"Mana Alfan...?", perempuan yang baru saja mendaratkan tamparan di wajah Disvi bertanya garang.
Disvi tersenyum penuh makna, "Tian lagi...", Disvi bergumam pelan.
"Woi...gue nanya,malah cengar-cengir g'ak jelas", perempuan itu kembali melayangkan kata kasar.
"Maaf mbak, kalau mau bertamu itu yang sopan. Mbak nyari Alfan kesini, kayaknya mbak salah rumah", Disvi berniat untuk pergi dari hadapan perempuan yang ada dihadapannya.
"Ah...satu lagi, seingat saya bukannya mbak sudah putus ya sama Alfan...? Jadi cewek manisan dikit mbak, biar g'ak kabur cowoknya", Disvi melayangkan sindiran pedas.
"Kamu...!!! Woi...balik sini...!!!", perempuan itu tidak terima disindir oleh Disvi.
Disvi tidak menghiraukan panggilan perempuan itu, berlalu memasuki panti dan menuju pintu belakang panti memasuki halaman rumahnya.
Disvi memilih untuk mandi dan kembali bersiap untuk kembali ke rumah sakit. "Mbak g'ak makan dulu...?", perempuan setengah baya bertanya kepada Disvi saat keluar dari kamar.
"Tolong masukin tempat bekal saja, lebihin juga untuk Tian dan Aryo", Disvi memberi perintah sembari mengambil kunci motornya.
Disvi segera memecah keramaian jalanan, tidak butuh waktu lama untuk Disvi sampai ke rumah sakit. Disvi menenteng kotak bekal makanan yang diberi oleh pembantu rumah tangganya.
Disvi mengetuk pintu ruang rawat inap Alfan, setelah ada suara mempersilakan masuk, Disvi memunculkan kepalanya dari balik daun pintu. Terlihat Alfan yang sedang memencet remot TV asal.
"Aryo mana...?", Disvi bertanya pelan, saat tidak melihat keberadaan Aryo.
"Makhluk astral yang satu itu sedang mengantarkan mertuanya pulang", Alfan menjawab asal, tanpa menoleh kearah lawan bicaranya.
"Mertua...? Emang Aryo udah nikah...?", Disvi bertanya bingung.
Alfan bukannya menjawab malah tertawa terbahak-bahak, "Vio jadi orang jangan polos-polos amat kenapa", Alfan kembali tertawa.
Disvi memukul lengan Alfan pelan, "Apa sih", Disvi bicara kesal.
"Aryo lagi PDKT sama cewek, biar g'ak dibilang cupu amat sama orang, hahahaha...", Alfan tertawa renyah.
"Oh...", Disvi ber-Oh ria, dengan cekatan Disvi meletakkan barang bawaannya ke atas meja disamping tempat tidur. "Tian udah makan...?", Disvi bertanya pelan.
"Ntar aja", Alfan menjawab malas sembari membenarkan posisi tidurnya.
HP Alfan berteriak nyaring, Disvi hanya menatap nama yang muncul dilayar HP.
"Telfon tuh", Disvi bicara malas.
Alfan hanya menatap HP-nya yang ada diatas nakas disamping tempat tidur tanpa ada niat untuk menjawab telfon yang masuk. "Siapa ..?", Alfan malah bertanya malas.
"Nisa", Disvi menjawab datar.
"Oh...", Alfan menjawab pelan, tetap fokus dengan TV yang ada dihadapannya.
"Cewek yang mana lagi?", Disvi bertanya sendu.
"Apanya...? Nisa...?", Alfan bertanya bingung, tidak mengerti arah pertanyaan Disvi.
"Apalagi...", Disvi menjawab malas.
"Dia bukan ceweknya Tian, dia cewek yang lagi dideketin Aryo", Alfan menjawab santai.
"Tadi ada cewek yang Tian putusin nyerang ke panti", Disvi bicara malas, sembari menyandarkan punggungnya ke punggung kursi.
"Siapa...?", Alfan mengerutkan keningnya.
"Gini nih yang ceweknya segudang, dasar playboy kacangan. Cewek yang Tian putusin di gerbang sekolah", Disvi kembali mengorek ingatan Alfan.
"Oh... Mau ngapain dia ke panti...?", Alfan bertanya semakin bingung.
"Nyariin Tian", Disvi menjawab pelan, "Ternyata bahaya yah dekat sama playboy kacangan kek Tian", Disvi bicara asal.
"Maksudnya...?", Alfan bertanya bingung, tidak mengerti kemana arah pembicaraan Disvi.
"Hari ini Vio dapat tamparan gratis, besok apa lagi...?", Disvi bertanya pelan.
"Apa...? Vio ditampar sama tu cewek...? Dimana...? Masih sakit...?", Alfan segera berusaha bangkit untuk mengecek pipi Disvi.
