"Alfan mencari cewek yang seperti apa...?", Bu Mayang bertanya lembut setelah Alfan menghabiskan sarapannya.
Alfan hanya nyengir kuda, kemudian kembali menenggak minumannya.
"Cita kurang apa coba...?", Bu Mayang kembali menambahkan.
"Dia terlalu cerewet buk", Alfan tertawa kecil, kemudian meletakkan botol minum ke atas meja.
Bu Mayang tersenyum lembut, "Dia minta Alfan berubah, itu untuk kebaikan Alfan sendiri", Bu Mayang bicara sangat lembut kepada Alfan.
"Alfan g'ak suka di larang buk", Alfan bicara pelan, kepalanya tertunduk menatap lantai yang dia pijak.
"Ibunya Cita tadi kesini, dan meminta untuk Alfan di keluarkan. Katanya Alfan berantem kemarin, dan Cita luka lebam karena dipukul Alfan", Bu Mayang bicara pelan, melihat reaksi Alfan.
Alfan spontan menatap wajah Bu Mayang, "Alfan g'ak mukul Cita buk", Alfan segera protes.
Bu Mayang tersenyum lembut, "Saya tahu, Alfan g'ak akan mungkin berlaku kasar sama perempuan, apalagi main tangan. Karena itu, saya mau dengar fersi cerita dari Alfan...", Bu Mayang bicara lembut meyakinkan Alfan agar tetap percaya kepadanya.
"Cita marah karena Alfan telat jemput dia di Kafe, Alfan ada balap liar. Cita berkali-kali menelfon Alfan, sampai akhirnya Alfan sampai di Kafe, dia langsung marah-marah. Malah Alfan yang ditampar sama Cita.
Alfan ngajakin Cita pulang, tapi... ada teman cowoknya nahan Cita. Kita sempat dorong-dorongan, Cita yang berusaha melerai kena siku tu cowok", Alfan menjelaskan panjang lebar.
Bu Mayang tersenyum lembut, kemudian mengangguk pelan.
"Maaf buk", seorang perempuan menghampiri Bu Mayang, dan menyerahkan beberapa lembar kertas.
"Sudah selesai...?", Bu Mayang bertanya lembut.
Perempuan berseragam putih abu-abu itu hanya mengangguk.
"Alfan boleh kembali ke kelas", Bu Mayang bicara lembut.
Saat Alfan ingin pergi, Bu Mayang tiba-tiba meraih lengan Alfan yang luka.
"Au...", Alfan meringis kesakitan.
"Sudah saya duga, buka jaketnya", Bu Mayang memberi perintah kepada Alfan.
"Alfan baik-baik saja buk", Alfan berusaha protes.
"Disvi duduk dulu", Bu Mayang memberi perintah kepada perempuan yang dari tadi hanya menatap luka Alfan.
"Alfan g'ak apa-apa kok buk", Alfan kembali berusaha protes.
"Duduk", Bu Mayang kembali memberi perintah, Alfan hanya menuruti perintah Bu Mayang tanpa protes kali ini.
Bu Mayang terkenal tegas, walau perawakannya kecil hanya 150 cm dengan berat badan 43 kg. Memiliki senyum yang menenangkan, lesung pipi yang menghiasi pipinya ketika tersenyum dan tertawa menambah poin plus perempuan ini. Guru yang selalu bisa mencairkan suasana, dan banyak disukai oleh siswa seantero sekolah. Tidak jarang ada saja siswa yang datang ke ruangan Bu Mayang, bukan hanya siswa yang bermasalah saja di sekolah, tidak jarang siswa datang hanya sekerdar untuk curhat saja.
Bu Mayang mengeluarkan kotak P3K dari kotak laci mejanya.
"Bu Mayang ini Tomi", seorang perempuan setengah baya membawa seorang anak lelaki dengan tangannya yang masih lekat di daun telinga anak lelaki itu.
"Baik Bu", Bu Mayang tersenyum lembut, melepaskan wanita setengah baya itu pergi dengan wajah kesal.
"Disvi... saya dengar kamu anggota PMR di sekolah sebelumnya...?", Bu Mayang menatap Disvi yang hanya diam sedari tadi di bangku tamu.
Disvi hanya mengangguk pelan, dan menerima kotak P3K dari tangan Bu Mayang.
"Alfan diobati Disvi sana", Bu Mayang mengusir paksa Alfan agar meninggalkan bangkunya.
Alfan dengan enggan duduk di samping perempuan dengan seragam putih abu-abu yang sedari tadi hanya diam membisu.
"Apa lagi kali ini...?", Bu Mayang membuka buku catatannya, yang dikenal oleh anak-anak dengan julukan buku hitam, karena mencatat semua pelanggaran yang dilakukan selama masa sekolah.
"Nenek tua itu yang resek", Tomi bicara setengah berteriak, sembari mengusap pelan daun telinganya yang terasa panas.
