Setelah sampai di kamar mandi dengan berjalan tertatih-tatih, tubuh Bellina ditahan oleh sang pelayan yang dengan setia berada di sampingnya agar tidak tejatuh. Bellina berusaha berdiri sendiri tanpa bantuan dari sang pelayan, walaupun terlihat jika pelayan wanita itu sangat mengkhawatirkan keadaan Bellina.
"Bibi boleh keluar, aku bisa melakukannya seorang diri," pinta Bellina.
"Tapi Non, Tuan El bilang jika bibi harus membantu Non Bellina membersihkan tubuh sampai membantu Non Bellina memakai baju," jawab sang pelayan yang bernama Ema itu.
Bellina berusaha tersenyum di depan sang pelayan. "Aku tidak apa-apa, Bi. Aku bisa melakukannya seorang diri. Saat tadi memang rasanya begitu sakit, tapi sekarang rasanya sudah mulai sedikit baikan," jawab Bellina yang terpaksa berbohong dan meyakinkan sang pelayan.
Ema tidak bisa membantah ucapan dari Bellina karena hal itu begitu privasi juga menurutnya.
"Ya sudah kalau begitu, tapi biar bibi yang membersihkan tempat tidur Non Bell, yah," ucapnya.
Bellina menganggukkan kepala sembari menyiratkan senyuman, bibir indahnya begitu pucat. Mencoba menahan rasa sakit di depan orang lain.
Ema segera keluar dari kamar mandi dan membiarkan Bellina membersihkan tubuhnya seorang diri.
Bellina langsung mengunci pintu kamar mandi, terasa jika kepalanya berdenyut lagi dan berusaha dengan sekuat tenaga menekan dinding menggunakan tangannya agar tak terjatuh. Bahkan area sensitifnya pun begitu sakit dan ngilu. Gadis itu sudah tak bisa menahan lagi air matanya untuk tidak terjatuh yang sejak dari tadi ia tahan saat berhadapan dengan El Barack.
Berjalan secara tertatih-tatih menuju bathtub yang sudah terisi air penuh. Bellina menyalakan shower, karena ingin menangis sejadi-jadinya di dalam kamar mandi agar tak ada orang yang dapat mendengar tangisannya.
Air jatuh dengan derasnya yang sudah membasahi seluruh tubuh Bellina. Sedangkan gadis yang sangat menyedihkan itu sudah menangis terisak, menumpahkan rasa kesakitan dan kekecewaan yang dirasakannya.
"Hiks ... hiks ... hiks …"
"Kenapa bibi tega sekali padaku, menjualku kepada pria kejam sepertinya. Apa yang dia harapkan untuk menikahiku. Dia tak memikirkan perasaanku, yang ada di dalam pikirannya hanya seorang keturunan, hiks … memangnya aku apa? Alat untuk melahirkan anak begitu." Bellina terus menangis sejadi-jadinya. Padahal usianya baru menginjak 22 tahun, tapi ia harus merasakan nasib hidup yang miris seperti ini.
"Aku ingin pergi dari sini, tolong aku … bahkan keadaanku sudah sangat menyedihkan, untuk apa aku hidup dengan pria kejam dan tak aku cintai sama sekali," lirih Bellina yang sudah merasa tidak ingih hidup lagi. Rasanya ia ingin segera bertemu dengan kedua orang tuanya di surga.
"Kevin," lirih Bellina yang teringat dengan teman sekaligus pria yang sangat dicintainya. "Kevin, tolong aku!"
Terbesit keinginannya untuk mengakhiri hidupnya jika ia harus menjalani hidup dan menjadi alat permainan bagi pria kejam itu. Bellina sudah tak dapat berpikir jernih lagi dan sudah memantapkan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Sedangkan di lain tempat, El Barack sedang menyesap coklat hangat di pagi hari, sembari membaca majalah bisnis. Sudah kebiasaan bagi El melakukan kegiatan itu di pagi hari. Dan di depannya sudah tersaji beberapa hidangan western untuk mengisi sarapannya, sembari menunggu Bellina.
"Apa sudah selesai, Bi?" tanya El ketika melihat sang pelayan yang diperintahkannya untuk membantu Bellina.
Sang pelayan belum menjawab pertanyaan dari Tuannya. Namun dengan berani sang pelayan mendongakkan wajahnya mengarah ke wajah El yang sedang menatapnya dingin.
"Non Bellina menyuruh saya untuk keluar, Tuan El. Nona mengatakan bisa membersihkan tubuh seorang diri tanpa bantuan saya, mungkin sekarang Non Bellina sudah selesai," jawabnya dengan suara yang bergetar, ia takut jika Tuannya akan memarahinya. Karena Ema tau jika Tuannya begitu tempramen. Kesalahan sedikitpun menjadi fatal baginya.
"Ya sudah kalau begitu, bibi boleh pergi," titah El yang kembali membaca majalah bisnisnya hari ini. Sedangkan sang pelayan sudah pergi dari hadapan El, untuk segera mencuci sprai yang terkena bercak darah akibat semalam.
El Barack menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang majalah, pikirannya sudah dipenuhi dengan keadaan Bellina sekarang. Ia melirik jam di tangannya, hampir setengah jam lamanya tapi gadis itu tak kunjung keluar.
"Apa dia masih berada di kamar?" tanya El pada dirinya sendiri yang langsung bangkit dari duduknya. El Barack segera pergi ke kamar untuk mengecek keadaan Bellina.
