Happy Reading
***
"Maafkan Mama, sayang." Maya membalik tubuhnya, "Ada apa, Oce?"
"Mama cantik," ucap Ocean, melihat wajah Mamanya yang terlihat merona kemerahan.
"Oce…" Maya mendelik gemas pada putranya ini. Salahnya juga saat masuk kedalam kamar, tidak menutup rapat pintunya. Alhasil, saat berperang bibir dengan suaminya yang membuatnya lupa akan segalanya, pintu sebesar dan setinggi itu sama sekali tidak terdengar berderit. Biasanya jika gagang pintunya terbuka suara bukaannya akan terdengar menggema seantero kamar ini.
"Dasar! Kau mengganggu kesenangan Papa, Oce!!" Mahad beranjak dari duduknya, meraih lengan istrinya yang sedang berjalan ke arah putranya.
"Eh, Pah. Ocean belum mengatakan apapun," ucap Maya, tidak lepas pandangannya dari Ocean, tubuhnya terseret. Memang terlihat sangat menggemaskan kedua pasangan yang sudah lanjut usia ini.
"Sudah jangan hiraukan anak menyebalkan itu!" sahut Mahad, menjulurkan lidah meledek putranya. Mereka berdua menuju walk in closet.
Mahad tidak mau menjadi bulan-bulanan putranya karena sudah kepergok bercumbu mesra dengan istrinya tadi. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Ocean memergoki mereka berciuman mesra seperti ini. Jadi Mahad tidak perlu menjelaskan apapun pada Ocean. Lagipula Putranya juga sudah dewasa. Pastilah dia mengerti akan situasinya dan lagipula Mahad yakin jika Ocean sudah pernah melakukannya dengan kekasihnya-yang akan menjadi menantu keluarga Cakrawala ini.
"Dih, tua-tua keladi!" seru Ocean. Sukses membuatnya iri melihat kemesraan mereka yang sudah setua ini tetap terlibat mesra dan penuh keromantisan, "Jadi tidak?!" tanya Ocean yang sudah malas.
"30 menit lagi. Kau tunggulah diluar." Kata Mahad sebelum memasuki walk in closet.
"Eh, Papa mengusirku?"
"Papa mengusir Ocean?"
Tanya Maya dan Ocean bersamaan. Tidak terima dengan pengusiran ini.
"Hish, kalian ini. Keluarlah, Oce…" ucap Mahad dengan suara berat yang mulai serak. Maya tahu tanda suara itu, dia pun hanya bisa tersenyum kecil. Bisa merasakan suaminya yang menahan gairah. Dan putranya tidak peka sama sekali. "Hanya 30 menit, tidak lebih?" lanjutnya lagi, menelan saliva yang terasa berat untuk telan.
"Hanya ganti baju 30 menit? Ayolah, aku masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Lagipula ini pukul setengah 5 sore, Pah." Ketus Ocean.
"Ocean, sayang." Mahad menahan geraman yang sudah mencuat di ujung kepalanya, dan lagi Maya hanya bisa terkikih melihat wajah suaminya yang mulai memerah. "Jangan uji kesabaran Papa, heum?"
"Hoek! Jangan panggil aku sayang, Pah?!"
"Ok, keluarlah." Mahad mengatakannya masih dalam mode sabar. "Hanya 30 menit, Ok. Janji." Bujuk Mahad, seperti membujuk anak kecil yang rewel. Ocean ... Ocean, anaknya walau terlihat tegas dan dingin tapi begitu manja kepadanya dan Mamanya.
Ocean melihat Mamanya, dan Mamanya memberi isyarat menganggukan kepalanya untuk percaya pada Papanya.
"Ok," ucap Ocean mengalah. Diikuti hembusan lega Mahad. Akhirnya, Ocean melangkahkan kakinya keluar dari kamar orang tuanya. "30 menit. Aku tunggu!" teriaknya dengan sangat kencang.
