melihat Sam.

Melihat Sam dengan mata yang berkaca-kaca, lalu mengambil bungkusan plastik itu.

Mengambil salah satu roti dan memakannya dengan perlahan.

Namun yang membuat Sam terdiam adalah gadis itu yang menangis.

Sam tak mengerti mengapa gadis itu menangis. Apa mungkin karena Sam yang membelikannya makanan disaat dirinya tengah mengalami kelaparan luar biasa? Hei. Semua orang pasti akan melakukan hal yang sama jika berada dalam posisinya saat ini. Sam hanya melakukan sebagian kecil sisi sosialnya.

Sam menghembuskan napas berat. Entah mengapa dadanya sesak membuatnya kesulitan bernapas.

Sam masih melihat dengan seksama gadis itu menghabiskan makanannya. Lalu Sam berinisiatif untuk membuka botol minuman dan memberikannya pada gadis itu.

"Siapa nama mu?" Sam bertanya basa-basi demi mengurangi keheningan antara mereka.

Gadis itu menggeleng sebagai jawabannya.

"Kau tak punya nama?" Sam bertanya lagi, heran.

Gadis itu kemudian menggeleng lagi.

Sam menatapnya tak percaya, kembali menghela napasnya, berat.

Sam benar-benar tak mengerti tentang gadis di depannya ini.

Hujan masih mengguyur dengan deras, Sam hanya ingin segera sampai di rumah.

Namun entah mengapa seperti tak tega meninggalkan gadis ini.

Tidak tidak tidak. Sam menggelengkan kepalanya menyangkal pikiran itu.

Mungkin karena nuraninya yang terlalu baik sehingga membuatnya jadi tak enak hati setiap kali melihat ada yang kesulitan.

Sam melihat gadis itu sudah selesai menghabiskan makanannya.

"Terima kasih" ucap gadis itu pelan.

Sam kembali heran. Gadis ini seperti tak takut saat melihatnya. Normalnya jika seorang gadis kecil melihat seorang pria dewasa dengan tubuh besar dan tinggi pastilah akan merasa ketakutan dan lari sekencang-kencangnya.

Namun apa yang dipikirkan gadis ini, sama sekali tak terlihat ekspresi ketakutan dalam raut wajahnya.

"Ini, om ambil saja payung ini. Terima kasih karena telah membelikan saya makanan. Saya mungkin sudah tak sadarkan diri jika bukan karena om" ucapnya sambil memberikan payung warna hitam itu.

Sam menerimanya begitu saja. Apa ya yang salah, Sam tak mengerti, rasanya sangat tak nyaman setiap kali melihat pandangan mata si gadis kecil.

Kemudian gadis itu beranjak berdiri dari duduknya dan memegang bungkusan plastik itu.

"Sekali lagi terima kasih. Saya pasti akan menghabiskan semua ini" katanya sambil mengangkat bungkusan plastik.

Sam terenyuh melihat cara gadis itu tersenyum. Kepedihan, putus asa, dan terselip rasa senang. Semuanya bercampur menjadi satu.

Sam mengusap-ngusap dadanya seraya menarik napas untuk menghilangkan perasaan aneh yang sedang melandanya.

Sam kembali melihat gadis itu, namun sudah tak tampak lagi dan menghilang di derasnya hujan sore itu.

Sam menghela napas, dan segera beranjak dari duduknya lalu berlari menuju mobilnya menggunakan payung pemberian gadis kecil itu.