"Sam...Sam...."
Samar-samar Sam mendengar seseorang memanggil namanya, semakin jelas dan jelas terdengar ditelinganya.
Sam membuka matanya perlahan yang entah bagaimana masih terasa sangat berat. Lalu mengerjapkan matanya beberapa kali hingga dirinya bisa menyesuaikan penglihatannya.
"Sam, kau sudah bangun"
Nada suara panik yang terdengar jelas, dan itu berasal dari Via.
Sam terkekeh pelan, "Apa kau baik-baik saja, Via?" tanyanya.
Punggungnya terasa sakit. Padahal lukanya yang waktu itu didapatkannya belum sembuh, kali ini Sam harus mendapatkan memar baru.
"Aku baik-baik saja" ujar Via.
Sam melihat kearah sekelilingnya yang remang-remang, membuat mata Sam terasa begitu perih lalu beralih ke kepalanya yang pusing.
"Sam, kau baik-baik saja? Kau terlihat parah"
Via menatap sedih kepada Sam. Sam memang terlihat parah, tapi dirinya baik-baik saja tidak separah yang Via pikirkan.
Ah tidak juga. Dia berbohong. Sam merasakan seluruh tubuhnya remuk dan sakitnya seperti tertusuk-tusuk. Hantaman yang mengenai punggungnya tadi benar-benar membuatnya tak berdaya.
Sam menarik napas perlahan lalu menghembuskannya dengan kasar.
Sam ingin memijat pelipisnya yang juga berdenyut-denyut sakit. Tapi Sam tak bisa melakukannya karena ternyata keduanya tangannya terikat kebelakang.
"Cih. Sialan" desis Sam kesal, memutar pandangannya kebelakang melihat tangannya yang terikat.
Dengan tali tambang yang memang kuat dikaitkan dikedua tangannya, Sam tidak bisa berbuat apa-apa.
Sam kembali menghela napas. Sungguh sial dirinya hari ini. Tidak, itu tidak benar. Sam tidak boleh menyesali keadaannya saat ini.
Dia datang kan untuk menyelamatkan Via, dan juga dia sudah menghabiskan hari ini dengan Gadis Payung di posko pengungsian.
Itu bukan sesuatu yang harusnya disesali kan.
"Sam, aku memiliki ide agar kita bisa keluar dari sini" cetus Via membuyarkan lamunan Sam.
Sam gelagapan menyambut ucapan Via, "Ah-iya. Ide apa itu?"
Sam memaksakan senyumannya, menatap hangat pada Via. Agar wanita itu tidak khawatir akan kondisinya saat ini.
Tapi Via tak bisa menutupi pandangan kasihannya pada Sam.
"Oh tidak. Jangan menatap ku seperti itu. Aku benci dikasihani" umpat Sam kesal, mendelikkan matanya lalu mengalihkan tatapannya dari Via.
Entah apa yang sebenarnya terjadi pada Via, tapi dia mulai berkaca-kaca. Suaranya jadi serak dan air mata sudah tak dapat dibendungnya lagi.
"Karena aku-" Via menggantungkan kalimatnya diudara, sepertinya dia tak sanggup melanjutkan apa yang ingin dikatakan selanjutnya.
"Karena aku-" Via mengulangi kalimatnya dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Bibir merah merekahnya bergetar dan untuk menahan desiran panas dalam dirinya yang bergejolak, Via menggigit bibirnya.
"Sudahlah, tak perlu kau pikirkan. Ini bukan salahmu" kalimat Sam yang sok tegar itu membuat Via tersentak kaget dan menatap mata Sam dalam-dalam.
"Itu yang ingin kau katakan, bukan?" tebak Sam.
Via tak berkutik, tebakan Sam itu memang sangat benar. Via menyalahkan dirinya sendiri karena sudah melibatkan Sam. Hanya saja, Via tak tau harus menghubungi siapa lagi kalau bukan Sam. Hanya Sam yang dirinya kenal di Jakarta ini.
Teman-teman perawatnya yang lain tidak begitu akrab dengannya, sehingga Via canggung jika harus meminta bantuan mereka. Mungkin karena Via juga baru datang ke Jakarta 3 bulan terakhir ini. Jadi masih menyesuaikan diri dengan lingkungan Jakarta.
"Kau tak perlu merasa bersalah. Kau meminta bantuan ku, dan aku akan melakukannya untukmu" ujar Sam santai, mengatakan hal seperti itu tanpa beban apapun, seringan kapas ia mengatakannya.
Apakah jika Via tidak mengenal Sam, Sam tetap akan menolongnya?
"Jangan salah paham dulu. Aku akan melakukannya kepada siapapun yang meminta bantuan ku."
Via tersenyum kecut. Baru saja dirinya memupuk harapan, Sam sudah kembali menghancurkan harapan itu.
Ternyata Via benar-benar hanya seorang teman bagi Sam.
Via menundukkan wajahnya, menyembunyikan air mata yang rasanya semakin deras mengalir. Seperti hujan lebat yang belakangan ini mengguyur Kota Jakarta.
