Di persimpangan gang yang mengarah ke jalan desa, Ganjar sedikit merasa terkagetkan oleh hadirnya Rara yang tiba-tiba
Gadis itu tanpa sungkan memeluk Ganjar dari belakang. "Ganjar, kamu mau ke mana?" tanya Rara.
"Astaghfirullahal'adziim." Ganjar berusaha melepas pelukan Rara. "Tidak enak, Ra. Kalau dilihat warga!" sambung Ganjar.
"Iya, maaf. Aku gemas kalau melihat kamu." Rara tersenyum memandang wajah Ganjar.
"Kamu habis dari mana?" tanya Ganjar balas memandang wajah Rara.
"Aku baru pulang dari Bandung," jawab Rara lirih.
Keduanya terus berbincang, hingga pada akhirnya, Ganjar memberitahukan kepada Rara kalau dirinya sudah bertunangan dengan Aisyah. Seketika raut wajah gadis itu berubah, Rara tampak kecewa dengan kabar tersebut. "Kamu benar-benar yakin, menjadikan Aisyah sebagai istri kamu?" tanya Rara tampak serius.
Ganjar tersenyum dan menjawab sejujurnya. "Iya, Insya Allah, Aisyah akan ku jadikan makmumku." Ganjar tampak santai dan tidak paham dengan perasaan yang dimiliki oleh Rara terhadapnya.
Rara tertunduk di hadapan Ganjar. "Kamu kenapa, Ra?" tanya Ganjar merasa aneh akan perubahan sikap yang ditunjukkan oleh Rara.
"Tidak apa-apa, Jar." Rara mengangkat wajah dan langsung pamit kepada Ganjar.
Ganjar kembali melanjutkan langkah untuk segera menuju kediaman sang Paman, Ganjar sedikit merasa aneh dengan sikap Rara saat itu. Namun, ia berusaha untuk tidak peduli dengan sikap gadis tersebut.
Setibanya di kediaman sang Paman, Ganjar langsung melangkah mendekat ke arah pintu rumah tersebut. "Assalamu'alaikum," ucap Ganjar lirih.
"Wa'alaikum salam," jawab Hajah Mae bergegas membuka pintu dan langsung mempersilahkan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah.
Di ruang tengah sang Paman sudah menunggu keponakannya itu, Ganjar langsung melangkah menghampiri sang Paman dan mereka pun langsung melakukan perbincangan. Setelah hampir satu jam berbincang, Ganjar langsung pamit kepada Haji Syarif dan Hajah Mae.
***
Malam harinya, di kediaman Ganjar sedang diadakan syukuran sebagai bentuk rasa terima kasih terhadap Sang Pencipta atas nikmat dan anugerah rizki yang telah Allah berikan kepada keluarganya, dengan mengundang saudar dan para tetangga dekat. "Nak, ada Aisyah tuh baru datang!" bisik Bu Ratna lirih.
"Ajak masuk saja, Bu!" pinta Ganjar lirih.
Bu Ratna hanya tersenyum kemudian melangkah menghampiri Aisyah yang baru tiba itu. Ibu paruh baya itu, langsung mengajak calon menantunya untuk masuk ke dalam rumah. "Silahkan duduk, Neng!" ucap Bu Ratna lirih.
"Iya, Bu." Aisyah duduk di samping Ganjar.
"Assalamu'alaikum," bisik Ganjar tersenyum memandang wajah cantik Aisyah.
"Wa'alaikum salam," jawab Aisyah lembut.
Beberapa saat kemudian, acara syukaran pun dimulai. Pak Edi langsung mengutarakan niat dan maksudnya di hadapan para undangan, ia menjelaskan syukuran tersebut sebagai bentuk rasa terima kasihnya kepada Allah atas kelancaran acara panen di perkebunan yang dikelola oleh Ganjar.
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Ibrahim ayat 7 berikut ini.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, "Sesungguhnya jika kalian bersyukur (atas nikmat-Ku), pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih."
***
Usai acara syukuran, Aisyah ikut membantu Bu Ratna untuk merapikan ruangan rumah dari sisa-sisa makanan dan kembali merapikan piring dan gelas yang kotor, untuk dicuci.
"Alhamdulillah acaranya berjalan lancar ya, Pak," ucap Ganjar memandang wajah sang Ayah.
"Iya, Nak." Pak Edi tampak semringah. "Aisyah di mana, Nak?" sambung Pak Edi.
