(Kita ke Javas dulu...)
Happy Reading
***
Pagi itu setelah lembur semalaman di pabriknya sebelum kembali ke apartemennya yang terletak di kawasan elit, dia datang ke tempat penitipan anjing terlebih dulu untuk mengambil Swanna-anjing Malamute kesayangannya.
Javas sering sekali menitipkan Swanna di Prety Pet Shop. Nama untuk tempat penitipan khusus anjing dan kucing yang memiliki fasilitas yang sangat mumpuni. Prety Pet mengusung tema back to nature untuk tempat penginapan sementara hewan peliharaan yang memiliki owner super sibuk seperti dirinya.
Daripada ditinggal di apartemen sendirian tidak ada yang menemani. Swanna kesepian lebih baik dititipkan di Prety-tempat penitipan anjing dan kucing yang terpercaya, sesuai standar yang ada, sangat aman dan nyaman untuk hewan perliharaan kesayangan kita. Kelebihan lainnya Prety Pet letaknya tidak jauh dari pabrik miliknya dan sangat dekat dengan toko mebelnya.
Seperti biasa, Uki mengantar Javas menggunakan sepeda motor maticnya menuju Prety Pet. Mereka berdua sudah di ambang batas kelelahan, tingkat kengantukannya sudah mencapai level 95%, tinggal 5% lagi. Jika tidak ingat ada Swanna mana mau dia melakukan ini. "Swanna number one is my life."
Hem...
Sesampainya di sana, Uki langsung meninggalkan Javas tanpa mengatakan apapun dan Javas pun tidak menanyakan apapun pada Uki sebab mereka berdua sudah terlalu lelah untuk saling mengucapkan, "Hati-hati dijalan, bro. Jika sudah sampai jangan lupa saling berkabar."
Yang ada dipikiran mereka saat ini adalah makan, mandi, tidur dan tidak melakukan apapun seharian ini.
2 hari sebelum pemerannya, Javas memberikan libur satu hari pada para pekerjanya karena dia pun tahu batas kekuatan seseorang dalam bekerja. Terutama Uki yang tugas sebenarnya hanyalah asisten, manager dan pengelola toko mebelnya kini harus membantu dirinya di pabrik.
"Yang punya usaha siapa, yang sibuk siapa? Yang punya pameran siapa, yang koar-koar siapa?" Itu sindiran menyenangkan dari Uki yang selalu terucap saat mereka sama-sama tidak tidur selama 1 minggu lamanya demi mengejar target.
"Tidurlah. Kau boleh pergi. Aku bisa membuat ini sendiri!"
"Dan tulang belikatmu aku mencuat!"
"Kau gantikan aku di Sky, mudahkan."
Itu sindiran penuh semangat dan khas candaan mereka berdua saat sedang bekerja sama memahat 1 buah gelonggong kayu besar untuk menjadikan gelonggongan itu maha karya luar biasa indahnya.
***
Javas melewati halaman parkiran yang teramat luas sebelum dia sampai pada tempat penginapan para binatang yang sangat menggemaskan itu. Kakinya melangkah memasuki lebih dalam, melewati lapangan berpagar besi setinggi 2 meter. Lapangan itu digunakan untuk tempat bermainnya anjing-anjing yang memiliki tubuh besar, sedikit buas dan tidak bersahabat dengan orang asing tapi sangat bersahabat sekali dengan ownernya. (Ya iyalah. Hem)
Saat tiba di lapangan mini berukuran 5×7 meter hatinya terasa damai saat melihat sekawanan anjing kecil-kecil, bertubuh pendek dan berbulu lebat sedang kejar-kejaran satu sama lain. Ada yang terguling, tersungkur, digigit manja oleh teman-temannya dan yang pasti ada-ada saja tingkah lucu anjing yang membuat jiwanya meronta ingin menculik mereka.
Dimana para kucing? Pagi buta yang mataharinya sudah mulai mendesak keluar pun mereka pasti masih malas-malasan di tempat tidurnya yang nyaman dan empuk.
Hem ... dasar kucing!
Saat melewati para keeper penjaga binatang yang sudah lama mengenal dirinya pun, mereka menyapanya dengan sangat ramah. Karena Javas adalah pelanggan VIP Prety Pet dan mereka sangat menghormati Javas sebagai pemilik anjing cantik seputih salju yang terkenal dikalangan para pecinta dan penyayang binatang.
Jika kalian tahu dikalangan wanita, bukan Swannalah yang menjadi on pointnya tapi Javaslah yang menjadi point of viewnya. Tanpa merayu berlebihan, wanita mana yang tidak mau dengan Javas Deniswara. Lelaki lajang, tampan, bertubuh seksi, penyayang binatang dan lagi tatapan Javas yang sangat tajam membuat wanita mana saja melemas tanpa bisa berkata-kata lagi.
"Selamat pagi, tuan Javas." Sapa salah satu resepsionis bernama Maria dengan ramah. Membukakan pintu dengan lebar saat melihat Javas yang masih berjalan di halaman depan. Dia tidak mau kehilangan kesempatan.
Mendapat sapaan yang terdengar begitu antusias, ramah dan dibukakan pintu dengan sejuta kehangatan. Javas hanya membalas sapaan itu dengan anggukkan kepala yang singkat dan terkesan cuek.
"Ganjen!" ketus Juli dengan suara mendesis lirih. Juli adalah salah satu wanita yang bertugas menjaga para binatang di Prety Pet khusus kucing. Dia sedang Menyisir bulu-bulu cantik kucing besar jenis Maine Coon.
Juli dan Maria sempat adu tatapan dan adu mulut dalam diam (tidak boleh berteriak di pet shop, sebab akan mengganggu kenyamanan dari Pety-pety gemoy yang masih tertidur pulas atau masih dalam keadaan tidur-tidur ayam). Mereka berdebat, Siapakah yang lebih berhak membukakan pintu untuk Javas-Pria bertubuh seksi yang memiliki tatapan menghanyutkan itu. Melalui perdebatan panjang yang sangat alot dalam pikiran mereka berdua masing-masing akhirnya, Marialah yang menjadi pemenangnya.
"Swanna, tuan Javas?" Maria berpura bertanya pada Javas, padahal dia sudah tahu jawabannya. Senyuman terbaik yang dia miliki di kembangkan selebar mungkin untuk menarik perhatian Javas. Berharap dengan senyumannya itu, lelah yang terlihat diwajah tampan Javas menghilang. Walaupun itu adalah kemustahilan yang nyata.
"Hem." Javas menyerahkan member card pada Maria. "Sudah bangun anak pemalas itu?"
"S-sudah t-tuan," jawab Maria malu-malu, seolah pertanyaan itu ditujukan untuknya, "Sedang ada di taman belakang, bermain dengan keeper Lisko."
"Oh, thank..." Javas melirik sekilas name tag wanita yang masih terlihat muda ini.
"Maria, tuan." Maria dengan cepat memberitahu namanya. Perasaan setiap hari dan setiap waktu dia selalu memberi tahu namanya pada Javas tapi sepertinya Javas sama sekali tidak mengingatnya.
"Thank you, Maria." Javas tersenyum ramah, mengambil member card itu. Tanpa berbasa-basi, tidak ada mood juga untuk merayu. Javas langsung meninggalkan Maria dan Juli yang tidak ubahnya seperti patung tidak bernyawa.
"Astaga, tuan Javas," lirih Juli yang sedari tadi mencuri pandang, melihat punggung tegap milik Javas. "Bagaimana merebut hatinya," gumam Juli yang justru tertampar pesona dingin nan misterius yang dipancarkan Javas.
"Sepertinya berjelanjang pun Tuan Javas tidak akan tertarik pada kita, Jul." Maria berdiri disamping Julia, mendesah pasrah melihat kepergian Javas sekali lagi tanpa bisa berbasa basi dengannya.
