Menjelang waktu asar, Aisyah mendapatkan kabar dari pihak kepolisian. Bahwa sang Ayah mengalami kecelakaan ketika dalam perjalanan pulang setelah berziarah, Haji Mustofa dan rombongan dalam mobil tersebut sudah tidak terselamatkan. Tak ada satupun penumpang yang selamat dari kecelakaan tersebut. Aisyah tampak shock dengan peristiwa yang menimpa sang Ayah.
Ganjar dan Pak Edi bergegas pulang ke rumah setelah mendapatkan kabar dari Amel.
Setibanya di rumah, Ganjar langsung menghampiri Aisyah yang sedang menangis. Dengan penuh kasih sayang Ganjar memeluk sang Istri dan mencoba untuk menenangkannya. "Kamu ikhlaskan semua, Neng. Ini adalah kehendak Allah!" ujar Ganjar dengan berlinang air mata.
Aisyah hanya mengangguk dan tak mampu berkata apapun di hadapan sang Suami. Separuh nyawanya sudah pergi menghadap Sang Khalik, hal tersebut menjadikan Aisyah terpuruk dan larut dalam duka yang mendalam.
"Kerabat Pak Haji sudah dihubungi semua, Kang?" tanya Haji Syarif mengarah kepada Pak Edi.
"Sudah, Ji." Pak Edi pun tampak terpukul dengan kejadian yang menimpa besannya itu. "Rencananya, jasad Pak Haji akan dibawa ke sini. Akang sudah meminta persetujuan kepada kerabat beliau termasuk kepada Haji Karim," tambah Pak Edi lirih.
Setelah itu, Haji Syarif langsung meminta bantuan kepada para tetangga dekat untuk membuat tenda dan menyiapkan semua kebutuhan untuk proses pemakaman Almarhum Haji Mustofa, para kerabatnya pun saat itu sudah berdatangan ke kediaman Pak Edi termasuk Haji Karim yang merupakan adik satu-satunya Haji Mustofa. Ia bersama sang Istri sudah berada di kediaman Pak Edi untuk menyambut kedatangan jasad Haji Mustofa.
Pukul 14:30, jasad Almarhum Haji Mustofa sudah tiba di kediaman Pak Edi. Kedatangan jasad tersebut disambut tangis histeris dari Aisyah dan para kerabat Almarhum Haji Mustofa, mereka tampak bersedih dengan meninggalnya sosok pribadi yang baik, ramah dan bijaksana itu.
"Kamu harus ikhlas, Neng!" kata Haji Karim menasehati Aisyah yang merupakan keponakannya itu.
"Iya, Paman." Aisyah tersedu-sedu menahan kepedihan yang ia alami saat itu.
Sejatinya, Aisyah sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Di usia 23 tahun Aisyah harus ikhlas menerima kenyataan hidup menjadi seorang yatim piatu.
Pak Edi dan Haji Syarif langsung meminta para kerabat almarhum untuk segera memandikan jenazah. Karena hari itu juga, jasad Almarhum Haji Mustofa akan segera dikebumikan sesuai syariat Islam.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا وَإِنْ يَكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ
"Segeralah mengurus jenazah. Karena jika jenazah itu adalah orang shalih, berarti kalian telah mempercepat kebaikan untuknya. Dan jika jenazah tersebut selain orang shalih, berarti kalian telah meletakkan kejelekan di pundak kalian" (HR. Bukhari no. 1315 dan Muslim no. 944).
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan terhadap jenazah seorang Muslim. Pertama, seseorang yang mengurus mayit tersebut, dapat menutup mata mayit, karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menutup kedua mata Abu Salamah ketika wafat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya pandangan mata akan mengikuti ruh saat keluar," hadits riwayat Muslim.
Kedua, melemaskan seluruh persendian mayit tersebut agar tidak mengeras, serta meletakkan sesuatu di atas perutnya agar tidak mengembung.
Ketiga, menutup sekujur jasad si mayit dengan kain. Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:
"Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam wafat, jenazah, beliau ditutupi dengan kain yang bercorak" (Muttafaqun alaihi).
Keempat, menyegerakan penyelenggaraan jenazahnya. Segera di salatkan dan segera dimakamkan. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi:
"Segerakanlah (penguburan) jenazah", (Muttafaqun alaihi).
Kelima, menguburkan jenazah di kota tempatnya meninggal dunia. Sebab pada saat peperangan Uhud, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat agar menguburkan para syuhada yang gugur, di tempatnya masing-masing, tidak perlu dipindah ke tempat lain.
***
"Bagaiman, Kang. Liang lahatnya sudah siap?" tanya Haji Karim mengarah kepada Pak Edi.
"Sudah, Ji," jawab Pak Edi lirih.
Setelah itu, Haji Karim langsung meminta para kerabat dan semua yang berada di kediaman tersebut untuk segera membawa jasad almarhum kakaknya ke pemakaman umum yang ada di kampung tersebut.
Beberapa menit kemudian, jasad Almarhum Haji Mustofa langsung dibawa ke pemakaman umum untuk segera dikebumikan, Aisyah tampak bersedih mengiringi perjalanan menuju ke tempat pemakaman. Setibanya di pemakaman, Ganjar diperintahkan oleh Haji Karim untuk mengumandangkan azan sebelum jasad tersebut dimasukkan ke liang lahat.
Ganjar pun langsung menjalankan perintah Haji Karim mengumandangkan azan dengan suara yang sangat merdu, hal itu membuat Aisyah semakin bersedih.
Setelah azan selesai, jenazah langsung dimasukan ke liang lahat dan langsung di tutup dengan tanah. Aisyah terus menangis dalam pelukan Bu Ratna.
"Kamu harus ikhlas, Neng!" ucap Bu Ratna berusaha menguatkan Aisyah agar tidak terpuruk dan larut dalam kesedihan.
Selesai acara pemakaman, semua langsung kembali ke kediaman Pak Edi, termasuk Haji Karim yang hari itu berencana akan menginap di kediaman besan Almarhum Haji Mustofa yang merupakan kakak kandungnya itu.
Semua yang hidup di dunia ini akan mengalami kematian, termasuk manusia. Hanya saja, kematian adalah rahasia Allah yang tidak diketahui kematian itu kapan datangnya.
Dunia hanya sebagai tempat persinggahan maupun penginapan untuk menunggu hari akhirat. Tak seorang pun yang mengetahui datangnya kematian, termasuk Rasulullah SAW juga tidak mengetahui kedatangannya. Kematian akan menjadi pemutus segala kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan di dunia. Kehidupan di akhirat adalah abadi. Sementara, tidak ada yang abadi di dunia ini.
"Kuburan penuh dengan orang-orang yang dahulu berpikir bahwa mereka akan mengamalkan Islam saat mereka tua. Usia tua tidak dijanjikan kepada siapapun," kata Haji Karim di sela perbincangannya bersama keluarga Pak Edi termasuk Aisyah yang saat itu ada di tempat tersebut. "/Kematian pun hanya menjadi perpindahan dari alam dunia yang fana ke alam barzakh, yaitu alam pemisah antara dunia dengan akhirat. Maut menjadi pintu gerbang untuk melalui akhirat.
Roh manusia yang wafat akan tinggal di alam barzakh hingga hari kebangkitan manusia dari kuburnya pada kiamat kelak," sambung Haji Karim.
Dari semua ucapan Haji Karim banyak sekali mengandung kalimat nasehat untuk semua yang ada di tempat tersebut. