Via memandang sendu pada Sam. Tatapannya itu menjelaskan banyak hal. Tak perlu cenayang untuk mengetahui apa yang terlintas dalam tatapan Via.
Karena Sam bisa melihatnya. Via terlihat putus asa juga menyedihkan dengan segala kondisinya saat ini dan tatapan intimidasi yang didapatnya dari pria mengerikan yang baru saja mengakui sebagai mantan tunangannya Via, yang mana seharusnya mereka sudah menikah.
Sam tersenyum getir membalas tatapan Via. Tak tau bagaimana harusnya ia merespon situasi ini karena ini diluar urusannya.
"Kembalilah bersama ku. Maka akan ku lepaskan dia" kata pria itu sembari menunjuk lurus-lurus pada Sam.
Sam tersenyum simpul melihat lagi dan lagi pria tadi menunjuknya tanpa ketakutan dimatanya.
"Jangan berpikir aku akan ikut denganmu" balas Via tajam dan dingin serta melototkan matanya pada batas maksimal yang dia mampu.
Pria tadi tertawa, dengan suaranya yang memekakkan telinga membuat ruangan itu jadi berdengung menyakitkan.
Sam menggertakkan giginya mendengar tawa yang ternyata semengerikan wajah pria itu. Selagi pria itu lengah, dan tidak begitu memperhatikan kegiatan Sam, yang dilakukan Sam tak lain dan tak bukan adalah melepaskan ikatan tali dengan sebuah pecahan kaca.
Pecahan kaca yang dilihat oleh Via dan itu adalah salah satu dari rencana Via untuk membuat mereka keluar dari situasi menyebalkan ini.
Sam tak bisa melihat kebelakang karena akan ketahuan oleh pria itu jika dia sedang mencoba melepaskan diri dan itu akan membuat semua rencananya gagal.
"Aku tidak akan pernah ikut denganmu. Jadi sebaiknya kau pergi dan jangan pernah datang lagi mencariku" teriak Via pada pria didepannya dengan garang.
Tangannya mengepal kuat dalam kaitan tali tambang yang mengikatnya.
Andai saja kedua tangannya itu bebas maka bisa dipastikan Via akan mencakar wajah pria itu dengan kuku-kuku jarinya yang panjang.
Membayangkan cakaran kuku Via membuat Sam bergidik ngeri. Itu sangat menakutkan.
Yang paling menakutkan sebenarnya adalah kemarahan seorang wanita. Apapun akan dilakukannya agar emosi dalam dirinya bisa reda dan terlampiaskan. Jadi jangan coba-coba untuk membuat seorang wanita marah.
Pikiran seperti itu yang Sam tanamkan dalam dirinya. Membuat seorang wanita marah sama saja seperti membangunkan singa yang sedang tidur pulas.
Oke. Kembali pada situasi Via dan pria yang ada didepannya. Sam yang juga sibuk sendiri tak ingin ikut campur terlalu jauh karena Sam memang tak memiliki hak untuk itu.
"Kau sudah lupa berapa banyak hutang yang harus kau bayar?" balas pria itu sembari mencengkram kedua pipi Via.
Melihat adegan itu, Sam hanya bisa menghela napas. Ingin melakukan sesuatu juga tidak bisa karena tali yang mengikat tangannya masih belum terlepas.
Mencuat rasa kasihan Sam pada Via. Sebenarnya kehidupan seperti apa yang sudah dijalani Via. Beban berat apa yang sedang ditanggungnya.
"Aku tak peduli. Berapa banyak pun tetap akan aku bayar. Tapi tidak dengan menjual diriku" kata Via tajam.
Seketika Sam menghentikan aktivitasnya mengoyak tali dengan pecahan kaca.
'Menjual diri? Apa maksudnya' batin Sam semakin tak habis pikir.
Rasanya hidupnya belakangan ini dipenuhi oleh hal-hal tak terduga. Pertemuannya dengan gadis payung yang kembali membawanya bertemu dengan Via.
Serta berbagai kejadian tak habis pikir lainnya. Kini rasanya bertambah lagi beban pikiran Sam.
"Apa kau lupa, bukan kau yang berhak atas hidupmu. Tapi kedua orang tuamu"
Pria itu kemudian tertawa lagi. Ah rasanya sangat menyebalkan mendengarnya. Sam ingin segera menyumpal mulut pria itu dan menghajarnya habis-habisan.
Sam akan membalas perbuatan pria itu. Beraninya melakukan tindakan seperti ini pada dirinya. Terlebih-lebih lagi pada Via.
"Kau sudah dijual oleh kedua orang tuamu. Apalagi yang kau harapkan?" sinis pria itu dengan seringaian diwajahnya. Semakin membuat Sam menyadari bahwa pria ini begitu mengerikan.