"Telanjang pun tidak akan dilirik, Maria."
"Kriterianya terlalu tinggi," ucap Maria teringat dengan gosip Javas yang pernah menjalin hubungan dengan Top Model Internasional.
***
"Swan!" panggil Javas, senyumnya mengembang riang saat melihat anjing kesayangannya berlari kesana kemari dengan begitu bersemangat. Bulu putihnya benar-benar sangat indah dan bersinar saat terkena cahaya matahari.
Mendengar suara Javas, Swanna langsung berlari mengejarnya. Menggonggong dengan suara khas Swanna yang Javas sangat amat hapal. Dia menduselkan kepala ke dalam pelukan Javas.
"Lisko, thank you," ucap Javas pada Lisko salah satu keeper anjing kepercayaannya.
"Jangan terusmenerus mengucapkan terima kasih." Lisko mengepalkan tangan mengajaknya bersalaman ala lelaki, dengan senang hati Javas menerima salaman itu. "Kau terlihat lelah Vas?" tanyanya lagi, sembari keluar dari pagar pembatas.
"Hem," sahut Javas, menerima tali tuntun milik Swanna dari Lisko.
"Pameranmu 2 hari lagi 'kan?" Lisko bertanya dengan rasa penasarannya. Dia adalah salah satu penikmat hasil karya kerajinan tangan Javas yang bernilai jutaan dolar itu.
Javas menganggukan kepala tanpa bersuara. Dia hanya tersenyum sekilas sembari menguatkan tali tuntun di tangannya. Sebelum berlalu meninggalkan Lisko, Javas menepuk bahu Lisko. Mengucapkan terima kasih sekali lagi pada Lisko karena sudah menjaga anjingnya dengan sangat baik selama ini.
"Kita pulang, honey." Javas mengusap lembut kepala Swanna.
"Guk … guk!" Bahasa Swanna, "Ayo, Pah. Aku rindu, Papa." Swanna mengibaskan ekor kesana kemari pertanda sangat senang.
"Good girl," ucapnya senang.
***
Keluar dari Pet Shop Javas berjalan di trotoar dengan tubuh yang sedikit lunglai. Tujuannya adalah halte yang ada disebrang jalan. Dengan tubuh lelah karena tidak tidur hampir 1 minggu lamanya, dia lebih memilih menaiki angkutan umum daripada menggunakan kendaraan pribadi. Javas masih ingin hidup lebih lama bersama Swanna, dia tidak mau tiba-tiba bangun berada di alam lain bersama Swanna-anjingnya ini.
Javas hanya bisa bergidik ngeri jika mengingat kematian-padahal dia senang sekali mempermainkan kehidupan dan kematian seseorang jika dalam mode on fire dan tingkat imajinasinya untuk mengejar kepuasaan akan seksual-nya menggila dan tidak bisa terbendung lagi. Dia selalu menginginkan sesuatu yang bergairah, bersemangat dan penuh dengan keerotisan untuk mengekspresikan segala jenis imajinasi liarnya tentang seks saat targetnya sudah ada dalam genggamannya. Menjadikan tergetnya sebagai budak pelampiasan akan nafsunya yang menyimpang.
"Ohh, God!" seru Javas mengacak-acak rambut ikalnya, tanpa sadar tali tuntun Swanna terlepas dari genggamannya, "Aku menginginkan seseorang," gumam Javas. "Tapi Siapa?"
"Arghh!" teriak Javas frustasi pada dirinya sendiri. Disisi lain dia harus fokus pada pameran dan berjanji tidak akan mengikat kontrak pada siapapun namun disisi lain Libidonya berteriak ingin dipuaskan.
"Sudah 1 minggu..." matanya berputar mengingat-ingat sudah berapa lama dia tidak menyalurkan hobi gilanya pada seseorang, "Oh, 2 minggu?" Kepala Javas menggeleng dengan cepat, "Bukan 2 minggu!" Lalu kesepuluh jarinya pun ikut menghitung kegilaannya, "Astaga, Swan! 1 setengah bulan aku tidak-"
Tin … tin … tin.