"Ah tidak. Kau adalah temanku, Via. Aku akan dengan sigap membantumu kapan pun kau membutuhkan bantuan. Kau memiliki peran penting"
Kalimat Sam itu membuat Via tertegun. Kenapa Sam bisa mempermainkan hatinya seperti ini. Sam terlihat baru saja mencampakkan Via, mengatakan bahwa posisi Via sama dengan "orang lain" yang membutuhkan bantuannya. Namun sedetik kemudian dia mengatakan lagi kalimat yang menyiratkan bahwa Via memiliki peran penting dalam hidupnya walau hanya sebagai teman.
"Jadi apa sebenarnya idemu itu?" tanya Sam lagi
Via tersentak dan jadi teringat kembali. Dirinya kan ingin mengatakan ide agar mereka bisa keluar dari situasi ini.
"Begini"
Baru satu kata yang terucap dari bibirnya, Via dan Sam dikejutkan oleh suara hentakan pintu yang dibuka dengan kuatnya.
Membuat keduanya terlonjak kaget. Terlebih-lebih Sam yang sudah fokus mendengarkan Via. Jantungnya jadi berdetak-detak kencang dan berdebum dengan keras seperti suara musik kelab malam yang jedag-jedug memekakkan telinga.
Via dan Sam berpandangan was-was, menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sam menelan ludah. Kembali menyesali tindakannya yang begitu heroiknya ingin menyelesaikan ini sendirian.
Harusnya dia tadi menghubungi seseorang kepercayaannya. Ah tapi sudahlah, nasi sudah menjadi bubur.
Sam menggelengkan kepalanya, lebih baik dirinya saat ini fokus menemukan cara untuk keluar dari tempat ini.
"Apa kabar Via?"
Suara berat seorang pria yang tidak terlihat bagaimana rupanya, karena dia berdiri ditempat gelap yang tidak terkena cahaya ruangan.
Sam sampai menyipitkan mata untuk menuntaskan rasa penasarannya, siapa yang sedang berdiri itu. Tapi tak menemukan jawaban.
Dan juga apa-apaan tadi itu. Kenapa dia menyebut-nyebut nama Via.
Sam jadi mengalihkan pandangannya menatap Via yang duduk disampingnya dengan wajah ketakutan. Ketakutan yang lebih parah dari apa yang dilaluinya malam ini.
Sam melihat Via yang diam saja. Wajahnya begitu tegang dan tubuhnya jadi bergetar.
Sejenak keheningan dan kesunyian melanda ruangan remang-remang itu.
Begitu sunyi, hingga Sam bisa mendengar langkah kaki pria tadi berjalan mendekat. Semakin dekat dan sampailah dia didepan Sam dan juga Via.
Sam kali ini bisa melihat dengan jelas rupa pria itu. Ada bekas luka codetan dibagian pipinya, yang membuatnya tampak mengerikan dan menakutkan.
Sam lagi dan lagi memperhatikan Via dari sudut matanya yang tampak semakin ketakutan.
Lalu menatap kembali pria didepannya ini, yang ternyata dia juga melihat kearah Sam.
"Aku sudah tau sejak lama, bahwa kau memang sangat ingin bertolak ke Jakarta. Aku juga tau satu-satunya alasan kenapa kau ingin datang ke Jakarta adalah karena pria yang ada disampingmu"
Satu kalimat panjang yang pria itu katakan dengan lantang dan juga keras, membuat Sam kebingungan. 'Itu tadi apa maksudnya? Bukan berarti Via sengaja datang ingin menemui ku, kan?' batin Sam menerka-nerka.
Tapi Sam tak bisa berpikir lagi karena otaknya sudah dipenuhi oleh fakta bahwa Via mengenali pria yang berdiri dengan tegak menjulang didepan mereka ini.
Kalau begitu ini bukan penculikan biasa, tapi ini adalah penculikan dan penyekapan dengan sengaja.
'Sial. Sebenarnya apa yang sedang terjadi ini. Apa yang dia sembunyikan?' batin Sam memandangi Via yang masih terdiam.
Wajahnya jadi pucat, guratan ketakutan tak bisa dilepasnya.
"Kau memiliki begitu banyak keberanian. Apa kau pikir kau bisa lari dariku?" kata pria itu dengan nada angkuhnya, membuat Sam ingin menghajarnya juga saat ini.
"Apa lagi yang kau inginkan!" suara marah Via yang tertahan, Sam bisa rasakan keputusasaannya.
Matanya jadi menyala marah, hidungnya kembang kempis, gejolak amarahnya benar-benar tak bisa dibendungnya lagi.
"Sebaiknya kau ikut aku pulang. Atau aku tidak akan melepaskannya" kata pria itu dengan begitu kejam sembari menunjuk pada Sam.
Oke, Sam yang mendapat ancaman seperti itu merasa begitu lucu dan ingin menumpahkan tawanya. Entahlah dirinya hanya ingin tertawa saja.
Sudah banyak sebenarnya yang memberikan ancaman seperti ini. Tapi baru ini ada yang menyampaikannya dengan rasa percaya diri yang luar biasa.
Sam jadi ingin melontarkan kalimat-kalimat ejekan pada pria itu. Apakah dia memang serius mengancam Sam? Apa dia tidak takut apa akibatnya? Apa dia tak akan menyesali tindakannya yang sudah mengancam Sam.
Karena pria itu sudah mengancam orang yang salah.
Sam akan sangat senang menyambut ancaman itu, bahkan jika bisa Sam ingin membuat pria itu tau bahwa dia sudah salah menargetkan ancamannya.