Chereads / Aku Punya Lima Papa / Chapter 30 - Aku Mau Menjaganya

Chapter 30 - Aku Mau Menjaganya

Nenek Jiang pernah menanyakan kepada Jiang Jincheng apa alasan Jiang Jincheng tidak ingin pergi ke sekolah.

Saat itu Jiang Jincheng menjawab pertanyaan Nenek Jiang dengan wajah serius. Dia mengatakan bahwa mereka semua sangat merepotkan, para murid perempuan memintanya untuk menjadi pengantin laki-lakinya dan para murid laki-lakinya memintanya untuk menjadi pengantin perempuan, tapi tentu saja dia tidak mau melakukannya karena dia tidak suka dengan orang yang tidak setampan atau secantik dirinya, dan terlebih lagi mereka semua selalu memiliki hidung yang beringus.

Saat Nenek Jiang mendengarkan jawaban itu, dia hampir saja tidak bisa menahan tawanya.

Setelah mendapatkan persetujuan dari Jiang Jincheng untuk mendaftarkannya bersekolah, Nenek Jiang menggandeng Jiang Jincheng untuk masuk ke dalam. Tiba-tiba dia bertanya kepada Jiang Jincheng, "Kenapa sekarang kamu mau pergi ke sekolah? Apa kamu tidak takut temanmu akan menarikmu menjadi pengantin mereka seperti dulu?"

Jiang Jincheng mengerutkan alisnya. Dia menggelengkan kepalanya kemudian menganggukkan kepalanya.

"Tidak takut, tapi akan sangat merepotkan. Tapi karena Ruanruan mau bersekolah, aku takut nanti akan ada anak yang memintanya jadi pengantin, jadi aku mau menjaganya."

 ***

"Kamu bilang apa?! Kakakku punya anak?! Kamu bercanda! Aku akan lebih percaya jika kamu mengatakan matahari terbit dari barat."

Di sebuah gedung tinggi di Kota Bai, ada sekelompok anak muda yang sedang berkumpul.

Orang yang mengatakan itu adalah seorang anak muda yang memiliki wajah mirip dengan Mu Shen, hanya saja auranya berbeda dengan milik Mu Shen yang tenang dan dingin. Dia meletakkan kedua tangannya di dalam kantong celananya, kemudian di bibirnya ada sebatang rokok yang masih belum menyala, rambutnya berwarna merah dan terlihat sedikit konyol.

"Kamu tidak percaya, kan? Sini, aku akan menunjukkan sebuah foto kepadamu, anak ini, kemarin kami melihatnya sendiri, dia ada di samping kakakmu. Selain itu, kami juga bertanya pada kakek nenek kami dan mereka mengatakan kepada kami dengan jelas bahwa anak ini adalah anak perempuan Mu Shen."

Keempat anak muda yang sedang bicara dengan Mu An adalah 4 anak muda yang sebelumnya dipaksa untuk berlari pagi di taman oleh kakek dan nenek mereka.

Salah satu dari mereka memberikan handphonenya kepada Mu An dan menunjukkan foto Ruanruan. Di foto itu Ruanruan sedang berlatih tai chi dengan para orang tua dan dia terlihat sangat menggemaskan.

Mu An melihat foto itu lalu setelah terdiam sesaat, kemudian ia berkata, "Anak ini cantik, tapi kalian bilang dia anak perempuan? Lalu kenapa tidak memiliki rambut?"

Para anak muda itu seketika terdiam, mereka tidak mengerti kenapa ini adalah hal pertama yang ditanyakan oleh Mu An setelah melihat foto Ruanruan begitu lama.

Mu An mengembalikan handphone yang ada di tangannya.

"Aku tidak mengenal anak ini. Jangan katakan, kalian saat ini sedang bersekongkol untuk menipuku? Kalian tidak memiliki otak atau bagaimana? Setidaknya kalau mau membohongiku carilah hal yang lebih masuk akal. Kakakku memiliki anak?" Mu An mendengus dingin, "Bertahun-tahun lamanya ia tidak pernah memiliki pacar, bahkan aku tidak yakin dia pernah menggandeng tangan perempuan, tapi sekarang kalian bilang dia punya anak?"

Setelah Mu An mengatakan semua itu, dia memutar-mutar kunci mobil di jarinya lalu berencana untuk pergi dari sana.

"Hei Mu An, bagaimana jika kita bertaruh!"

Mu An berhenti sejenak, dia berbalik badan dan melihat keempat anak muda lainnya. Dia bersandar di mobil Maserati berwarna biru miliknya.

Dia mengangkat dagunya kemudian berkata dengan suara menantang, "Katakan bagaimana taruhannya? Hari ini aku akan menemani kalian bermain."

Melihat wajah Mu An saat ini membuat keempat anak muda itu ingin memukuli wajah Mu An.

Salah satu dari mereka berjalan dengan tenang ke arah Mu An, "Kita bertaruh apakah yang kami katakan benar atau tidak. Kalau kamu kalah, maka pesawat terbang pribadimu akan menjadi milik kami, jika kami menang maka rubah salju yang baru aku dapatkan dari papaku akan menjadi milikmu."

Mu An melihat sebuah kartu berwarna emas yang dipegang oleh anak muda itu di antara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Di sekeliling kartu berwarna emas itu terdapat simbol misterius dan di kartu itu terdapat gambar sebuah rubah berekor 9 yang sedang berdiri di atas gunung es.

Rubah salju ekor 9? Jarang sekali aku melihat ada rubah yang sudah menjadi rubah ekor 9. Pikir Mu An.

