Chereads / My Hot Daddy & I / Chapter 3 - Pertemuan Kedua

Chapter 3 - Pertemuan Kedua

Beruntung api berhasil dipadamkan lebih cepat dari perkiraan karena dibantu oleh hujan yang masih mengguyur walau hanya rintik-rintik dan lebih beruntung lagi tidak ada korban jiwa. Namun semua harta benda mereka hangus terbakar, tak ada lagi barang sebuah saja peralatan yang dapat diselamatkan.

Semua warga sudah berhasil di evakuasi. Wajah-wajah mereka yang diterpa asap tebal, dan anak-anak mereka yang menangis ketakutan. Bercampur jadi satu.

Mereka sedang mencoba untuk melapangkan dadanya menerima semua ini. Mungkin lebih tepatnya mereka sudah pasrah pada nasib yang tengah menguji mereka.

Tak ada lagi rumah untuk berteduh dikala panas dan hujan yang melanda, tak ada lagi pakaian bersih yang akan digunakan, tak ada lagi peralatan masak bagi ibu-ibu untuk menyiapkan makanan. Dan tak ada lagi tempat bermain bagi anak-anak mereka. Semua sudah dilalap si jago merah tanpa ampun.

Mereka pun menuju posko pengungsian yang telah disediakan sembari menunggu datangnya bantuan.

Sejujurnya pemandangan seperti ini bukan lagi hal yang baru bagi Sam. Dirinya sudah 4 tahun terakhir menjadi petugas pemadam kebakaran dan sudah banyak melakukan aksi penyelamatan.

Dan tak jarang dalam aksinya itu, Sam tak bisa menyelamatkan sebuah nyawa. Sam bahkan menyalahkan dirinya sendiri manakala tak dapat menyelamatkan seseorang.

Kadang kala dirinya ingin berhenti saja, tak sanggup lagi meneruskan pekerjaan dimana nyawa seseorang menjadi taruhannya.

Namun disisi lain, Sam tak sanggup melepaskan pekerjaan yang sudah menjadi bagian dari dirinya.

Dan hal itu menjadi sulit dilakukan sejak beberapa jam lalu bertemu dengan seorang gadis kecil.

Sebelum ambulans membawanya menuju rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Sam memberikan kartu namanya dan meminta pada petugas medis, jika sesuatu terjadi pada gadis kecil itu agar segera menghubungi dirinya. Sam juga mengatakan akan segera datang ke rumah sakit sebagai wali dari si gadis.

Entahlah Sam sendiri tak mengerti mengapa dirinya begitu peduli pada gadis itu. Padahal dirinya sama sekali tak mengenali siapa sebenarnyakah gerangan.

Lagi-lagi dirinya berpikir jika terlalu baik pada seseorang. Namun jiwa kebaikannya itu tak pernah pudar dan selalu menyala seperti api.

Sam menghela napas pelan. Sebelum para warga di bawa ke posko pengungsian, Sam menemui ibu-ibu yang memintanya menyelamatkan gadis itu.

Tapi nihil, Sam tak mendapatkan jawaban yang bisa memuaskannya, hanya informasi dasar tentang gadis itu yang diketahuinya. Kata ibu itu, gadis itu hidup seorang diri setelah ditinggal pergi oleh ibunya dan itu sudah sekitar 5 tahun berlalu. Tak ada sanak saudaranya yang terlihat ingin menjaganya bahkan tak dipedulikan.

Selama ini Ia hidup dengan bantuan dari para tetangganya. Karena tak ada yang tega membiarkan gadis itu hidup sendirian ditengah kerasnya kehidupan di Jakarta.

Gadis itu juga mencari uang demi kebutuhan hidupnya. Saat hujan tengah datang, gadis itu akan bekerja sebagai ojek payung, dan melakukan beberapa pekerjaan lainnya.

Sesuai dengan dugaan Sam sebelumnya. Ternyata benar saja jika payung itu digunakan untuk mencari uang.