***
"Pah, geli, ih! Kasian Ocean!" Maya menggeliatkan tubuhnya diatas meja rias, saat tangan suaminya memainkan bagian sensitifnya. "Ocean menunggu kita, Pah." Suata Maya tertahan, saat bibir Mahad dengan buas menyesap lehernya turun hingga ke bagian bukit indahnya yang sudah tersaji tanpa sehelai benangpun didepan suaminya ini. Mahad sangat serakah dan rakus memakan tubuhnya ini. "Eum, Mahad." Maya mendesahkan nama suaminya dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang.
"Ingat! Kau adalah istriku, Maya!" tegas Mahad dengan suara yang mendominasi dipendengaran Maya. Dengan diiringan tangannya-istrinya dengan malu-malu membuka kedua kakinya, mempersembahkan mahkota bunganya yang selalu tersaji secara spesial untuknya seorang. Ini sungguh sangat menggodanya. Dia sudah tidak sabar untuk melahapnya habis, membuatnya semakin merekah dengan begitu indahnya.
"Ach! Mahad!" teriak Maya dengan tubuh gemetar mendapat hantam kuat yang memabukkan dari suaminya ini.
"Iya panggil namaku, Maya. Kau istriku, sayang," ucap Mahad sekali lagi.
"I-iya. Ka-kau suamiku, Mahad," ucap Maya dengan tubuh berpeluh keringat, bergerak mengikuti permainan suaminya yang selalu dan selalu bersemangat untuk memuaskannya.
"Hem, Good!" raung Mahad dengan suara serak, merasakan sensasi kenikmatan yang tidak pernah membuatnya bosan ini.
Istrinya harus selalu diingatkan tentang hal ini. Usia pernikahan mereka sudah memasuki 25 tahun. Tapi Maya selalu merasa tidak pernah pantas bersanding dengan dirinya. Padahal wanita yang selalu meneriaki namanya ini adalah wanita yang teramat sempurna untuknya.
Dan selama 25 tahun pernikahan mereka, Mahad sama sekali tidak pernah berselingkuh ataupun 'Jajan' diluar. Baginya, hanya Maya yang bisa memuaskannya. Hanya Mayalah yang selalu mampu membuatnya bergairah hingga dia bisa mencapai puncak kepuasan tak terbatas dan Maya selalu mampu membuatnya terbang hingga langit ketujuh.
Mahad adalah Tipe Pria, jika satu iya satu. Dan hanya Maya! Tidak ada wanita lain yang berhasil memenangkan hatinya selain Maya. Dan dia akan selalu setia dan bertanggung jawab atas diri Maya. Sumpah setia Mahad Cakrawala dia tepati hingga kini.
Ini juga alasan mengapa Mahad, hanya memiliki satu anak. Dia hanya ingin membesarkan Ocean, tidak ingin membagi kasih sayangnya pada anak-anaknya yang lain. Sebab, Mahad memiliki 6 saudara kandung. Dia adalah anak ke 5 dari 7 bersaudara. Dan karena banyaknya saudara yang ia punya, Mahad sama sekali tidak pernah mendapat banyak perhatian dari orangtuanya sejak kecil dan dia tidak ingin jika Ocean merasakan hal itu.
***
"Jarumnya tidak bergerak iya?" sindir Ocean. Melihat pasangan yang selalu merasa muda dan penuh cinta itu mendekat ke arahnya. Wajah tampan Ocean sudah mulai mengusut. Lelah dibohongi dan kesal menunggu Papa dan Mamanya selama satu setengah jam lamanya. Padahal dia sudah mengisi kekosongan waktu dengan bermain game tadi, tapi tetap saja rasanya sangat lama.
"Maafkan, Mama sayang." Maya langsung menggandeng tangan Ocean, merasa bersalah pada Putranya. Suaminya benar-benar tidak bisa menahan diri walau barang sebentar.
"Jika seperti ini, bisa-bisa aku punya adik bayi nih," sindirnya lagi, kali ini melihat Papanya yang berjalan di depannya.
"Tidak akan!" tegas Mahad. "Cucu lebih baik, Oce!" sindir Mahad tidak mau kalah dari Ocean.
