Sam masih menemani si Gadis Payung. Rasanya Sam tak ingin pergi, bahkan untuk satu detik pun.
Sam melihat si Gadis Payung masih bermain dengan boneka beruangnya. Sam sejujurnya ingin bertanya pada gadis itu, bagaimana perasaannya setelah kejadian kebakaran.
Tapi Gadis Payung juga tak menanyakan apapun padanya membuat Sam tak tau harus bagaimana memulai bertanya.
Sam menghela napas berat. Didalam pikirannya penuh tentang gadis ini. Banyak hal yang membuatnya tak mengerti.
"Hei, Om Payung. Bagaimana kau tau aku berada disini?" tanya gadis itu.
Akhirnya, Gadis Payung bertanya juga padanya. Pasti dirinya juga merasa bingung dan heran mengapa Sam bisa tau dirinya berada di rumah sakit.
"Sederhana saja. Aku yang menyelamatkan mu saat kebakaran itu. Aku panik saat tau kalau gadis kecil yang pingsan di tengah asap tebal kebakaran ternyata kau" Sam menunjuk Gadis Payung saat mengucapkan kata 'kau'.
Gadis Payung mengangguk mengerti.
"Kalau begitu, kau adalah seorang petugas pemadam kebakaran?" tanyanya lagi
"Bingo. Kau benar sekali" tawa Sam.
"Lalu bagaimana dengan yang lainnya. Sedari tadi aku terus memikirkan mereka. Bagaimana dengan teman-teman ku?"
Seketika raut wajah Gadis Payung berubah sedih. Dirinya memikirkan bagaimana nasib teman-temannya dan yang lainnya.
"Mereka semua baik-baik saja. Saat ini semuanya berada di Posko Pengungsian dan sedang menunggu bantuan datang" Sam berkata lembut agar gadis itu bisa tenang.
"Pasti rumah ku sudah hangus terbakar kan?" setitik air mata sudah membasahi pipinya.
"Lalu dimana aku akan tidur nanti. Aku sudah tak punya apa-apa lagi" tangisan gadis itu pecah.
Sam ikut terharu melihatnya. Tapi dirinya juga tak bisa berbuat apa-apa. Kejadian yang menimpa Gadis Payung bukanlah kesengajaan, melainkan takdir yang sudah direncanakan.
"Om Payung, mengapa kau diam saja. Jawab aku, aku akan tidur dimana nanti. Aku sudah tak punya rumah" tanyanya sambil sesenggukan, karena dirinya yang berbicara padahal sedang menangis membuat dirinya tersedak dan seketika terbatuk-batuk.
Sam dengan sigap mengambil gelas lalu menuangkan air putih dan memberikannya pada gadis itu seraya menepuk-nepuk pelan punggungnya.
"Aku percaya, apapun yang terjadi padamu saat ini pasti ada sesuatu dibaliknya. Yang perlu kau lakukan sekarang kau tak perlu berburuk sangka. Hilangkan pikiran buruk mu itu. Karena itu tak akan membantu semuanya menjadi lebih baik"
Sam selalu menanamkan di pikirannya agar terus berpikir positif. Untuk itu, Sam juga ingin gadis di depannya ini melakukan hal yang sama.
"Aku akan membantu mu melewati semua ini. Aku janji"
tanpa pikir panjang Sam menjanjikan sesuatu yang Sam sendiri tak tau apa benar-benar bisa menepatinya atau tidak.
Tapi Sam bersungguh-sungguh saat mengatakan hal itu.
Lagi-lagi Sam merutuki kebodohannya karena begitu saja mengumbar janji. Namun, Sam hanya ingin membuat perasaan gadis itu menjadi lebih baik. Sam ingin gadis itu berpikir jika masih ada yang peduli padanya.
"Benarkah? Janji?" gadis itu mengacungkan jari kelingkingnya. Sam bingung apa maksudnya, tak mengerti.
"Ayo, janji jari kelingking"
Oh. Sekarang Sam paham maksudnya. Gadis ini ingin membuat janji jari kelingking dengannya. Sam pun menautkan jari kelingkingnya di jari kelingking gadis itu.
"Ya, aku janji" ucapnya pelan.
Mendengar itu, Gadis Payung terlihat senang dan sudah melupakan kesedihannya.
"Aku ingin cepat pulang. Aku ingin bertemu dengan semuanya" ujarnya pelan, pandangan matanya menatap langit-langit kamar rawat rumah sakit itu.
"Kalau Dokter sudah mengizinkan. Tentu kau bisa pulang" jawab Sam pelan sambil mengacak-acak rambut Gadis Payung.
Gadis Payung pun tampak senang dan sudah lebih tenang dari sebelumnya.
Seorang Dokter dan perawat masuk untuk memeriksa keadaan gadis itu.
"Besok kau sudah bisa pulang" kata Dokter itu pendek sambil tersenyum ramah menatap gadis didepannya.
"Tolong urus untuk sisanya ya" ucap si Dokter kepada perawat yang bersamanya.
Perawat itu mengangguk mengerti dan dokter itupun meninggalkan mereka.
Sam memperhatikan perawat itu melakukan pekerjaannya dengan seksama.
Namun, sepertinya perawat itu tampak risih karena dipandangi terus oleh Sam.
"Bisakah anda berhenti memperhatikan saya?" ujarnya agak kesal.
"Ah iya, baik. Maaf" Sam gelagapan saat perawat itu menegurnya.