Sam lagi-lagi menghela napas pelan. Rasanya ada sesuatu benang merah antara gadis itu dan dirinya.

Hingga membuat Sam tak lagi mengerti semua ini.

Setelah memastikan bahwa semua warga telah di evakuasi, Komandan Regu meminta Divisi Juru Padam dan Penyelamat untuk melakukan evaluasi. Mereka pun segera kembali ke Fire Station. Begitu juga dengan Sam.

Sebelum berangkat, Sam melirik rumah yang menjadi tempat dirinya menyelamatkan si gadis. Rumah yang sudah sepenuhnya roboh.

Sam begitu merasa kasihan melihat hidup gadis kecil itu, kini Sam tak tau lagi bagaimana caranya gadis itu melewati kehidupan ini.

***

"Terima kasih atas kerja keras kalian. Sekarang kalian silahkan istirahat dan memulihkan diri agar dapat bekerja dengan baik di keesokan harinya" tutup Sang Komandan Regu.

Lalu para anggota divisi meninggalkan tempat satu-persatu, pulang ke rumah masing-masing.

Saat Sam sedang bersiap-siap pulang, salah satu teman satu divisinya, Andrew, mendatanginya.

"Kau sudah ingin pulang? Komandan Regu kejam sekali, padahal kau sedang sakit parah seperti ini tapi masih saja diminta untuk bekerja" ocehnya tanpa memperdulikan sekitar lagi.

Sam melempar Andrew dengan handuk bekas membersihkan keringatnya. Andrew yang melihat itu langsung menghindar dan memandang jijik ke arah handuk yang tak bersalah itu.

"Aku tidak sakit sampai separah itu yang mengharuskan ku untuk berbaring di ranjang sepanjang hari" balas Sam, kemudian melanjutkan

"Lagipula, ini keadaan mendesak, dan Kris juga sedang cuti menemani istrinya yang melahirkan" bela Sam.

Andrew hanya mendengus pelan mendengar Sam.

"Sebaiknya kau segera minum obat lagi dan istirahat jika kau tak ingin luka mu bertambah parah" ujar Andrew mengingatkan.

"Aku tau itu" ketus Sam.

Sejenak keheningan melanda mereka. Andrew adalah teman baiknya dari saat dirinya pertama kali masuk kerja. Dan kepada Andrew jugalah Sam mengatakan yang sebenarnya tentang siapa dirinya.

"Kau tak pulang? Bagaimana keadaan Mia?" tanya Sam memecah keheningan

"Mia baik-baik saja. Aku berencana untuk mengajakmu minum kopi" balas Andrew sembari bersandar pada dinding ruang istirahat itu.

Mia, adalah istri Andrew. Mereka baru menikah 2 tahun yang lalu dan memiliki seorang anak perempuan yang menggemaskan.

"Lain kali saja, aku tak bisa malam ini. Aku ada keperluan lain" ujar Sam sembari memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.

"Kau ingin ke rumah sakit, bukan? Menemui gadis kecil itu"

Sam tersentak kaget mendengar Andrew mengatakan hal itu

"Darimana kau tau?" Sam mengernyitkan dahinya

"Aku sudah memperhatikan mu sejak saat kau menyelamatkannya" Andrew mengedikkan bahunya pelan

Sam gelagapan melihat Andrew, ternyata ada yang memperhatikan dirinya. Namun entah mengapa membuat Sam tak ingin menjawabnya. 

"Hei, mengapa kau diam saja? Katakan sesuatu, aku benar, bukan?" tanya Andrew bingung melihat Sam yang diam saja. 

"Sejujurnya aku sudah bertemu dengan gadis itu tadi sore. Aku tak menyangka akan bertemu lagi" jawab Sam singkat. 

"Jawaban macam apa itu? Aku masih menunggu kelengkapan cerita mu, Sam. Katakan pada ku dengan jelas" Andrew sudah kelihatan tak sabar mendengar cerita Sam, namun Sam hanya memberinya tatapan aku-tak-ingin-melanjutkannya-lagi-jadi-tutup-mulutmu. 

