Chereads / Ganjar Dear Aisyah / Chapter 7 - Titik awal menuju kesuksesan

Chapter 7 - Titik awal menuju kesuksesan

Tidak terasa hari sudah menjelang senja, matahari sudah mulai terbenam tanda siang akan berganti malam, suara gelak tawa anak-anak di halaman rumah sudah mereda, mereka kembali ke rumah masing-masing ada sebagian dari mereka sudah berangkat ke Musala untuk ikut berjamaah melaksanakan Salat Magrib. Saat itu, Ganjar dan Pak Edi sudah berada di Musala berkumpul dengan warga lainnya untuk segera melaksanakan Salat Magrib berjamaah. Sejenak aktivitas warga terhenti dengan bergemanya azan sebagai tanda waktu magrib telah tiba.

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﻧُﻮﺩِﻯَ ﺑِﺎﻷَﺫَﺍﻥِ ﺃَﺩْﺑَﺮَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻟَﻪُ ﺿُﺮَﺍﻁٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻻَ ﻳَﺴْﻤَﻊَ ﺍﻷَﺫَﺍﻥَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗُﻀِﻰَ ﺍﻷَﺫَﺍﻥُ ﺃَﻗْﺒَﻞَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺛُﻮِّﺏَ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﺩْﺑَﺮَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗُﻀِﻰَ ﺍﻟﺘَّﺜْﻮِﻳﺐُ ﺃَﻗْﺒَﻞَ ﻳَﺨْﻄُﺮُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ

"Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqamah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya" (HR. Bukhari no. 608 dan Muslim no. 389).

Dijelaskan pula oleh Ibnu Rajab,

ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ : ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﻓﻀﻞ ﺍﻷﺫﺍﻥ ، ﻭﺃﻧﻪ ﻳﻄﺮﺩ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﺣﺘﻰ ﻳﺪﺑﺮ ﻋﻨﺪﻩ ﻭﻟﻪ ﺿﺮﺍﻁ ، ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﺴﻤﻊ ﺍﻟﺘﺄﺫﻳﻦ .

ﻭﺍﻷﺫﺍﻥ ﻭﺍﻹﻗﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺳﻮﺍﺀ .

"Hadits ini menjelaskan dalil keutamaan adzan dan setan lari dari adzan sampai-sampai setan mengeluarkan kentut agar tidak mendengar adzan. Sama saja halnya ketika adzan dan iqamah (setan juga lari)" (Fahul Bari libni Rajab 5/215)

Muslim yang beriman kepada Allah SWT, akan tahu keutamaan azan, seperti halnya Ganjar dan sang Ayah akan rindu dan sangat senang mendengar lantunan azan, sehingga mereka tidak pernah melewatkan panggilan tersebut. Kehidupan Ganjar dan kedua orang tuanya merupakan cerminan seorang Muslim dengan keimanan yang tinggi yang selalu menanti-nati azan dan bersegera memenuhi kewajiban mereka.

***

Usai melaksanakan Salat Magrib, Ganjar dan Pak Edi sejenak mengikuti pengajian singkat yang hanya dilaksanakan hingga menjelang waktu Salat Isya saja, setelah itu dilanjutkan dengan melaksanakan Salat Isya berjamaah. Sepulang dari Musala, Ganjar hanya duduk santai di teras rumah bersama Haikal yang saat itu menyempatkan diri berkunjung ke kediaman Ganjar dengan maksud menanyakan pekerjaan kepada sahabatnya itu. "Kalau kamu mau ya sudah besok datang saja ke ladang!" ucap Ganjar di sela perbincangannya itu.

"Haikal tampak bahagia mendengar penuturan dari Ganjar yang dengan senang hati menerima dirinya jadi salah satu pekerja buruh di ladang yang dikelola oleh Ganjar. "Iya, Jar. Besok aku pasti ke ladang," jawab Haikal tampak semringah.

Selang beberapa menit kemudian, pria paruh baya dengan berpakaian serba hitam, berjalan menghampiri Ganjar dan Haikal yang sedang duduk di teras. "Assalamu'alaikum" ucap pria paruh baya itu.

Kedua pemuda tersebut menjawab serentak ucapan salam dari pria paruh baya tersebut. "Wa'alaikum salam."

Ganjar menyambut hangat kedatangan pria paruh baya itu. "Silahkan duduk, Pak!"

"Iya, Nak. Terima kasih," ucap pria paruh baya itu.

Ganjar dan Haikal langsung berjabat tangan dengan tamu tersebut, penuh keramahan dan bersikap hormat terhadap tamu itu. "Maaf sebelumnya ya, Nak. Kedatangan Bapak mengganggu waktu santai kalian," ucap pria paruh baya itu. "Perkenalkan, Bapak ini Haji Syueb orangtua dari Rara," ucapnya lirih memperkenalkan diri dengan ramahnya.

"Iya, Pak Haji. Saya kenal dengan Rara, dia adalah sahabat saya waktu SMA." Ganjar terus memandangi wajah pria paruh baya itu.

"Bapak ke sini, ingin meminta bantuan kamu, Nak!" ucap Haji Syueb lirih.

"Minta bantuan tentang apa ya, Pak?" tanya Ganjar menatap wajah pria paruh baya yang mengenakan peci hitam itu.

