Happy Reading
***
ROYAL KING APARTEMEN
"Wahhh!" Ocean berseru takjub saat melihat gedung apartemen yang tampak mewah dan bersinar dari luar. Sungguh Ocean benar-benar tidak tahu jika ada apartemen yang sangat mewah dan megah di sekitar sini. Jarak apartemen ini hanya sekitar 1 jam dari kediaman orang tuanya mungkin dari 'Sky' sekitar 3 jam itupun jika tidak macet
"Di sini 'kan?" tanya Mahad memastikan sekali lagi, menggeleng penuh keheranan pada sikap udik putranya. Padahal istana miliknya tidak kalah mewah dari gedung ini dan 'Sky' yang dia bangun khusus untuk Ocean pun tidak kalah mewah dan megah.
"Oce?!" seru Mahad.
"Sip, sesuai google maps." Kata Ocean mengacungkan kedua jempolnya. "Kok, Papa bisa tahu?" tanyanya dengan wajah polos-polos menyebalkan membuat Maya yang duduk dibelakang ingin menguyel-nguyel wajah imut dan tampan milik putranya itu.
"Dasar udik!" Mahad mencelos kesal pada putranya.
"Dih!" sungut Ocean.
"Pertanyaanmu aneh." Mahad tidak kalah bersungut. "Yang lahir duluan siapa, hah? Sejak lahir Papa tinggal di negara ini. Kau lupa. Kau ini anak siapa sih?" Salah satu tangan Mahad menggelitik Ocean dengan gemas dan satunya masih tetap memutar kemudi.
"Iya, iya. Aku anak Papa, lahir di negara ini tapi tidak besar di sini," Ocean menepis tangan Mahad, mencebik kesal menahan geli. "Kenapa Papa tidak pernah membawaku kemari?"
Mahad hanya diam saat Ocean memberikan pertanyaan itu. Dia melihat kearah spion tengah, terpantul jelas wajah istrinya yang mendadak pucat.
"Lihatlah arsitektur gedung ini, Pah?" Matanya menatap takjub pada setiap bangunan gedung-gedung yang memiliki desain unik namun terlihat begitu indah dan mempesona. Dia amat tertarik dengan desain arsitektur yang berhubungan dengan Romawi Kuno dari abad pertengahan seperti ini.
Suatu saat jika ada kesempatan Ocean ingin mempelajari seluk beluk bangunan romawi kuno. Bila perlu dia akan sekolah lagi. "Mungkin, jika Papanya mengijinkan."
Ocean mengedikan bahunya dalam diam, lebih baik menikmati mahakarya yang luar biasa indah ini. "Kapan lagi aku bisa kesini jika tidak bersama Papa dan Mama," batin Ocean. Entah mengapa ada getar halus di hatinya saat mengatakan hal itu. Sepertinya dia terikat dengan tempat ini, apalagi jika melihat King Royal yang menjulang dengan gagahnya, seolah dia memang disambut oleh sesuatu yang teramat istimewa di dalam sana.
"Kota ini memang banyak gedung-gedung yang memiliki arsitektur romawi kuno, Oce. Pemerintah memang sudah memetakannya untuk merapikan tata letak kota supaya tidak amburadul. Jika kau lihat dari atas, kota ini terlihat seperti jajaran kubus yang rapi."
"Benarkah?" Mata Ocean langsung membulat takjub. Jarang ada kota yang terlihat seperti itu. Yang ada pasti akan terlihat seperti kubus yang terhantam ombak. Sangat berantakan dan tidak rapi.
"Hem, Papa akan mengenalkan padamu, siapa saja orang-orang yang berpengaruh di kota ini. Jadi kau punya kesempatan untuk mempelajari lebih jauh tentang tata letak kota ini."
"Ok, siap. Dengan senang hati, Pah." Ocean mengangguk-anggukan kepalanya dengan senang. Dia paling suka seperti ini, mendengar setiap penjelasan Papanya, mendapat akses ilmu dengan begitu mudah. Selalu mendapat dukungan apapun dari Papanya. Asalkan tidak membantah Papanya, semua akan dia dapatkan dengan mudah.
"Daerah ini juga terkenal dengan para penikmat seni dan pencipta seni, Oce. Mereka terkadang berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik dalam bidang yang mereka geluti. Ah, julukannya apa iya, Mah?"
Ocean langsung menolehkan kepalanya ke belakang, menanti jawaban Mamanya
"Eh … i-itu," Maya tergagap, dia terkejut dengan pertanyaan suaminya yang mendadak. Sebab pikirannya sedang berkelana gelisah sejak tadi. "K-kota Seni, Pah, Oce," ucap Maya tersenyum, mengusap pucuk kepala Ocean dengan lembut
"Wahh, berarti banyak seniman di sini?" Ocean semakin antusias.
"Hem," Mahad mengangguk ringan, tersenyum kecil melihat putranya yang selalu antusias jika membicarakan tentang Seni dan Arsitektur Bangunan.