Bu Mayang tersenyum mendengar Tomi mengupat kasar, dia sudah terbiasa mendengar anak-anak mengupat kasar tentang ketidak puasaan mereka atas perilaku guru-gurunya.
"Tomi... itu guru kamu. Walau bagaimanapun Bu Yeli hanya ingin yang terbaik buat kamu", Bu Mayang bicara lembut, kemudian menyalin kertas kecil pemberian Bu Yeli, daftar pelanggaran yang dilakukan oleh Tomi.
"Mau sampai kapan kamu selalu bolos...? Cari mati lagi, malah merokok di warung samping rumah Bu Yeli. Hahaha...", Bu Mayang tertawa renyah.
"Ya mana Tomi tahu itu rumahnya Bu Yeli", Tomi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Jangan diulangi lagi, kalau mau nakal main cantik lain kali, jangan suka melemparkan peluru bunuh diri", Bu Mayang bicara lembut, kemudian melemparkan senyum terbaiknya kepada Tomi.
"Ya buk", Tomi menjawab pelan.
"Sudah, kembali ke kelas. Belajar yang rajin", Bu Mayang memberi perintah.
Tomi segera menyalami punggung tangan Bu Mayang.
Begitu Tomi menghilang dari ruang BK, Disvi mengembangkan kotak P3K ke meja Bu Mayang.
"Alfan boleh kembali ke kelas", Bu Mayang bicara pelan.
"Terima kasih buk", Alfan menyalami punggung tangan Bu Mayang, kemudian meraih jaketnya.
"Ah... Alfan", Bu Mayang kembali memanggil nama Alfan saat Alfan sudah sampai di daun pintu.
"Yah...", Alfan menoleh kearah Bu Mayang.
"Sekalian sama Disvi, dia anak baru kelas kamu", Bu Mayang bicara pelan. "Disvi, sama Alfan ya", Bu Mayang mengalihkan tatapannya kepada perempuan berseragam putih abu-abu.
Alfan melangkah perlahan bersama Disvi.
"Kalau langsung diobati tadi pagi, g'ak akan lama menahan sakit", Disvi bicara pelan, nyaris tidak tertangkap oleh gendang telinga Alfan.
Alfan spontan menghentikan langkahnya, kemudian menarik lengan kanan Disvi hingga berbalik tepat berada hanya satu jengkal dihadapan Alfan.
"Kamu...?", Alfan bertanya bingung.
Disvi segera mundur beberapa langkah, "Iya, itu saya", Disvi bicara pelan.
Alfan menatap lekat wajah Disvi, kemudian menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki Disvi.
"Bukannya kamu laki-laki...?", Alfan bertanya bingung.
Disvi spontan memukul lengan Alfan dengan tinjunya.
"Au...", Alfan mengaduh karena Disvi tepat memukul di lukanya.
"Ah... maaf", Disvi segera merasa bersalah, begitu melihat wajah Alfan yang meringis kesakitan, dan berusaha meraih lengan Alfan.
Alfan malah tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Disvi. Kemudian kembali melangkah menuju kelas.
"Yang...", lelaki yang sedari pagi repot dengan Alfan langsung menyambut kedatangan Disvi begitu muncul dari balik daun pintu kelas, berusaha mencium Disvi.
Disvi segera mendorong lelaki itu menjauh dari hadapannya.
"Kenapa...?", lelaki itu protes.
"Ini sekolahan", Disvi memberikan alasan sekenanya.
Lelaki itu hanya mengangguk pelan, "Kamu jadinya pindah kesini yang...?", lelaki itu bicara dengan senyum yang lebar.
Disvi hanya mengangguk pelan.
"Bangku kosong...", lelaki itu menatap ke seluruh ruang kelas. "Kamu duduk di belakang, di samping Alfan", lelaki itu mengambil alih tas Disvi kemudian meletakkan di samping Alfan.
Alfan menatap bingung kearah teman lelakinya ini, "Dito...", belum juga Alfan menyelesaikan ucapannya, guru sudah masuk kedalam kelas.
"Dito, ngapain kamu di sana...?", Bu Yeli bertanya ketus.
"G'ak apa-apa buk kita punya siswa baru", Dito menjawab sekenanya, kemudian beranjak duduk manis di kursinya.
"Kamu siswa baru yang di bilang Bu Mayang...?", Bu Yeli bertanya acuh.
"Iya buk", Disvi mengangguk pelan.
"Ya sudah duduk, kita lanjutkan pelajaran yang kemarin", Bu Yeli meletakkan buku yang dia bawa keatas meja guru.
Suasana kelas langsung hening saat Bu Yeli memulai pelajaran.
"Nenek sihir beraksi", Alfan bicara lirih.
Disvi menatap bingung ke arah Alfan, yang malah asik mencoret bukunya tidak jelas.