Andrew pun yang mengerti dengan tatapan Sam, langsung menutup mulutnya dan mendengus kesal. 

"Sudahlah aku akan pergi sekarang. Kau pulang saja lebih dulu. Mia pasti sudah menunggumu" Sam memberikan tanda pada Andrew agar dirinya segera pulang.

"Baiklah kalau begitu. Jangan lupa kau datang akhir pekan ini, Mia mengundang mu untuk makan malam" balas Andrew tanpa menunggu jawaban Sam.

"Tentu, aku akan datang" jawab Sam kepada bayangan Andrew yang menghilang.

***

Sesampainya Sam di Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit di Jakarta, dirinya langsung menanyakan dimana gadis kecil itu berada dengan menyebutkan ciri-cirinya. 

Perawat yang ditanyai Sam itu pun menunjukkan kamar rawatnya, namun Sam hanya diizinkan sebentar untuk mengunjunginya. 

Sam pun melangkahkan kakinya masuk dan melihat gadis kecil itu tertidur pulas. Kini Sam dapat melihatnya benar-benar bernapas dengan normal dan tidak seperti sesak napas lagi. 

Sam mengambil kursi dan duduk di sebelah ranjang gadis itu. Tangan mungilnya terlihat kurus sekali. 

Sam tak bisa menggambarkan bagaimana sulitnya hidup gadis ini sendirian, entah dirinya pernah merasakan bagaimana rasanya makan daging panggang atau lezatnya pizza, atau pergi berkunjung ke taman hiburan atau bahkan merasakan bagaimana serunya pergi ke pantai dan banyak hal lainnya.

Seketika kalimat ibu yang Sam temui tadi terlintas lagi dalam kepalanya

"Dia sudah putus sekolah sejak ibunya meninggalkannya. Betapa berat hidupnya, namun dia tak pernah kehilangan harapan untuk bertahan hidup"

Sam hanya mendengar ibu itu dalam kebisuan, namun dalam hatinya berteriak, rasanya kesal, marah, tak habis pikir dan banyak perasaan campur aduk lainnya. Masih tak menyangka begitu berat beban hidup yang harus dijalani si gadis kecil itu.

Rasanya Sam mengerti apa yang membuatnya seperti "terikat" dengan gadis itu, pasti karena hidup mereka tak jauh berbeda saat kecil dulu.

Namun, nasib Sam jauh lebih baik daripada gadis kecil itu. Jika saja bisa, Sam ingin memberikan harapan kecil pada diri si gadis. Tapi sejujurnya siapakah Sam bagi gadis itu? Sam hanya seorang om-om asing yang baru saja berjumpa dengan gadis itu beberapa jam yang lalu dan membelikannya makanan agar dirinya tak jatuh pingsan dan sebagai gantinya gadis itu memberikan payungnya.

Sam mengeraskan rahangnya dan menutup matanya perlahan. Sam menyadari sesuatu telah berubah dalam dirinya.

Dan Sam berpikir pertemuannya dengan gadis ini adalah takdir yang Sam sendiri tak tau kemana akan membawanya pergi.

Sam menghembuskan napas pelan dan beranjak pergi meninggalkan gadis kecil yang mungkin sudah berada dalam mimpi indahnya itu.

Pertemuan keduanya dengan gadis ini harus berakhir seperti ini. Sangat tidak normal. Pikir Sam

Sam berjalan tertunduk di lorong rumah sakit yang terang-benderang hingga terasa silau sekali. Seketika dirinya berhenti berjalan manakala sesuatu terlintas di benaknya.

"Ah sial. Mengapa aku tidak bertanya pada ibu tadi siapa nama gadis itu? Bagaimana saat aku mengisi formulir nanti?" umpat Sam seraya meninju pelan dinding rumah sakit.

Beruntung keadaan sepi, sehingga tak ada yang memperhatikan tindakan Sam.

Dengan langkah kesal, Sam berjalan menuju meja resepsionis sambil menggerutu tentang kebodohannya.