"Kau lihatlah, Oce." Mahad menunjuk salah satu gedung yang sedang dibangun, jika dilihat dengan kasat mata gedung itu terlihat sangat dekat dengan King Royal namun sebenarnya jaraknya cukup lumayan jauh.
Ocean mengangguk. Mana mungkin dia tidak melihat gedung yang masih dalam proses pembangunan itu. Sejak memasuki kota ini bangunan itu sudah mencuri perhatiannya.
"Itu akan menjadi Queen Royal, Oce."
"Queen Royal? Ohh, sepasang dong, Pah?" tanya Ocean semakin takjub, "Akan jadi seperti apa Queen Royal, Pah?"
"Yang jelas akan terlihat lebih elegan dan eksotis dibanding King Royal yang nampak gagah itu, Oce. Kau tahu, Queen Royal rencananya akan dibuat seperti Dewi Medeia yang memancarkan warna keunguan dan sekilas akan dibuat seperti Dewi Psyche yang memancarkan warna kekuningan. Kuat dan lembut, akan jadi satu di Queen Royal. Nanti di puncak menaranya akan-"
"Eh, tunggu, Pah." Ocean menghentikan penjelasan Mahad, "Papa kok bisa tahu rencana kerjanya?" Lagi-lagi Ocean bertanya dengan wajah yang terlihat kagum namun dibarengi dengan wajah bingung yang menggemaskan di mata mereka berdua.
"Oce, Papamu salah satu pemenang tender Queen Royal." Maya akhirnya bersuara, membuat Ocean mengerjapkan matanya.
"Eh, benarkah? Kok aku tidak tahu? Sejak kapan, Pah? Kenapa tidak ada yang memberitahuku? Kapan Papa memenangkan tender itu? Jika dilihat, ini sudah 40%. Setidaknya ini sudah berjalan 6 bulan. Untuk membangun gedung semegah ini setidaknya-"
Tuk!
"Aw!" Ocean mengusap kepalanya yang mendapat jitakan gemas dari Papanya.
"Fokus! Fokus, Oce! Kau pemilik Edificio!" Mahad menjitak kepala Ocean lagi. Putranya harus belajar lebih banyak lagi. "Kau ini … bla … bla."
Perlahan mobil BMW klasik yang dikendarai Mahad memasuki gerbang utama King Royal. Para penjaga mengarahkan supaya untuk berhenti tepat di depan gedung sebab akan ada valet yang memarkirkan mobilnya di basement.
Ocean memberengut sebal, mengusap kepalanya yang sudah dijitak 2 kali oleh Papanya.
Mana tahu dia tentang semua usaha Papanya yang menggurita dalam berbagai bidang itu. Dia hanya fokus pada apa yang Papanya limpahkan padanya. Apa iya, dia harus mengerjakan semua Usaha papanya dalam sekali waktu. Tidak mungkin 'kan?
Ocean mana tahu jika Papanya yang membangun Queen Royal. Yang Ocean tahu, jika distrik P penghasil batu bara terbaik di dunia adalah milik Edificio. Setiap detik menuju menit bendahara keuangan Edificio akan selalu kelabakan menghitung berapa persen keuntungan yang masuk. Itu hanya dari satu sumber, belum usaha-usaha yang lainnya.
Huftttt … Ocean mencibirkan bibirnya jika mengingat semua usaha Papanya yang menggurita dimana-mana. Untung saja Papanya tidak merambah ke dunia obat terlarang, jual beli senjata atau protisusi yang sedang marak. Jika iya? Habislah. Dia akan dicap sebagai putra penghasil Heroin terbaik di dunia. Atau di cap sebagai putra penghasil pelacur ternikmat yang pernah ada.
"No!!" pekik Ocean dalam hati.
"Kau dengar apa yang Papa katakan, Oce?"
"Eh, dengar, Pah." Ocean mengangguk paham, "Tapi, Pelan-pelan, Pah. Tidak mungkin aku menghandle semua pekerjaan Papa dalam waktu singkat. Mungkin 3 atau 10 tahun lagi. Baru juga 2 tahun aku dilimpahkan kuasa Papa. Lagian Ocean juga ingin meneruskan sekolah."
"Sekolah terus! Buat Edificio bangkrut." Mahad mendengus, menghentikan mobilnya sesuai instruksi valet. "Papa juga ingin menikmati masa tua dengan Mamamu ini, Oce. Iya 'kan Mah?" Mahad menoleh kebelakang.
"Iya, Pah," sahut Maya, tertawa kecil.
"Papa sadar tidak, sih? Kalau Usaha Papa itu ada dimana-mana. Dalam waktu 2 tahun ini, mana bisa, Pah!"
Ocean baru benar-benar menetap dan tinggal bersama orang tuanya 3 tahun belakangan ini. 3 tahun lalu saat ia sudah menyelesaikan S1-nya, Ocean langsung diminta Papanya untuk mengambil alih Edificio. Dia baru benar-benar fokus menjalankan tugasnya 2 tahun belakangan ini.
Selama kembali ke negara ini, dia tidak pernah kemana-mana yang dikerjakan hanyalah kerja, pulang, kerja, pulang, pergi bersama Qanshana, menjemput Qanshana dan menghabiskan waktu bersama Qanshana di Sky. Sudah. Hanya itu.