"Kemarin siang Bapak dapat kabar dari Cintia, katanya Rara sempat bicara kepada Cintia mau main ke sini," jawab Haji Syueb.

"Iya, kemarin Rara juga sempat SMS Ganjar katanya mau ke sini, tapi saya tunggu-tunggu tidak datang juga." Ganjar menjelaskan dengan raut wajah tampak penasaran.

Dalam hati pemuda tersebut, terus bertanya-tanya. Ada apa dengan Rara hingga orang tuanya mencari Rara ke kediamannya. "Ke mana perginya putri Bapak ya, Nak?" terpancar rasa kekhawatiran dari raut wajah Haji Syueb. "Bapak minta bantuan Nak Ganjar kalau memang nanti Rara menghubungi Nak Ganjar tolong sampaikan pesan Bapak kepada Rara!" sambung Haji Syueb.

"Insya Allah, Pak. Nanti Ganjar akan mencoba menghubunginya dan akan Ganjar nasehati Rara," ucap Ganjar lirih.

Setelah jelas semua Haji Syueb pun langsung pamit kepada Ganjar dan Haikal, setelah berjabat tangan dan mengucap kalimat salam, pria paruh baya itu langsung berlalu dari kediaman tersebut melangkah pulang meninggalkan Ganjar dan Haikal.

Tidak lama kemudian Pak Edi keluar dengan membawa ponsel milik Ganjar dan langsung menyerahkannya kepada putranya itu.

Ganjar langsung meraih ponsel tersebut. "Ada apa, Pak?"

"Ada SMS masuk, tadi ponselnya bunyi," jawab Pak Edi lirih.

Ganjar langsung membaca beberapa pesan dalam ponselnya tersebut. "Maafkan aku, Jar. Aku tidak jadi datang ke rumah kamu. Saat ini aku sedang berada di rumah pamanku," tulis Rara sebuah pesan singkat yang ia kirim ke nomor kontak Ganjar.

"Dari siapa, Nak?" Pak Edi tampak penasaran.

Ganjar menghela napas panjang tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. "Rara, Pak," jawab Ganjar.

Haikal meluruskan pandangannya ke wajah Ganjar kemudian bertanya lirih. "Ada di mana katanya, Jar?"

"Rara berada di rumah pamannya," jawab Ganjar.

Pak Edi mengerutkan kening tidak paham apa yang dibicarakan oleh kedua pemuda tersebut. Kemudian, Ganjar pun menjelaskan kepada orang tuanya bahwa beberapa saat yang lalu ada orang tua Rara datang mencari putrinya tersebut.

***

Esok paginya sekitar pukul 7:00,

Pak Edi sudah bersiap untuk segera berangkat ke ladang. "Bu, Bapak berangkat sekarang." Pak Edi pamit kepada sang Istri.

"Iya, Pak. Ganjar tidak berangkat bareng, Pak?"

"Nanti katanya, Bu," jawab Pak Edi langsung melangkah keluar rumah.

Setelah Pak Edi berlalu dari kediamannya, Bu Ratna melangkah menuju kamar putra semata wayangnya itu, perlahan mengetuk pintu kamar tersebut. "Tok, tok, tok, Nak!" panggil Bu Ratna lirih.

"Iya, Bu." Ganjar bergegas membuka pintu kediamannya tersebut. "Ada apa, Bu?" sambung Ganjar lirih.

"Kamu tidak bareng Bapak ke ladangnya?" tanya Bu Ratna menatap wajah Ganjar.

"Nanti, Bu. Ganjar belum selesai menyetrika pakaian!" dengan lirihnya Ganjar menjawab pertanyaan dari sang Ibu.

Bu Ratna tersenyum dan merasa bangga dengan sikap putranya itu, yang tidak mau merepotkan sang Ibu. "Ya sudah, Ibu saja yang menyelesaikan setrikaan kamu!"

"Tapi, Bu?..."

"Sudah berangkat sana!" perintah sang Ibu dengan penuh kelembutan.

Ganjar hanya diam dan langsung bersiap untuk segera menyusul sang Ayah yang sudah berangkat lebih dulu ke ladang. "Ganjar berangkat sekarang ya, Bu," pamit pemuda itu dengan mencium tangan sang Ibu penuh keramahan dengan sikap hormatnya.

Usai pamit, Ganjar langsung berangkat ke ladang untuk segera bekerja menggarap tanah yang dipercayakan oleh Haji Syarif kepada Ganjar sebagai keponakannya itu. Setibanya di ladang, Ganjar langsung menghampiri sang Ayah yang kebetulan saat itu sedang berkumpul dengan beberapa pekerja yang hari itu siap membantunya untuk mengelola tanah pertanian tersebut.

Ganjar langsung mengucapkan salam dengan lirihnya. "Assalamu'alaikum."

Semua yang ada di tempat tersebut menjawab ucapan dalam tersebut secara bersamaan. "Wa'alaikum salam."

Setelah semuanya, berkumpul Ganjar sedikit memberikan arahan kepada para pekerja barunya, yang hari itu akan memulai aktivitas pembukaan lahan pertanian baru yang ia kelola. Ganjar memberitahu lokasi tanah yang akan digarap terlebih dahulu.

***