Suasana masih sepi. Bahkan belum banyak orang yang berlalu-lalang karena masih pukul 6 pagi.
Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi, kemudian membelok tajam memasuki pekarangan sebuah rumah. Setelah mobil berhenti sempurna seorang lelaki turun dari mobil, dengan kasar membanting pintu mobil. Kemudian dengan tergesa-gesa masuk kedalam rumah.
"Papa...? Sudah pulang...?", seorang perempuan berumur 40 tahunan menyambut kedatangan lelaki itu.
Perempuan itu mengambil alih koper yang dibawa oleh lelaki itu, kemudian meraih jemari tangan kanan lelaki itu dan menyalaminya dengan penuh rasa takzim.
"Dimana anak itu...?", lelaki itu bicara dengan nada setengah berteriak.
"Papa tenang dulu, Abang ada di kamar", perempuan itu mengusap lembut dada suaminya, agar lebih tenang.
lelaki itu melangkah menuju kamar yang dimaksud oleh istrinya. Membuka kasar daun pintu.
"Alfan...!!!", lelaki itu bicara dengan setengah berteriak.
Alfan yang masih terlelap tidur segera terbangun mendengar teriakan ayahnya, Alfan tidak beranjak dari posisi tidurnya, hanya mengerutkan keningnya menatap ayahnya yang sudah berdiri di samping tempat tidurnya.
"Mau kamu apa sih...?!", ayah Alfan berteriak meluapkan emosinya.
Alfan dengan santainya duduk dengan kaki yang di tekuk diatas tempat tidur.
"Kamu dengar g'ak papa ngomong apa...?", ayah Alfan kembali berteriak, menarik kasar pundak Alfan agar menatap kearahnya.
Alfan dengan kasar menepis tangan ayahnya. "Apa sih pa, pagi-pagi udah berisik aja. Alfan belum budek kali pa", Alfan bicara malas, dengan gaya cueknya.
Terpancing emosi ayah Alfan langsung mendaratkan tamparan ke pipi kanan Alfan, karena tidak siap dengan gerakan ayahnya yang tiba-tiba Alfan hampir tersungkur jatuh dari tempat tidur.
"Astagfirullah hal'azim, papa", ibu Alfan segera meraih jemari tangan kanan suaminya yang baru saja mendarat di pipi putra sulungnya.
Alfan menatap tajam kearah ayahnya, "Apa sih...? Pagi-pagi udah marah g'ak jelas aja", Alfan bicara malas.
Ayah Alfan melemparkan kertas dari saku celananya, "Kamu baca itu...!!!", ayah Alfan bicara kesal, melempar kasar kertas yang dia pegang ke muka Alfan.
Alfan dengan cueknya membaca tulisan yang ada di kertas, ternyata itu surat panggilan orang tua dari pihak sekolah.
"Berani juga itu nenek sihir", Alfan nyengir kuda.
"Jaga omongan kamu...!!! Dasar anak kurang ajar", ayah Alfan berteriak kesal melihat kelakuan putranya.
"Udah pa...", ibu Alfan menempelkan keningnya di pundak suaminya, kemudian mengusap lembut dada suaminya disela tangis kecilnya.
Alfan mengorek kupingnya dengan kelingking kirinya. Kemudian beranjak dari posisi duduk diatas tempat tidur.
"Mau kemana kamu...!!!", ayah Alfan berteriak kesal.
"Mau kemana Alfan bukan urusan papa", Alfan bicara pelan, kemudian berlalu begitu saja tanpa menghiraukan teriakan kesal ayahnya. atau bahkan ibunya yang mulai menangis.
Alfan melaju dengan kecepatan tinggi bersama motor kesayangannya tanpa arah dan tujuan. Alfan segera menginjak rem saat seseorang tiba-tiba menyebrang, keseimbangan Alfan hilang seketika, motornya meluncur memasuki padang ilalang.
"Resek...!!!", Alfan memukul stang motornya kemudian mengupat kasar, begitu motor berhenti dan dia duduk di samping motornya yang masih berbaring diatas tanah.
Orang yang menyeberang tadi, segera menghampiri Alfan. Tubuhnya yang kecil terbungkus hody, memakai celana gunung, lengkap dengan sendal gunung Eiger membungkus kakinya. "Maaf, kamu tidak apa-apa...?", orang itu bertanya lembut kepada Alfan.
"Kamu pikir...?", Alfan membalas ketus, kemudian mengusap jaketnya, lengan kirinya yang robek tergerus aspal.
"Tangan kamu luka, kita ke panti dulu, obati luka kamu", orang itu kembali menawarkan, kemudian berusaha meraih lengan Alfan.
Alfan menarik kasar lengannya, "G'ak perlu", Alfan bicara kasar.
"Tapi...kamu luka itu", orang itu bicara cemas, tetap menatap luka Alfan.
HP Alfan berbunyi, Alfan segera meraih HP-nya. Hanya diam setelah menerima panggilan masuk, "Iya", Alfan bicara malas. Kemudian kembali memasukkan HP kedalam kantong celananya.
