Sebulan kemudian.
"Kan aku pernah bilang kepada Aa, jangan terlalu cape. Aa harus bisa menjaga kondisi tubuh supaya tidak jatuh sakit!" Aisyah mengenggam telapak tangan Ganjar, ia tampak cemas dengan kondisi Ganjar saat itu.
Ganjar tersenyum dan berkata lirih di hadapan Aisyah. "Kamu jangan khawatir, aku tidak apa-apa. Hanya kelelahan saja!" Ganjar terus menatap wajah sang Kekasihnya itu.
"Habis Zuhur ke klinik ya, A." Aisyah mengajak kekasihnya untuk melakukan pemeriksaan ke klinik, karena Aisyah merasa khawatir.
"Tidak usah, Ay. Aku baik-baik saja kok!" Ganjar enggan untuk berobat ke klinik. "Kalau istirahat penuh, nanti sembuh sendiri, Ay," sambung Ganjar berkata lirih.
Tidak lama kemudian, Bu Ratna datang dengan membawa semangkuk bubur untuk Ganjar, dengan cepat Aisyah meraih mangkuk tersebut.
"Sini, Bu. Aisyah saja yang menyuapi Aa," pinta Aisyah ramah.
Bu Ratna tersenyum dan langsung berlalu dari hadapan Aisyah dan Ganjar, Aisyah langsung menyuapi kekasihnya itu penuh dengan kasih sayang.
Menjelang magrib, Aisyah pamit pulang kepada kedua calon mertuanya dan juga kepada Ganjar. "Kamu baik-baik ya, A!" kata Aisyah bangkit.
Setelah mengucapkan salam, Aisyah langsung berlalu dari hadapan Ganjar dan juga kedua calon mertuanya itu. Meskipun ia sangat khawatir dengan kondisi Ganjar yang tampak lemah itu.
Setibanya di rumah, Aisyah langsung memasukkan mobil ke dalam garasi. Kemudian, langsung mengunci garasi dan melangkah masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum," Aisyah mengucap salam dan bergegas melangkah menghampiri sang Ayah yang sedang santai di ruang tengah.
"Wa'alaikum salam," jawab Haji Mustofa lirih.
"Bapak sudah makan belum?" tanya Aisyah menatap wajah sang Ayah.
"Sudah, tadi Bapak makan sama ayam balado yang kamu buat itu," jawab Haji Mustofa lirih.
"Ya Allah, Bapak. Itukan Aisyah buat tadi pagi dan belum dihangatkan." Aisyah tampak merasa bersalah karena terlambat pulang dan lupa memasak untuk ayahnya.
"Tidak apa-apa, Neng. Sudah Bapak hangatkan, kamu jangan khawatir!" terang Haji Mustofa tertawa kecil. "Bagaimana keadaan Ganjar, Neng?" sambung Haji Mustofa.
"Kondisi Ganjar masih lemah, Pak." Aisyah menghela nafas panjang dan bersandar di sopa yang ia duduki.
Esok harinya, setelah selesai memasak dan merapikan rumah. Aisyah langsung izin kepada sang Ayah untuk segera ke rumah Ganjar. Aisyah mengendarai mobil sedan merah miliknya, sebelum tiba di kediaman Ganjar ia menyempatkan diri untuk belanja makanan ringan dan yang lainnya untuk diberikan kepada Bu Ratna sebagai calon mertuanya itu.
20 menit kemudian, Aisyah sudah tiba di kediaman Ganjar. Saat itu juga, Aisyah mengajak kekasihnya itu untuk melakukan pemeriksaan kondisi tubuhnya ke klinik yang ada di desa tersebut, awalnya Ganjar bersikeras menolak ajakan Aisyah. Namun setelah dibujuk akhirnya Ganjar pun bersedia untuk berobat. "Bu, Aisyah mau mengantar Ganjar berobat dulu ya," ucap Aisyah pamit kepada Bu Ratna.
"Iya, Nak." Bu Ratna tersenyum menatap wajah cantik calon menantunya itu.
Ganjar bangkit dan langsung melangkah bersama Aisyah menuju ke arah mobil yang terparkir di halaman rumah tersebut.
"Ganjar ke mana, Bu. Kok tidak kelihatan?" tanya Pak Edi yang saat itu baru tiba dari perkebunan.
"Sedang ke klinik bersama Aisyah," jawab Bu Ratna lirih.
Setengah jam kemudian, Aisyah dan Ganjar sudah berada di rumah. Ganjar langsung berbaring di ruang tengah di atas kasur yang sengaja digelar oleh Pan Edi atas permintaan Ganjar.
"Bagimana, Neng. Kata Dokter tentang kondisi Ganjar?" tanya Bu Ratna lirih.
"Kata Dokter hanya kelelahan saja, Bu," jawab Aisyah lirih.