Ganjar menjawab lirih pertanyaan sang Ayah. "Ada di dapur sedang membantu Ibu."
Pukul 20:00, Ganjar mengajak Aisyah untuk bersantai sejenak di teras rumah. "Kita santai di luar dulu, Ay!"
Aisyah hanya mengangguk, kemudian berjalan mengikuti langkah sang Kekasih. Mereka, langsung duduk saling berhadapan. Antara keduanya saling melontar senyum, sebagai ungkapan rasa kebahagiaan yang mereka rasakan malam itu.
Aisyah berpikir dirinya merupakan seorang wanita yang paling beruntung yang bisa melukuhkan hati seorang pemuda tampan itu. Ganjar pun berpikiran sama, ia merasa bangga karena sebentar lagi akan terikat dalam sebuah pernikahan dengan Aisyah. "Kamu sudah makan belum, Ay?" tanya Ganjar lirih.
"Aku sudah makan di rumah sebelum ke sini," jawab Aisyah. Wajah bersihnya menyunggingkan seulas senyum tipis, menampakkan kecantikan yang ia miliki.
Ganjar tersenyum dan meraih lengah gadis cantik berkerudung itu. "Nanti, kalau pulang bawa makanan untuk Bapak yah!" kata Ganjar lembut, suaranya terdapat rasa cinta dan kasih sayang yang begitu tinggi untuk Aisyah.
"Iya, Jar. Nanti, pukul sembilan aku pulang," dengan balas menyentuh telapak tangan sang Kekasihnya itu, menggenggam erat penuh rasa cinta dan kasih sayang.
Tanpa mereka ketahui, di balik pagar di jalan yang ada di depan halaman rumah tersebut. Diam-diam, Rara dan Dedi sedang memperhatikan kemesraan antara Ganjar dan Aisyah.
Rara berulang kali menghela nafas dalam, ia terbakar rasa cemburu dan Rara pun merasa iri dengan sikap mesra yang ditunjukkan oleh Aisyah dan Ganjar. "Aku harus berusaha untuk memisahkan mereka." Rencana busuk mulai merasuk dalam pikiran Rara.
Dalam jiwanya mulai berkecamuk rasa benci dan rasa ingin menghancurkan kebahagiaan Aisyah dan Ganjar. "Ayo, Di. Kita pulang sekarang!" ajak Rara penuh kekecewaan.
"Katanya mau ke rumah Ganjar?" Dedi balas bertanya dan sedikit menoleh ke arah belakang.
"Tidak jadi." Rara tampak kecewa dan ingin segera pergi dari tempat tersebut.
Dedi pun langsung melajukan motor perlahan meninggalkan tempat tersebut.
Tepat pukul sembilan, Aisyah pamit kepada Ganjar dan juga kepada kedua orang tua Ganjar. Bu Ratna memberikan sedikit makanan dan daging ayam untuk Haji Mustofa sebagai calon besannya itu.
"Terima kasih ya, Pak, Bu." Aisyah langsung mencium tangan kedua calon mertuanya itu, setelah mengucap kalimat salam, Aisyah langsung melangkah menuju mobil. Perlahan melajukan mobilnya dan berlalu dari kediaman tersebut.
***
Ganjar langsung melangkahkan kedua kakinya untuk segera masuk ke dalam kamar, di dalam kamar ia hanya berbaring dengan mengamati ruang kamar yang saat itu sudah tampak nyaman dan berukuran jauh lebih besar dari ukuran kamar lamanya. "Rumah ini akan lebih berwarna lagi, jika Aisyah sudah resmi menjadi istriku," ucap Ganjar lirih.
Kemudian, Ganjar langsung membenamkan tubuh dalam sebuah selimut besar, hingga Ganjar terlelap tidur.
Pukul 4:30, Ganjar dibangunkan oleh sang Ibu untuk segera melaksanakan Salat Subuh. "Nak, bangun sudah pagi!"
"Iya, Bu." Ganjar bangkit dan segera meraih handuk melangkah ke kamar mandi.
Usai mandi, Ganjar langsung berangkat ke Musala bersama sang Ayah yang sedari tadi sudah menunggu diteras rumah.
"Ayo, Pak. Kita berangkat sekarang!" ajak Andi lirih.
Pak Edi bangkit dan langsung berjalan bersama putra semata wayangnya itu untuk segera menuju ke Musala yang tidak jauh dari kediamannya itu.