"Hemmm…" Ocean melipatkan bibirnya, membenarkan gandengan tangan Mamanya.
"Benar, cucu lebih baik. Qanshana sangat cantik dan kau juga tampan, pasti anak kalian akan bersinar seperti dewa," ucap Maya dengan tersirat. Tidak mau kalah membujuk Ocean. Dia ingin sekali putranya itu segera menikahi Qanshana, jadi hidupnya bisa sedikit tenang untuk prasangkanya yang belum memudar sejak dulu.
Ocean berusaha mengalihkan percakapan pernikahan ini. "Mereka mengundang kita jam 7 malam, Pah!!" ucap Ocean mendelik pada Papanya, berpura tidak ada pembahasan mengenai masalah dunia percucuan tadi, "Ini sudah jam 6. Perjalanan kesana jika sesuai Google Maps memakan waktu 1 jam, itu pun jika tidak macet Pah," ucap Ocean sangat gemas pada Papanya.
"Nikahi Qanshana, jadi kau akan tahu apa yang sedang dialami Papa dan Mamamu," ucap Mahad, membukakan pintu untuk istrinya.
"Masih lanjut nih?" lirih Ocean memutar bola matanya dengan malas.
Ocean akan masuk mengikuti Mamanya untuk duduk di belakang namun dengan cepat Mahad menghalangi langkah Ocean yang akan masuk.
"Qanshana gadis yang sangat pintar…"
"Kenapa bawa-bawa Qanshana?" Ocean memotong ucapan Papanya dengan cepat. Sebal pada Papanya yang menghalanginya untuk duduk dengan Mamanya, "Aku dan Qanshana belum mau menikah." Bukan Ocean namanya jika tidak ngeyel, dia tetap akan masuk. Dengan cepat Papanya mencegahnya, meraih pundaknya dan memitingnya hingga langkahnya terseok mundur ke belakang.
"Papa! Jangan sakiti Ocean," ucap Maya dengan wajah berseri menahan tawa. Bercanda seorang gentleman. Mereka berdua bercandanya memang seperti itu. Seorang Ayah yang ingin melihat putranya menjadi laki-laki sejati.
Dengan mendengus sebal, Ocean berusaha melepas pitingan Papanya yang menariknya, memutari mobil hingga sampai di jok penumpang bagian depan. Papanya membukakan pintu BMW putih klasik yang akan mereka gunakan.
"Masuk," ucap Mahad melepas pitingan, "Papa akan melamarkan Qanshana untukmu secepatnya."
"Eh, tidak bisa seperti itu dong, Pah!" Ocean membenahi pakaian casualnya. "Aku belum mau menikah secepat itu," dengus Ocean. Tinggal suruh aku untuk duduk di depan apa susahnya sih? Kenapa harus memakai kekerasan seperti ini. Ocean tetap menggerutu dalam hati.
"Lantas mau sampai kapan kau menggantung anak orang seperti itu," ucap Mahad.
"Tunggu aku dan Qanshana siap, Pah." Kata Ocean, menatap lekat punggung Papanya yang berjalan memutari mobil. Ocean benar-benar heran dengan tubuh Papanya, yang sudah setua itu namun tubuhnya masih terlihat begitu tegap dan gagah.
"Eh, biar aku saja yang menyetir, Pah," ucap Ocean yang melihat Papanya duduk di balik kemudi. Pikir Ocean, Papanya hanya ingin berduaan di belakang dengan Mamanya.
"Masuklah! Jangan sampai kita terlambat."
"Tidak menyuruh supir, Pah?" Tanya Maya mengernyit heran.
"Tidak perlu. Papa ingin bicara banyak dengan anak nakal ini diperjalanan."
Ohhh!
Maya hanya menganggukan kepalanya paham, sedangkan Ocean hanya bisa menggerutu dalam hati. Seperti ini susahnya, jadi anak tunggal. Semua berpusat padanya.
Huh!
***
Salam
Busa Lin