Bu Ratna sedikit merasa lega mendengar jawaban dari Aisyah. Setidaknya wanita paruh baya itu tidak terlalu cemas mengenai kondisi putra semata wayangnya itu.
Aisyah tampak semringah melihat keadaan Ganjar yang saat itu sudah mulai pulih. Begitupun dengan Bu Ratna sangat bahagia melihat kondisi Ganjar yang sudah tidak pucat lagi.
"Sudah sore, Aisyah pulang dulu ya, Bu," ucap Aisyah mengarah kepada Bu Ratna.
Aisyah langsung meraih tangan Bu Ratna dan mencium penuh rasa hormat, kemudian ia pamit kepada Pak Edi dan juga Ganjar.
"Hati-hati di jalan ya, Ay!" Ganjar tak hentinya memandang wajah cantik sang Pujaan hatinya.
"Iya, A." Aisyah langsung berlalu dari kediaman tersebut.
Pak Edi bangkit dan melangkah ke arah belakang. "Bapak mau ke mana?" tanya Bu Ratna lirih.
"Mau merapikan pagar, Bu." Pak Edi kembali melanjutkan langkahnya menuju ke arah belakang rumah.
Malam harinya, Pak Danu dan Saipul berkunjung ke rumah Ganjar. Mereka membawa buah-buahan dan kue yang sudah dikemas dalam sebuah dus kecil. Mereka sengaja datang semata-mata untuk menjenguk Ganjar yang sedang sakit, setelah dipersilahkan masuk Pak Danu dan Saipul langsung menuju ruang tengah menghampiri Ganjar yang sedang duduk bersama Pak Edi.
"Bagaimana kabarnya Nak Ganjar?" tanya Pak Danu mengulurkan tangan seraya bersalaman dengan Ganjar dan juga Pak Edi.
"Alhamdulillah, sekarang sudah baikkan, Pak," jawab Ganjar tersenyum ramah.
Ganjar langsung mempersilahkan duduk kepada Pak Danu dan Saipul, Pak Danu dan Saipul langsung duduk di samping Pak Edi sembari menyerahkan kue dan buah-buahan kepada Bu Ratna.
Bu Ratna meraih buah-buahan dan kue yang diberikan oleh Pak Danu yang sudah dikemas dalam sebuah dus kecil.
"Terima kasih ya, Pak. Jadi merepotkan," Bu Ratna kemudian melangkah ke dapur hendak membuatkan kopi untuk Pak Danu dan Saipul.
Beberapa menit kemudian, Bu Ratna sudah kembali ke ruang tengah dengan membawa dua gelas kopi dan satu toples makanan ringan, kemudian ia letakan di atas meja yang ada di ruangan tersebut. "Ini kopinya, Pak Danu, Saipul!" ucap Bu Ratna lirih.
"Iya, Bu. Terima kasih." Pak Danu dan Saipul tersenyum penuh keramahan.
Pak Danu kembali meluruskan pandangan ke arah Ganjar dan ia mulai bertanya tentang sakit yang diderita oleh pemuda tersebut.
"Menurut Dokter, Nak Ganjar sakit apa?" tanya Pak Danu lirih.
"Hanya demam saja, Pak. Alhamdulillah sekarang sudah mendingan," jawab Ganjar tersenyum manis.
"Ada sebuah hadits yang menerangkan bahwa penyakit demam itu merupakan penghapus dari segala dosa yang ada pada diri kita," terang Pak Danu.
"Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan kesalahan-kesalahan anak adam, sebagaimana alat pandai besi itu bisa menghilangkan karat besi," (HR. Imam Muslim).
Menurut Imam Ahmad dengan sanad yang shahih dari Ibunu Umar, Rasulullah Saw bersabda: "Demam yang menimpa dalam sehari dapat menghapuskan dosa selama setahun."
Saking bisanya penyakit demam ini menghapus dosa, bahkan ada beberapa sahabat yang mencintai penyakit demam bersemayam dalam dirinya, semata-mata ingin mendapatkan khasiat sakit demam dalam menghapuskan dosa-dosa manusia. Sebagaimana yang diucapkan Abi Dunya, "Mereka (para salaf) senantiasa berharap agar menderita sakit demam dalam suatu malam sebagai penghapus dosa-dosa yang telah berlalu." Subhanallah!
Rasulullah sendiri termasuk manusia termulya sepanjang zaman, pernah terjangkiti demam. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, "Aku pernah memasuki ruangan Rasulullah Saw, saat beliau terkena demam. Maka, aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau terkena demam yang sangat parah?' Rasul Saw menjawab, 'Benar, aku terkena demam seperti dua orang dari kalian terkena penyakit ini'. Aku bertanya, 'Kalau begitu, apakah karenanya engkau mendapatkan dua pahala?' Beliau menjawab, 'Ya'."
ucap Pak Danu menuturkan.