Esok harinya, pukul empat pagi Ganjar sudah bangun dari tidurnya. Setelah mandi, ia langsung bersiap untuk melaksanakan Salat Subuh, beberapa saat kemudian terdengar alunan azan berkumandang.
Ganjar dan Pak Edi bergegas menuju Musala untuk melaksanakan Salat Subuh berjamaah. Selepas salat, Ganjar menikmati sarapan bersama kedua orang tuanya di teras rumah, tampak rukun dan selalu dalam keadaan bahagia. Mereka sukses merubah hidup, semua tak lepas dari doa dan kerja keras yang selama ini mereka lakukan.
"Sudah dua hari, paman tidak datang ke perkebunan ya, Pak?" tanya Ganjar lirih.
"Katanya sih, sedang ke Jakarta." Pak Edi sedikit menggeser kursi yang ia duduki. "Terus kata pamanmu, besok dia transfer uang ke rekening kami, Nak," sambung Pak Edi sembari memijat-mijat betis kakinya.
Ganjar mengerutkan kening, ia tidak paham dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya itu. "Uang apa, Pak?" tanya Ganjar menatap wajah sang Ayah.
Pak Edi tertawa kecil melihat putranya yang masih belum paham dengan ucapannya itu. "Katanya kamu mau menikah?" Pak Edi balas bertanya.
"Terus urusan uang paman dengan pernikahanku apa, Pak?" Ganjar masih blm mengerti dengan uang yang diberikan oleh pamannya itu.
Kemudian, Pak Edi langsung menjelaskan prihal uang yang ditransfer adiknya ke rekening Ganjar.
"Oh, aku kira untuk tambah modal perkebunan." Ganjar tertawa kecil.
Selang beberapa menit kemudian, Amel datang dengan berjalan kaki dari kediamannya. "Assalamu'alaikum."
Ganjar dan kedua orang tuanya menjawab ucapan salam dari Amel. "Wa'alaikum salam."
"Kamu sudah sarapan belum, Neng?" tanya Bu Ratna lirih.
"Sudah, Wa," jawab Amel. "Hari ini, Amel kerja apa, Wa?" sambung Amel bertanya.
"Kamu di rumah saja. Bantu Uwa membuat kue!" jawab Bu Ratna lirih.
"Iya, Wa." Amel bangkit dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Pukul 07:30, Ganjar meminta izin kepada kedua orang tuanya, untuk menemani Aisyah yang pagi itu meminta Ganjar untuk ikut dengannya ke Bekasi mengambil barang pesanannya. Setelah mendapatkan izin dari kedua orang tuanya, Ganjar langsung berangkat dengan menggunakan sepeda motor menuju kediaman Aisyah.
"Bu," panggil Pak Edi lirih.
"Iya, Pak." Bu Ratna bergegas menghampiri sang Suami yang sudah bersiap untuk berangkat ke perkebunan.
"Bapak berangkat sekarang ya, Bu. Nanti siang Ibu suruh Amel bawa nasi ke perkebunan!" pamit Pak Edi lirih.
"Iya, Pak," jawab Bu Ratna.
Pak Edi bangkit dan langsung melangkah menuju perkebunan, untuk melakukan aktivitas kesehariannya.
Pria paruh baya itu, berjalan menyusuri jalan setapak dari belakang rumah yang tembus langsung ke perkebunan.
***
Ganjar saat itu sudah berada dalam perjalanan bersama Aisyah dengan mengemudikan mobil sedan milik Aisyah. Sementara motornya, Ganjar simpan di kediaman Aisyah, sepanjang jalan keduanya terus berbincang mengenai Rara.
Aisyah mengatakan apa yang dikatakan Rara sewaktu berjumpa dengannya, Ganjar hanya tersenyum mendengar penuturan dari kekasihnya itu. "Aku sih tidak marah, karena aku tahu dia hanya memanas-manasi aku saja, A." Aisyah meluruskan pandangannya ke wajah pria tampan yang sedang mengemudikan mobilnya. "Kok, malah senyum-senyum sih?" sambung Aisyah.
"Memangnya tidak boleh, itu kamu juga senyum-senyum?" Ganjar sedikit menoleh ke arah sang Kekasihnya itu.
Aisyah tertawa dan meletakkan tangan di atas pundak Ganjar. "Aku sudah tahu, A. Tujuan Rara itu apa? Jadi wajarlah kalau dia berbuat seperti itu, namanya juga jatuh cinta," seloroh Aisyah tersenyum, bola matanya terus memandang wajah tampan pemuda yang ada di sebelahnya.
Di saat mereka santai berbincang, dengan mendadak Ganjar menghentikan laju mobil. Kikkkk.... "Astaghfirullahal'adziim," ucap Aisyah terkaget-kaget. "Ada apa, A?" sambung Aisyah bertanya.
Ganjar tidak menjawab pertanyaan dari Aisyah, ia langsung menepikan mobil di bahu jalan tersebut. "Ya Allah, hampir saja." Ganjar mengatur nafas tampak butiran peluh keluar dari pori-pori keningnya.
"Aa hampir menabrak kucing tadi," terang Ganjar menoleh ke arah Aisyah.