"Swanna!" seru Javas terbangun dari lamunannya. Jantungnya serasa mau lepas dari tempatnya saat melihat Swanna sedang menyebrang jalan sendirian tanpa dirinya.
Dia berlari dengan sangat cepat, berdiri di tepi jalan. Napasnya memburu kesal saat melihat Swanna berada di tengah jalan, duduk santai di antara zebra cross. Tanpa rasa bersalah Swanna memeletkan lidahnya dan berkukur-kukur ria di atas aspal yang sedang ramai kendaraan. "Sialan kau!!" umpatnya gemas.
Dia menyerah dengan kesungguhan hati karena tidak bisa marah saat melihat wajah imut Swanna yang tanpa dosa. Justru dia menyalahkan dirinya sendiri. Sempat-sempatnya dia memikirkan hal lain saat sedang membawa Swanna. Untung saja para pengendara itu pengertian.
"Maaf, tuan, nyonya!!" seru Javas langsung menundukan kepalanya, meminta maaf dengan rasa bersalah karena lalai menjaga anjingnya. "INI ANJING SAYA!!" teriaknya sembari menarik paksa Swanna yang mogok berjalan ditengah jalan karena panik mendengar suara klakson yang saling bersahut-sahutan dan umpatan menyebalkan dari pengendara-pengendara itu.
"Maaf, Maaf! Sekali lagi maafkan saya," ucap Javas saat sudah sampai di tepi jalan. Hanya karena Swannalah dia rela menunduk meminta maaf pada orang.
"Jalan tidak!!" Javas menarik tali tuntun Swanna.
Swanna dengan menggemaskannya menggelengkan kepala. Seolah matanya mengatakan, "Iya Papa aku salah. Maaf, Pah."
"Ok, ok! Aku maafkan," ucap Javas yang seolah tahu bahasa binatang. "Aku menyerah, ok. Jalan!"
Swanna tetap tidak mau jalan, diam ditempat.
"OK! Kau menang!" teriak Javas dengan terpaksa menggendong tubuh gempal Swanna supaya tidak ada drama berkepanjangan dan untuk mempercepat langkahnya juga. "Dasar perempuan," ketusnya. "Ribet!"
"Guk ... guk ... guk." Bahasa Swanna, "Tapi Papa sayang 'kan?"
"Kau selalu merusak fantasiku, Swan!" Javas menepuk-nepuk pantat Swanna dengan gemas, "Awas kau, aku tidak akan memberimu makan, jatah makanmu akan dikurangi dan tidak kuberi kefir. Mau, hah!!" ancam Javas, mencubit-cubit kecil timbunan lemak ditubuh Swanna.
"Guk ... guk ... guk ... guk!" Bahasa Swanna, "Papa Jahat! Swan benci Papa!"
"Aku memang jahat, heh! Kau suka jus naga 'kan? Tidak ada hari ini. Cari makan sendiri!" serunya frustrasi, membenarkan gendongan Swanna supaya anjing itu tetap nyaman dalam dekapannya.
"Jangan menjawabku. Diam!" Javas semakin gemas menamplek pantat Swanna. Saat setiap ucapannya di sanggah oleh anjingny. "Aku paling tidak suka dibantah, ok!"
Tanpa sadar gerak gerik Javas tak luput dari 3 tiga pasang mata yang memperhatikannya sejak saat dia melewati jalan itu.
2 pasang mata memperhatikan Javas dalam tatapan penuh arti. Rencana yang tersturktur jelas terukir di sudut otak mereka.
Dan 1 pasang mata memperhatikan Javas dengan rasa penasaran yang amat menggebu. Bahkan entah mengapa jantungnya berdebar dengan sangat gelisah namun terasa nyaman dalam setiap alunan detakannya. Tubuhnya seolah terbakar akan sesuatu hal yang tidak dia mengerti.
***
Salam
Busa Lin