"Sakitnya g'ak seberapa, malunya yang luar biasa, dilihat sama anak-anak panti", Disvi bicara kesal.
"Maaf...", Alfan bicara pelan penuh penyesalan. "Tu cewek emang bar-bar, itu yang ngebuat Tian malas sama dia", Alfan memilih bicara jujur kali ini.
"Kalau males kenapa dipacari boy...?", Disvi bertanya sengit.
"Taruhan sama anak-anak", Alfan menjawab santai.
"Enak banget ya cewek cuma dijadiin barang taruhan", Disvi bicara kesal.
"Tu cewek anak sultan, terkenal suka seenaknya memperlakukan orang. Terus...dia juga ngerasa semua cowok bisa dibeli sama dia.
Teman Tian ada yang naksir ama dia, pas nembak bukannya diterima minimal yah...tolak baik-baiklah yah. Malah di permaluin didepan umum, dihina habis-habisan. Ya emang sih, dia dari keluarga yang kurang beruntung, tapi... g'ak gitu juga caranya. Cowok juga punya harga diri kali", Alfan menjelaskan panjang lebar.
"Dia yang minta Tian jadian sama tu cewek, Tian niat awalnya cuma mau balas dendam temennya Tian doang.
Awalnya iseng nembak tu cewek, e...dianya malah pakai hati. Ngerasa Tian miliknya dia aja, apa-apa Tian harus lapor ke dia, tiap jam ditelfonin ditanyain lagi sama siapa dan ngapain.
Tian g'ak ngasih kabar langsung diamukin, ngomong g'ak ada sopan-sopannya. Lama-lama Tian gerahlah diatur mulu, belum jadi istri aja udah kek yang punya kuasa aja atas diri Tian", Alfan mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Cewek Tian ada berapa banyak sih...?", Disvi tiba-tiba bertanya diluar dugaan Alfan.
"Kenapa tiba-tiba nanya cewek Tian...? Mau daftar neng...?", Alfan bertanya sok imut, sembari menaik turunkan alisnya dihadapan Disvi.
"Ogah banget jadi nambah daftar koleksinya Tian", Disvi menjawab sengit.
Alfan menatap sendu kearah Disvi, "Kalau Vio mau jadi cewek Tian, Tian bakal putusin semua cewek-cewek Tian yang lain", Alfan bicara penuh penekanan di setiap kata-katanya.
Seketika jantung Disvi berdetak kencang, susah payah Disvi menguasai dirinya. "Cukup boy becandanya", Disvi berlalu menuju kamar mandi yang ada di sudut ruangan.
Alfan menatap sendu ke punggung Disvi yang menghilang dibalik daun pintu, "Tian serius kali ini Vio, kalau Vio mau jadi pacarnya Tian, Tian akan putusin mereka semua demi Vio", Alfan mengikrarkan janji kepada dirinya sendiri.
***
Nisa kembali memasukkan HP-nya kedalam saku celananya.
"Kenapa...?", Aryo bertanya pelan.
"Tidak diangkat", Nisa menjawab sendu.
"Mungkin lagi ada kerjaan, atau lagi latihan basket kali tu anak. Kan tau sendiri dia jadi capten basket sekolah kita sekarang", Aryo berusaha membesarkan hati Nisa.
"Padahal Nisa...", Nisa tidak melanjutkan ucapannya.
"Ayo pulang, udah selesai semua bukan...?", Aryo kembali bertanya.
Nisa hanya mengangguk pelan, kemudian membantu ibunya untuk turun dari ranjang tempat tidur rumah sakit.
Disudut hati Nisa merasa kecewa karena Alfan tidak pernah muncul setelah operasi ibunya kemarin.
"Fan...kamu dengan gadis yang mana lagi...? Kenapa kamu g'ak pernah tau kalau aku suka banget sama kamu selama ini. Aku harus berbuat apa agar kamu bisa ngeliat keberadaan ku Fan...?", Nisa membatin kecewa.
Aryo dengan telaten menjaga ibu Nisa, setelah memasukkan semua barang bawaan kedalam bagasi, Aryo bergegas membantu ibu Nisa naik ke atas mobil. Kemudian duduk di depan disamping supir.
"Udah tidak ada yang tinggal...?", Aryo menatap Nisa yang ada di bangku belakang.
"Nisa...", Aryo bertanya bingung karena tidak ada jawaban dari Nisa.
"Nak...", ibu Nisa memukul pelan paha putrinya.
"Yah buk, kenapa...?", Nisa bertanya bingung.
"Aryo ngajakin kamu bicara dari tadi, kamu malah diam aja", Ibu Nisa menjelaskan lembut.
Nisa tersenyum canggung, "Kenapa Yo...?", tanya Nisa pelan.
"Sudah tidak ada yang ketinggalan...?", Aryo kembali bertanya lembut disela senyum terbaiknya.
"G'ak, udah semua Yo", Nisa menjawab pelan.