Aisyah tersenyum dan mulai bernafas lega. "Aku kira Aa kenapa?" "Ya sudah, kita istirahat dulu!" sambung Aisyah menyarankan.
Ganjar tersenyum dan langsung keluar dari dalam mobil tersebut. "Kita ke warung sana!" ajak Aisyah melangkah menuju ke sebuah warung yang ada di bahu jalan tersebut.
Ganjar pun mengikuti langkah gadis cantik pujaan hatinya itu. Entah kenapa, saat itu pikiran Ganjar merasa terbebani dengan sebuah pesan singkat yang dikirim oleh Rara kepadanya, Ganjar berusaha bungkam tidak mengatakan hal tersebut kepada kekasihnya. "Ayo duduk!" pinta Aisyah memandang wajah Ganjar. "Kamu kenapa, A?" sambung gadis itu, terus memandang wajah Ganjar.
"Tidak apa-apa, Ay. Aa hanya sedikit pusing," jawab Ganjar tersenyum menutupi kegundahan yang sedang ia alami.
Aisyah langsung memesankan kopi hitam untuk Ganjar dan teh manis dingin untuknya. Keduanya terus berbincang di warung tersebut. "Aku ingin, acara pernikahan kita nanti digelar secara sederhana saja, A," kata Aisyah di sela perbincangannya dengan Ganjar.
Ganjar hanya tersenyum dan mengiyakan saja apa yang diutarakan oleh kekasihnya.
"Aa nanti mau undang teman-teman waktu SMA, bolehkan?" tanya Ganjar.
"Iya, A." Aisyah meraih tisu dan menyeka sedikit peluh yang membasahi kening Ganjar. "Kamu sakit ya, A?" sambung Aisyah memandang wajah Ganjar yang tampak pucat itu.
"Tidak apa-apa, Aa hanya sedikit pusing saja," sanggah Ganjar menggenggam telapak tangan Aisyah.
Aisyah balas memandang wajah Ganjar kemudian berkata lirih. "Ana uhibuka (Aku sayang kamu)."
"Ana aydaan (Aku juga)," jawab Ganjar.
Kemudian, Ganjar bangkit dan langsung mengajak Aisyah untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju tempat tujuan. Aisyah langsung membayar minuman dan makanan kepada sang Pemilik warung. Setelah itu, Ganjar dan Aisyah langsung melangkah menuju ke arah mobil yang terparkir di bahu jalan tersebut.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Ganjar mulai melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
Sepanjang perjalanan, Ganjar dan Aisyah terus bersenda gurau dan saling melontar pertanyaan terkait masalah yang sedang mereka hadapi. "Sepertinya masalah kita sama ya, A?" tanya Aisyah mengerutkan kening. "Berarti, orang yang kita maksud juga sama," sambung Aisyah.
"Biarkan saja, jangan dibahas lagi. Mungkin itu hanya sebuah iklan dalam acara kehidupan kita!" kata Ganjar sedikit menoleh ke arah Aisyah.
"Seandainya itu terjadi, bagaimana?" Aisyah kembali bertanya.
"Semua yang akan terjadi dalam kehidupan kita, itu sudah tercatat di Lauhil Mahfudz. Jadi, kita pasrahkan saja kepada Allah!" imbuh Ganjar.
Tidak terasa, perbincangan mereka membawa mereka ke tempat yang di tuju. "Belok kiri, A!" pinta Aisyah.
Ganjar langsung membelokkan stir mobil ke arah kiri sesuai permintaan Aisyah.
"Keasyikan ngobrol, hampir saja terlewat," kata Ganjar tersenyum-senyum.
Aisyah meminta Ganjar untuk menghentikan laju mobilnya, Ganjar pun langsung menepikan mobil ke bahu jalan dan ia langsung menghentikan mobil tersebut. "Memangnya sudah sampai, Ay?"
"Sedikit lagi, A. Tapi jalannya sempit, aku mau telpon temanku dulu." Aisyah meraih ponsel dalam tas kecilnya kemudian langsung menelpon temannya tersebut, dan memintanya untuk datang ke tempat itu.
"Kok, tidak ke rumahnya?" tanya Ganjar.
"Di sini saja. Lagi pula aku hanya mengambil barang pesanan saja!" jawab Aisyah lembut.
Tidak lama kemudian, orang yang di maksud sudah tiba dengan mengendarai sepeda motor matic. Aisyah langsung keluar dari dalam mobil dan sedikit melakukan perbincangan dengan temannya itu.
Setelah menerima barang pesanannya berupa bungkusan yang sudah dikemas dalam sebuah plastik kresek berukuran besar. Aisyah kembali masuk ke dalam mobil dan temannya tersebut langsung berlalu dari tempat itu.
"Itu isinya apa, Ay?" Ganjar tampak penasaran mengamati bungkusan tersebut.
Aisyah tersenyum dan menjawab pertanyaan dari Ganjar. "Baju pengantin desain terbaru dari temanku, A."
Ganjar mengerutkan kening. "Kok, tidak dicoba dulu. Nanti kalau kurang pas bagaimana?"
"Sudah aku coba beberapa hari yang lalu, temanku datang ke rumah. Ini hanya penyempurnaan saja, A." jawab Aisyah.
Setelah itu, Aisyah meminta kepada Ganjar untuk segera pulang.
***