Juga membuat Sam mematung mendengar hal itu. Via telah dijual oleh kedua orang tuanya? Astaga itu sangat menakutkan.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Via. Kenapa Via bisa sampai diperlakukan seperti itu. Kalau begitu pria itu saat ini datang ke Jakarta untuk membawa kembali Via dan mempersunting dirinya.
Sam benar-benar tak bisa menerimanya. Sam tak sudi jika Via harus menikah dengan orang seperti itu.
Hidupnya pasti akan bertambah berat.
"Sekalipun aku sudah dijual oleh kedua orang tuaku. Tapi aku tetap tidak akan kembali padamu"
Plakk. Satu tamparan keras menerpa pipi merah Via.
Sam sampai hampir memekik kaget karena tindakan pria itu yang sudah diambang batas kesabaran.
Sangat keterlaluan. Tapi Via tak terlihat gentar apalagi takut. Justru dia menggertakkan giginya berusaha untuk tegar.
Sam melirik kebelakang lebih tepatnya melihat tangannya yang masih terikat tali.
'Sial. Sulit sekali tali ini' umpat Sam dalam hati. Sam terus-menerus menggesekkan kaca itu pada tali sampai ia rasakan bahwa tali sudah terlepas dari tangannya.
Sam menghela napas lega. Lalu kembali berakting tidak mencolok agar tidak dicurigai.
Plakk. Satu tamparan lagi mendarat disisi pipi Via yang satu lagi. Kali ini menyebabkan sudut bibirnya mengeluarkan darah.
Sam sudah tak tahan lagi melihat Via diperlakukan seperti tadi. Sam melemaskan seluruh otot tubuhnya agar dia bisa leluasa saat menghajar pria itu nanti.
"Kau akan tau apa akibatnya jika tidak ikut denganku" ancam pria itu.
"Aku sudah katakan padamu, bahwa aku sama sekali tidak takut juga tidak peduli. Terserah apa yang ingin kau lakukan"
Nada suara Via terdengar pasrah juga sedih. Sam bisa merasakan hal itu. Jika dipikir kembali Sam ini cukup peka terhadap situasi sekitarnya. Suatu kebanggaan tersendiri bagi Sam. Patut diapresiasi. Membuktikan bahwa dia adalah orang yang hangat dan peduli pada sekelilingnya.
Pria itu sudah mengangkat tangannya dan siap untuk mendaratkan lagi tamparan di pipi Via yang semakin memerah.
Namun Sam dengan cekatan berdiri dari duduknya dan menahan tangan pria itu. Membuat pria itu membelalak kaget melihat ikatan ditangan Sam terlepas.
Ditambah dengan darah yang mengalir dari telapak tangannya. Jelas saja tergores pecahan kaca karena Sam tidak melihat-lihat tali yang mengikat dan berakhirlah mengenai telapak tangannya.
"Aku tidak akan membiarkanmu membawanya" ujar Sam dingin dengan tatapan membunuh.
"Sebaiknya kau tidak ikut campur, karena ini bukan masalahmu" balas pria itu juga memandang marah pada Sam.
"Via adalah temanku. Urusannya adalah urusanku"
Setelah mengatakan itu, satu tendangan diperut dilancarkan oleh Sam kepada pria yang juga mengancamnya tadi.
Pria itu merasa tak siap karena mendapat serangan mendadak.
Sam memang memiliki tubuh yang lebih kecil dan tidak sekekar pria itu tapi Sam sudah terlatih untuk bela diri. Jadi Sam sangat percaya diri akan kemampuannya.
Sam melepaskan tangannya yang menahan pria itu lalu melancarkan lagi tinjunya mengenai wajah pria yang sudah menyakiti Via.
"Aku tidak akan melepaskanmu. Karena satu" Sam menggantungkan kalimatnya sembari menendang perut pria itu
"Kau sudah mengancamku tadi. Kau salah mengancam orang, asal kau tau saja" Sam terkekeh pelan.
Adrenalin dalam diri Sam mendadak mengalir dengan deras membuat dirinya terpacu dan menjadi semangat, melupakan sejenak rasa sakit yang melandanya.
"Dan yang kedua" Sam mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu memberikan satu pukulan telak diwajah pria itu hingga membuatnya jatuh tersungkur.
Terdengar teriakan Via yang begitu takut dan juga pasrah. Seperti melihat orang yang berbeda dalam diri Sam.
"Ini untuk Via. Karena kau sudah berani menyentuhnya bahkan menyakitinya"
Setelah mengatakan itu, Sam kembali meninju hingga babak belur wajah pria tadi.
"Sam sudah hentikan" kata Via yang sudah berlinangan air mata melihat Sam kalang kabut.
Bukan seperti Sam yang dikenalnya.