Sejujurnya Sam tidak benar-benar memperhatikan perawat itu melakukan pekerjaannya, hanya perasaan Sam mengatakan bahwa Sam mengenali perawat wanita itu. Namun, sepertinya Sam salah sangka.
'Sudahlah tak perlu dipikirkan' batin Sam.
Perawat itu kemudian berbalik menghadap Sam
"Sam? Kau Sam, 'kan? tanyanya.
'Sudah kuduga. Memang benar ternyata' dugaan Sam ternyata benar. Wanita yang menjadi perawat didepannya ini adalah teman lamanya. Lebih tepatnya teman sewaktu masa kuliah.
"Ya" senyum Sam
"Astaga. Aku sungguh tak percaya bisa bertemu dengan mu disini" ucapnya senang.
Gadis Payung itu tampak melihat Sam dan perawat yang ada didepannya dengan tatapan bingung tak mengerti.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya lagi
Sam melirik si gadis kecil yang tampak kebingungan
"Lebih baik kita bicara di luar" ujar Sam menyarankan.
"Baiklah, tunggu sebentar lagi pekerjaan ku selesai" kata perawat itu tersenyum senang.
***
Sam dan Via, perawat yang dimaksud Sam adalah teman lamanya, saat ini sedang berada di taman rumah sakit.
Mereka adalah teman lama dan sudah lama juga tak berjumpa. Kali terakhir saat Sam berjumpa dengannya adalah saat Sam diterima sebagai petugas pemadam kebakaran dan itu sudah 4 tahun berlalu. Sam bahkan cukup terkejut melihat perubahan pada diri Via. Mereka juga cukup sering berkomunikasi sebelum kesibukan membuat mereka menjadi jauh.
"Jadi kau sudah tak lagi bekerja di rumah sakit di Bandung?" tanya Sam. Seingat Sam, Via menjadi seorang perawat di salah satu rumah sakit yang terletak di Bandung.
"Tidak. Aku sudah berada di Jakarta sejak 3 bulan yang lalu" ujarnya seraya meneguk kopi di tangannya.
"Apa yang membuat mu pindah?. Seingatku kau sangat menyukai pekerjaan mu di sana" kata Sam tak mengerti.
"Karena aku ingin bertemu dengan seseorang" jawab Via pelan seraya melihat ke arah Sam.
Sam menganggukkan kepalanya tanda mengerti namun tak memahami maksud perkataan Via.
"Lalu apa kau sudah bertemu dengannya?" tanya Sam
"Ya" kata Via pendek. Andai saja Sam tau bahwa orang yang dimaksud Via adalah dirinya.
"Baguslah kalau begitu"
Via mengangguk-anggukkan kepalanya menyetujui ucapan Sam.
"Kau sendiri, siapa gadis kecil tadi?" sedari tadi Via menduga-duga siapa gadis kecil yang bersamanya. 'Apakah itu anaknya, tapi tak terlihat mirip. Lagipula Sam belum menikah. Tapi bisa saja anak angkatnya' Itulah yang ada dalam pikiran Via
Setelah sekian lama, akhirnya Via bisa bertemu lagi dengan Sam. Dan dari berita yang Via dapatkan, bahwa Sam sampai detik ini belum menikah. Itulah yang membuat Via memiliki keberanian untuk datang ke Jakarta dan menemui Sam berharap bisa mengungkapkan perasaan yang sudah dipendamnya sejak masa kuliah.
"Oh, aku memanggilnya dengan sebutan Gadis Payung" Sam pun menceritakan bagaimana awal dirinya bertemu Gadis Payung hingga menemukan dirinya tergeletak tak sadarkan diri di tengah kebakaran yang melanda.
Via mendengarkan sambil menganggukkan kepalanya mengerti.
"Berat sekali hidupnya, bukan?" tanya Sam pada Via.
Via mengangguk. Jujur saja Via juga bukan berasal dari keluarga yang berada, tapi setidaknya nasib Via tak seburuk gadis itu. Bagaimanapun, apa yang dilalui gadis kecil itu pastilah sangat berat dan sangat mustahil bisa bertahan.
"Aku sudah berjanji padanya bahwa aku akan melindunginya apapun yang terjadi" ucap Sam pelan seraya meneguk habis kopinya.
Via tak memberikan komentar apapun. Tak tau bagaimana harusnya dirinya menjawab apa yang dikatakan Sam barusan.
Seketika keheningan melanda mereka. Sam sibuk memikirkan tentang gadis kecil itu dan Via sibuk mencari topik lain.
"Aku turut berduka tentang kakek mu, Sam" satu-satunya yang bisa Via lakukan adalah mengubah topik pembicaraan. Entah mengapa dadanya terasa berat saat Sam dengan senangnya menceritakan tentang gadis itu.
"Tak apa, aku baik-baik saja"' jawab Sam pelan.
"Walaupun aku sempat merasa kesulitan disaat-saat awal aku kehilangan kakek, tapi sekarang aku sudah baik-baik saja. Yah, masih sering merindukannya dan juga masih menyesali keegoisan ku" Sam menatap sendu ke arah awan-awan di langit itu.
Ah Via ingat sekarang. Sam lebih memilih menjadi seorang petugas pemadam kebakaran daripada meneruskan perusahaan kakeknya, hingga membuat hubungan mereka sempat merenggang.
Via menghembuskan napas pelan. Mungkin keputusannya menemui Sam di Jakarta bukanlah keputusan