Sesampainya di kamar, El barack tak mendapati Bellina. Pria itu mengarahkan matanya ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup.
"Apa dia belum selesai membersihkan tubuhnya," ucap El barack mengira. Tapi ia tak mendengar suara Bellina yang sedang mandi. Namun hanya terdengar derasnya suara air yang mengalir berjatuhan ke lantai.
"Tidak ada yang dapat kulakukan lagi, lebih baik aku mati daripada harus hidup dengan pria sepertinya," ucap Bellina yang secara perlahan akan memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam baththub yang sudah terisi air penuh, bahkan sudah sejak tadi shower menyala sehingga air menggenangi seisi kamar mandi.
"Apa kamu belum selesai juga," teriak El Barack yang mengetuk pintu. Suara baritone itu terdengar samar-samar di telinga Bellina yang sudah memasukkan sebagian tubuhnya ke dalam air.
"Bellina, buka pintunya!" teriak kembali El Barack yang terus menggedor pintu kamar mandi, sedangkan Bellina tak memperdulikan teriakan El Barack, baginya yang sudah dikuasai untuk tidak melanjutkan hidup.
El Barack sudah kehilangan kesabarannya, bahkan gedoran pintu dan teriakannya pun tak digubris oleh Bellina.
"Awas saja jika kamu berani macam-macam di belakangku, aku tidak akan mengampunimu," ancam El barack yang akan membuka paksa pintu kamar mandi dengan cara mendorongnya sekuat tenaga.
"Gubrak …" Pintu kamar mandi terbuka secara paksa.
Mata El Barack terbelalak ketika air sudah hampir menggenangi seisi kamar mandi, bahkan kini matanya mengarah kepada baththub, terlihat tangan Bellina yang sedang memegang ujung baththub, sedangkan tubuhnya sudah tak terlihat masuk ke dalam air.
"BELLINA!" teriak El Barack yang menarik tubuh Bellina cepat dari dalam air. Wajahnya sudah sangat pucat, bahkan tak hanya wajah tapi seluruh tubuhnya pun sudah sedikit kaku.
"Apa kamu berniat bunuh diri di belakangku!" gertak El Barack yang menekan kedua pipi Bellina.
Tanpa berpikir lagi, El Barack langsung memberikan pertolongan pertama dengan cara memberi napas buatan kepada Bellina, menciumi bibir mungil Bellina berusaha untuk menyelamatkan nyawa gadis itu.
Secara perlahan Bellina membuka matanya, bersamaan dengan air yang keluar dari mulutnya walaupun rasanya sudah tidak kuat. Melihat jika El sedang menciumnya. Bellina membulatkan matanya dan langsung mendorong tubuh El dari hadapannya. "Jangan menyentuhku!" seru Bellina yang tidak sudi disentuh oleh El Barack. Sedangkan tubuh El Barack sama sekali tak terjatuh, karena tenaga Bellina yang sudah terkuras habis tidak bisa mendorong tubuh El Barack.
"Dasar bodoh! Kamu ingin bunuh diri di belakangku." El Barack kembali menahan tubuh Bellina agar tak terjatuh ke dalam baththub.
"Tolong, biarkan aku mati," pinta Bellina dengan suara lirihnya, sedangkan tubuhnya masih berada di pangkuan El barack.
"Aku akan mempercepat kematianmu, Bellina. Tapi nanti setelah aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu, jadi bertahanlah karena aku tidak akan membiarkanmu mati secepat itu."
Bellina mencengkeram kuat pergelangan tangan El, walaupun ia sudah tak memiliki tenaga dan air matanya pun sudah jatuh mengaliri pipi wajahnya yang putih.
"Aku ingin mati, hiks ... kamu pria jahat yang sudah menghancurkan semuanya, kenapa harus aku yang menjadi alat permainanmu, hiks …" Isak Bellina yang memukul-mukul tubuh El Barack.
Karena sudah tak kuat, Bellina pingsan tak sadarkan diri dipangkuan El. Keadaan gadis itu benar-benar sangat menyedihkan. Bahkan El Barack sendiri tak menyangka jika gadis polos seperti Bellina dapat melakukan hal senekat ini.
"Jika melihatmu seperti ini, aku ingin segera mengakhiri hidupmu, Bellina. Tapi aku masih sangat membutuhkanmu untuk keturunanku kelak," ucap El barack yang segera membawa Bellina keluar dari kamar mandi dan memberikan pertolongan padanya sebelum nyawa gadis itu tak bisa tertolong.
El Barack membaringkan tubuh Bellina yang sudah basah kuyup ke atas ranjang. Wajahnya begitu pucat dengan bibir mungil yang sedikit membeku.
"Pelayan." Panggil El kepada salah satu pelayannya lagi. Dan datanglah Ema, pelayan yang sudah mengenal Bellina sebelumnya.
Ema terkejut melihat keadaan Bellina.
"Iya Tuan, El," jawabnya dengan nada bergetar.
"Kamu ganti pakaian gadis ini, aku akan menelepon dokter," titah El Barack yang beranjak pergi.
Ema melihat raut wajah Tuannya yang sudah sangat khawatir dengan keadaan Bellina, bahkan dirinya pun tidak tega melihat perempuan yang begitu polos seperti Bellina harus merasakan hal seperti ini.
To Be Continued...