"Ehem? Sudah debatnya, sayang-sayangku?" Suara Maya membuat Mahad dan Ocean serempak menoleh kebelakang.
"Belum!"
"Belum!"
Sahut mereka bersamaan.
"Tapi kapan kita masuknya, Pah, Oce?" tanya Maya mengernyit heran, "Lihat, mereka bertiga sudah siap membukakan pintu untuk kita?"
Mahad dan Ocean langsung melihat kearah jendela. Ternyata diluar sudah ada 3 orang pria berpakaian rapi serba hitam siap membukakan pintu kapan saja sesuai instruksi pemilik mobil.
"Mainmu kurang jauh, Oce." Mahad melepas seatbeltnya diikuti Ocean dan Maya. "Di sekitar sini ada klub malam. Pecinta Seni keindahan tubuh dan semacamnya.
"Maksudnya?" tanya Ocean.
"Papa!!" sentak Maya yang mengerti akan maksud suaminya, dia memukul bahu suaminya dengan gemas.
Belum sempat Mahad menjawab, para valet membantu membukakan pintu dengan sopan. Membantu Maya keluar dari mobil, Ocean langsung menyambut tangan Mamanya dengan cepat. Jangan sampai pria lain menyentuh Mamanya.
Maya langsung melingkarkan tangannya di lengan Ocean supaya tidak ada drama berkepanjangan.
"Maksudnya para pencinta seni keindahan tubuh apa Pah?" tanya Ocean lagi masih penasaran. Membenarkan gandengan Mamanya supaya lebih erat. Mereka bertiga berjalan memasuki apartemen.
"Sriptis dance," Mahad melirik istrinya, yang berpura tidak mendengar ucapannya. Mahad yakin Maya tahu maksud akan semua ini.
"Striptis?"
Mahad mengangguk, "Kau bisa menikmati tubuh telanjang wanita yang sedang menari dengan begitu seksi, meliukkan tubuhnya di antara tiang-tiang. Kau juga bisa menikmati sushi atau makanan apapun di tubuh wanita yang tanpa busana, bermain bersama mereka dengan beribu teknik bercinta yang bergairah. Bagaimana?" Mahad menaik turunkan alisnya menggoda Ocean.
Saat ini, mereka bertiga berdiri di depan lift. Menunggu lift terbuka dengan santai.
"Wahh, ada tempat seperti itu? Dimana, Pah?" tanya Ocean berpura antusias.
Maya dengan gemas mencubit kecil lengan Ocean yang terdengar antusias. Yang dicubit berpura tidak merasakan apa-apa.
"Cantik-cantik tidak, Pah?"
"Cantik. Tapi Mamamu lebih cantik dan lebih seksi, Oce." Mahad terkekeh. Senang melihat reaksi istrinya yang salah tingkah dan malu-malu. Dengan gemas Mahad mengelus pantat istrinya di tempat umum, menggoda istrinya yang selalu terlihat cantik setiap harinya.
Tanpa bersuara Maya berjingkat kaget dengan kelakuan Mahad, mencoba menyingkirkan tangan suaminya yang nakal.
"Kau mau? Nanti Papa daftarkan menjadi pengunjung VIP."
"Eh, jangan bilang jika Papa," ucap Ocean membulatkan matanya, saat Papanya mengeluarkan dompet dan mengeluarkan sebuah kartu.
"Kalau tidak pakai kartu VIP milik Papa dulu." Mahad menyerahkan kartu berwarna ungu tua pada Ocean. Dia sama sekali belum pernah memakai kartu VIP. Untuk apa juga. Sudah ada Maya yang bisa menari di depannya setiap hari.
"Papa? Ocean? Mama ada di sini," sindir Maya memanyunkan bibirnya. Maya yakin 100% Mahad tidak pernah datang klub itu.
"Wah, thanks, Pah. Aku akan ajak Husni." Kata Ocean berpura-pura senang menerima kartu itu dari Papanya.
"Ada Qanshana, Oce." Maya mengingatkan Ocean dengan berbisik lembut di telinga kiri Ocean.
"Eh."
"Nikmati masa mudamu, Oce." Mahad tidak kalah berbisik di telinga Ocean. "Sebelum menikah puas-puaskan dulu, hem. Bermainlah sesukamu."
"Papa! Punya anak dijaga bukan dirusak!" seru Maya memukul perut suaminya dengan sebal.
"Hahaha," Ocean hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan Papa dan Mamanya.
Ting!
Pintu lift terbuka dengan perlahan.
Mahad dan Maya langsung terkesiap saat melihat Sari dan Yasa ada di dalam lift. Begitupun sebaliknya dengan mereka.
Pertemuan ini…
***
Wah…🔥
Selamat Hari Raya Idul Fitri untuk yang merayakan 😊 mohon maaf lahir batin 🥰
Semoga habis lebaran aku bisa kembali produktif menulis 😅
Terima kasih yang sudah baca sampai chap ini. Semoga suka… 😘
***
Salam
Busa Lin