Chereads / My Hot Daddy & I / Chapter 6 - Posko Pengungsian

Chapter 6 - Posko Pengungsian

Hari ini Dokter mengatakan bahwa Gadis Payung sudah benar-benar diperbolehkan pulang ke rumah.

Rumah. Apa itu sebenarnya rumah?. Apa hanya sekedar bangunan untuk berlindung dari panas dan hujan? Atau mungkin hanya sekedar tempat untuk melepas lelah? Atau bahkan tempat untuk berbagi kasih sayang antar anggota keluarga? Lalu apa itu keluarga? Apa hanya sekedar nama saja? Atau mungkin sesuatu yang di dalamnya terdapat beberapa orang dengan sifat yang begitu bertolak belakang? Atau bahkan sesuatu yang didalamnya ada atau tidak ada kehangatan?

Pertanyaan itu terus berputar-putar di dalam kepala Sam. Dirinya berpikir dengan keras jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu.

Baginya rumah adalah tempat kita bisa berbagi kebahagiaan, yang dimana di dalamnya ada sesuatu yang dinamakan keluarga.

Sejujurnya Sam bisa merasakan apa yang dinamakan "keluarga" itu. Seperti saat dirinya tinggal di panti asuhan. Para ibu pengasuh itu dengan tulus merawat dan memberikan kasih sayangnya pada setiap anak-anak panti. Begitu pun yang didapatkan Sam.

Yah, walaupun Sam tak mendapatkannya dari keluarga utuh, setidaknya masih lebih baik daripada Gadis Payung. Lalu para korban kebakaran itu juga sudah kehilangan tempat berteduh. Walaupun bagi mereka rumah mereka hanya terdiri dari kayu, namun tetap saja itu adalah tempat mereka untuk pulang dan berbagi kehangatan antar anggota keluarga.

Sam lagi dan lagi dirinya mengelus dada melihat nasib Gadis Payung.

Sam juga merasakan perasaan tak enak saat dokter menyebut kata itu, ya tapi mau bagaimana lagi. Dokter itu hanya sebatas tau kalau Gadis Payung adalah korban kebakaran, tidak tau jika rumah Gadis Payung sudah hangus terbakar bahkan puing-puingnya pun sudah tak ada lagi.

Oleh karena itu, Sam akan membawa gadis itu ke Posko Pengungsian korban kebakaran.

Sepanjang perjalanan Gadis Payung tampak diam dan tak banyak bicara, raut wajahnya tampak sendu dan tak ada lagi keceriaan di matanya.

Sedari tadi Sam mengajaknya bicara, namun hanya anggukan dan gelengan kepala yang didapat Sam.

Sam menghela napas panjang. Dirinya tak tau bagaimana caranya meluluhkan hati anak-anak umur belasan tahun, karena Sam juga tak pernah punya adik.

Tapi Sam akan mencoba berbagai upaya, agar Gadis Payung bisa kembali tersenyum.

Sam kemudian memberhentikan mobilnya di depan sebuah swalayan. Sam lalu meminta Gadis Payung untuk turun dari mobil.

"Mengapa kita kesini?" tanya Gadis Payung seraya mengerutkan alisnya, menegaskan bahwa dirinya tak mengerti.

"Ayo, aku ingin membelikan makanan untuk mu dan teman-teman mu. Pilihlah semua yang kau mau" jawab Sam

Sam yang melihat Gadis Payung tak bergeming, menarik begitu saja tangan mungilnya dan membawanya masuk ke dalam swalayan.

Mengambil kereta belanja dan menyusuri rak-rak penuh makanan itu.

Gadis Payung melihat semua makanan itu dengan senang dan memasukkan apa saja yang dilihatnya.

"Aku boleh mengambil semua ini kan?" tanyanya.

Sam mengangguk mengiyakan dan membantu Gadis Payung memasukkan makanannya ke dalam kereta belanja yang dibawanya.

"Om Payung. Bagaimana ini, aku mengambil terlalu banyak. Apakah kau punya cukup uang untuk membayar semua ini?" tanya Gadis Payung tampak khawatir.

Sam tertawa terbahak mendengar itu.

'Baru sekarang kau menyadari hal itu, setelah mengambil begitu banyak makanan' batinnya.

"Kau tidak perlu khawatir. Kalau hanya sebanyak ini, bukan hal sulit bagiku" ujar Sam angkuh dan diikuti tawa Gadis Payung.

'Akhirnya, kau tertawa juga' batin Sam.

Setelah puas berbelanja, Sam segera membayarnya dan membawa tentengan plastik itu ke dalam mobilnya.

Gadis Payung terlihat senang dan sudah tersenyum ceria lagi.

Sam lalu memacu mobilnya dengan kecepatan sedang menuju posko pengungsian yang dimaksud.

Tak lama kemudian, mereka sampai di tempat. Sam dan Gadis Payung kemudian turun dari mobil, Sam membuka bagasi mobilnya dan mengeluarkan semua kantong plastik belanjaannya tadi.