"Tidak masalah, tapi aku mau melihat perubahan kartu itu terlebih dahulu."

Saat Feng Xian mendengar itu dia langsung melihat tubuh Mu An dari atas hingga bawah lalu melihat rambut merah Mu An.

"Kamu yakin tidak mau pulang dulu? Jika kakakmu melihatmu seperti ini apa kamu tidak takut kakakmu akan memukulimu?"

Mu An tersenyum, "Memangnya aku takut kepadanya?"

Feng Xian kemudian dengan wajah datar mengeluarkan handphonenya, "Tadi aku merekam perkataanmu."

Mu An terkejut dan dia hampir saja terjatuh. Dengan cepat ia berusaha merebut handphone Feng Xian.

"Sial! Dasar penipu! Cepat hapus!"

Feng Xiang melemparkan handphonenya ke temannya yang di belakangnya lalu dia melihat ke arah Mu An, "Bukankah kamu bilang tidak takut? Untuk apa kamu panik seperti ini?"

"Sialan! Aku hanya asal bicara!"

Akan aneh jika aku tidak takut kepadanya! Kata Mu An dalam hati.

Beberapa anak muda itu tersenyum nakal saat melihat Mu An yang panik.

Sedangkan Ruanruan yang sedang menjadi taruhan orang lain sama sekali tidak tahu menahu, dia sedang berada di dapur membantu membuat pangsit.

Di dalam dapur yang sangat luas itu, Ruanruan berdiri di atas sebuah kursi kecil. Satu tanganya memegang sebuah kulit pangsit, lalu tangannya yang lain memegang sendok dan memasukkan isiannya ke dalam kulit pangsit.

Bibi Liu dan kepala pelayan serta 2 pelayan lainnya mengelilingi Ruanruan, mereka terkejut melihat gerakan Ruanruan.

"Nona kecil, Anda pelan-pelan saja, kami tidak terburu-buru. Anda bisa melakukannya dengan perlahan, jika membungkusnya tidak terlalu bagus juga tidak apa-apa, di sini masih ada banyak bahan sehingga jika Anda tidak puas Anda bisa melakukannya lagi."

Ruanruan dengan serius meletakkan isian pangsit ke atas kulit pangsit.

"Ruanruan tidak merasa tegang. Bibi, apa ini benar?"

Bibi Liu menganggukkan kepalanya, "Benar, benar, benar. Seperti ini, kemudian tutup kulit pangsitnya seperti ini, lalu tekan bagian pinggir kulitnya."

"Baiklah." Ruanruan perlahan mulai membungkus pangsit yang ada di tangannya dengan tangannya yang kecil itu, kemudian mulai menekan-nekan pinggirannya.

Gerakannya sangat lambat tapi dia berhasil menekan pinggiran kulit pangsit dengan sangat rapi, bahkan Bibi Liu yang melihatnya merasa terkejut.

Bibi Liu memuji Ruanruan, "Nona kecil, apa Anda pernah membungkus pangsit sebelumnya? Anda melakukannya dengan sangat rapi."

Ruanruan tersenyum manis dan matanya berbinar dengan indah.

"Hm, hm, dulu Ruanruan pernah membungkus pangsit bersama Master, pangsit sayur buatan Master sangat enak."

Tidak lama kemudian pangsit yang gendut telah selesai dibungkus kemudian dimasak.

Ruanruan meletakkan pangsit buatannya di depan pangsit buatan Bibi Liu, kemudian dia melihat pangsit miliknya. Ia melihat ke arah pangsit buatan Bibi Liu dan menyadari bahwa pangsit miliknya berukuran sangat besar jika dibandingkan dengan milik Bibi Liu.

"Bibi, pangsit buatan Ruanruan sangat gendut!"

Ruanruan menolehkan kepalanya dan bicara dengan membawa tawa dalam perkataannya.

Beberapa orang di dapur yang mendengar itu seketika tidak bisa menahan tawa mereka.

"Benar, pangsit Nona sangat besar."

Kemudian terdengar suara tertawa, Ruanruan tiba-tiba menolehkan kepalanya dan bersin, lalu dia menyentuh hidung kecilnya kemudian melihat tangannya… Dia langsung melompat turun dari atas kursi lalu mencuci tangannya dan kembali membungkus pangsit.

Mereka melihat wajah Ruanruan yang putih karena tepung dan mereka langsung tersenyum, tapi mereka tidak memberitahu Ruanruan.

Kepala pelayan mengeluarkan handphonenya kemudian memfoto wajah Ruanruan.

Saat mendengar suara kamera handphone, Ruanruan yang sedang fokus membungkus pangsit langsung menolehkan kepalanya ke arah suara itu. Kemudian saat dia melihat kepala pelayan sedang memfoto dirinya, dia tersenyum lebar dan membuat hati seluruh orang di dalam dapur menjadi luluh.

Pelayan perempuan yang masih muda bahkan langsung memegang dada mereka dan hampir saja berteriak karena melihat wajah Ruanruan yang begitu menggemaskan.

"Oh… Ada tamu."

Saat semua orang sedang asik membungkus pangsit, tiba-tiba terdengar suara bel.

Kepala pelayan meletakkan barang yang dia pegang, "Saya akan pergi melihatnya."

Ruanruan dengan penasaran melihat ke arah luar kemudian dia kembali membungkus pangsit.

Setelah kepala pelayan melihat siapa yang datang dari layar kamera CCTV, dia sedikit tertegun.

"Bagaimana Anda bisa datang kemari?"

Tapi karena orang itu sudah datang, dia tidak mungkin tidak mempersilahkannya masuk.