Alfan segera berusaha mendirikan motornya, "Ah...", Alfan berteriak kesakitan, karena luka di lengan kirinya cukup banyak mengeluarkan darah.
"Tangan kamu luka, aku obati dulu di panti", orang itu bicara lagi.
"G'ak perlu", Alfan menjawab ketus, kembali berusaha keras mendirikan motornya.
Orang yang menyeberang segera membantu Alfan.
Alfan segera menaiki motornya begitu motor berdiri sempurna, kemudian berlalu begitu saja dari hadapan orang yang telah membuatnya kesal pagi ini.
***
Jarum jam sudah menunjuk pukul 08.00 wib, Alfan memanjat pagar kebun belakang sekolahnya. Alfan segera mengendap-endap menuju kelasnya yang berada tidak jauh dari posisinya saat ini.
"Dari mana saja sih...? Sudah siang begini baru datang", seorang lelaki muncul tepat di hadapan Alfan.
"Setan alas, bikin kaget saja", Alfan mengupat kesal.
"Guru g'ak masuk...?", Alfan bertanya pelan.
"Guru-guru ada rapat pagi", lelaki itu menjawab santai.
Alfan melangkah perlahan menuju mejanya yang terletak tepat di sudut kiri kelas.
"Alfan Bagustian ditunggu Bu Mayang di ruang BK", seorang anak perempuan bicara setengah berteriak dari pintu kelas.
"Ada apa lagi sih...?", lelaki yang sedari tadi mengekor Alfan bertanya bingung, pagi-pagi Alfan sudah dipanggil ke ruang BK.
"G'ak tahu", Alfan menjawab santai, kemudian melenggang pergi meninggalkan teman lelaki yang mengekor Alfan sedari tadi.
Alfan menghentikan langkahnya tepat didepan tulisan Ruang BK. Ruangan ini terkenal dengan julukan pengendali anak-anak nakal, karena setiap anak yang bermasalah di sekolah pasti akan di hadapkan kepada Guru BK (Bimbingan Konseling), untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak-anak disekolah.
Alfan mengetuk pelan daun pintu yang terbuka.
Seorang perempuan berumur sekitar 23 tahun menoleh kebelakang, segera menghentikan pekerjaannya menatap rak buku dibelakang meja kerjanya.
"Alfan... masuk", perempuan itu melemparkan senyum terbaiknya seperti biasa, kemudian memilih untuk duduk di kursi yang ada di samping Alfan.
"Alfan sudah sarapan...?", perempuan itu bertanya lembut.
Alfan hanya tersenyum kecut mendengar pertanyaan dari guru BK-nya. Bahkan teman-teman ataupun orang tuanya tidak pernah melemparkan pertanyaan seperti itu kepadanya.
Perempuan muda itu melangkah menuju laci mejanya, kemudian mengeluarkan kotak bekal makannya. Setelah membuka kotak makanan dan memasukkan sendok, perempuan muda itu menyerahkan kehadapan Alfan.
"Alfan...", suara Alfan sangat pelan, nyaris tidak terdengar.
Perempuan muda itu kembali melemparkan senyum terbaiknya, kemudian meraih jemari tangan kanan Alfan, agar Alfan memegang kotak bekal dengan baik.
"Ada apa buk Mayang memanggil Alfan kesini...?", Alfan kali ini memilih untuk melemparkan pertanyaan terlebih dahulu kepada perempuan dihadapannya.
"G'ak ada apa-apa. Alfan sarapan dulu, nanti kita bicara setelah perutnya terisi. Saya dengar katanya hari ini seleksi pemain basket, Alfan butuh tenaga ekstra", perempuan itu kembali tersenyum lembut.
Alfan segera memasukkan suapan besar kedalam mulutnya. Perasaannya campur aduk memakan makanan pemberian guru BK-nya ini. Walaupun ini bukan untuk yang pertama kali Alfan diberi makan oleh guru mudanya tersebut.
Perempuan muda itu tersenyum lembut menatap Alfan yang makan nasi goreng dengan lahapnya.
"Alfan putus sama Cita...?", Bu Mayang bertanya ringan.
Akan tetapi pertanyaan itu berhasil membuat Alfan tersedak oleh makannya. Bu Mayang menyerahkan botol air mineral ketangan Alfan.
"Makannya pelan-pelan", Bu Mayang bicara lembut.
Setelah minum, Alfan menarik nafas panjang. "Ibu tahu darimana soal Cita...?", Alfan bertanya bingung.
"Apa sih yang saya tidak tahu soal gosip di sekolah ini...? Apalagi gosip soal calon tunggal ketua tim basket, yang di elu-elukan oleh setiap garis seantero sekolah", Bu Mayang tertawa renyah, memamerkan gigi kelincinya yang berjajar rapi.
Alfan kembali meneguk minumannya dengan salah tingkah.
"Emang susah jadi pacar orang ganteng", Bu Mayang kembali menimpali.
Alfan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian nyengir kuda tanpa bersuara.