Di posko pengungsian itu, terdapat beberapa tenda yang digelar. Jadi mereka akan berbagi tempat yang sama untuk tidur.

Dan alas mereka tidur hanyalah tikar seadanya. Tak ada satupun barang yang dapat mereka bawa dari rumah mereka yang sudah dilanda api.

Tidak ada pakaian bersih. Mungkin bagi orang dewasa hal itu bukanlah masalah, namun bagi yang punya anak kecil bahkan anak bayi tentu menjadi masalah yang cukup membuat mereka kerepotan.

Belum lagi kamar mandi yang harus dipakai bergantian. Sam sama sekali tak bisa membayangkan hal tersebut. Benar-benar sulit dan berat.

Sam mengelus dadanya melihat keadaan ini.

'Sepertinya bantuan akan terlambat datang' batinnya berbicara.

Karena wilayah yang kebakaran ini adalah di pinggir kota yang memiliki akses jalan masuk cukup sulit. Sehingga menyebabkan bantuan akan kesulitan untuk sampai disini.

Sam melihat Gadis Payung yang berlarian menemui temannya. Lalu menunjuk-nunjuk ke arah Sam seraya memanggilnya untuk datang menuju gadis itu.

Sam pun tersenyum lalu berjalan cepat membawa kantong plastik.

Saat Sam sampai di tempat Gadis Payung. Tiba-tiba saja dirinya sudah dikerumuni oleh teman-teman sebaya Gadis Payung.

Dengan berebut mereka membuka kantong plastik dan secara acak mengambil makanannya.

Lalu mereka menyantap makanan itu dengan terburu-buru. Sam melihat ke arah Gadis Payung, tampak semburat wajah bahagia melihat teman-temannya senang memakan makanan yang dibawanya.

Tiba-tiba seseorang menepuk pelan pundak Sam. Sam terkejut dan seketika berbalik.

Seseorang yang menepuk pundaknya adalah ibu-ibu yang memintanya untuk menyelamatkan Gadis Payung waktu kebakaran itu.

Ibu itu memberikan tanda agar Sam mengikuti dirinya. Sam pun seperti terhipnotis langsung mengekor di belakang ibu itu.

Lalu mereka berhenti di depan sebuah dapur umum. Ibu itu kemudian menawarkan minum kopi kepada Sam yang dibalas anggukan oleh Sam.

Sam mengedarkan pandangannya ke sekeliling posko. Masih tampak ibu-ibu yang menangisi nasib yang menimpanya. Lalu ada juga bapak-bapak yang tampak minum kopi di bawah pohon sambil bercengkrama.

Lalu ada anak-anak berusia sekitar tujuh belasan tahun yang tampak bermain-main di sekitar tenda. Mereka terlihat bahagia, namun sebenarnya Sam tahu bahwa mereka sangat terluka akan nasib hidupnya.

Sam turut prihatin melihatnya. Harusnya anak-anak diumur segitu dapat memiliki masa depan yang cerah, bersekolah di sekolah favorit mereka dan mewujudkan impian yang mereka punya.

Bahkan kini mereka tak lagi memiliki rumah sebagai tempat berlindung, yang membuat keadaan hidupnya jadi bertambah sulit.

Sam jadi memikirkan bagaimana takdir Gadis Payung membawanya. Kini tak ada lagi yang akan merawatnya. Lalu bagaimana cara dirinya mengatasi kehidupannya ini?

"Jangan terus melamun memandangi mereka" kata Ibu itu seraya meletakkan secangkir kopi di sampingnya.

Sam terkejut namun segera menyadarkan dirinya.

"Terima kasih, bu" ujar Sam pelan lalu menyeduh kopinya. Seketika Sam mengadu merasakan perih di mulutnya.

Ibu-ibu itu tertawa melihat kecerobohan Sam

"Kau ini bagaimana. Jelas-jelas asap masih mengepul di kopi mu itu. Mengapa langsung kau seduh saja" kata ibu itu seraya masih tertawa.

Sam mengusap pelan bibirnya. Rasa-rasanya papila dilidahnya melepuh karena panas dari kopinya. Lalu menunduk malu atas kecerobohan dirinya.

"Tapi terima kasih kau telah membawa kembali gadis kecil itu" ujar ibu itu seraya mengangkat dagunya menunjuk ke arah Gadis Payung.

Sam mengikuti arah pandang ibu itu dan melihat Gadis Payung tengah tertawa-tawa lepas bersama teman-temannya.

Senang rasanya melihat Gadis Payung kembali tertawa seperti itu.

Sam lalu menyentuh pelan gelas kopinya untuk memeriksa apakah masih panas atau sudah lebih hangat.

Setelah dirasa agak hangat, Sam menyeduh lagi kopi itu.

'Nikmat sekali' batinnya

Gadis Payung masih terlihat bermain bersama teman-temannya.

"Kau akan tinggal lebih lama bukan?" tanya ibu itu lagi.

Sam mengerutkan alisnya, bingung apakah dirinya harus berada disini lebih lama lagi atau pulang saja.

Namun tanpa disadari Sam, kepalanya sudah mengangguk setuju.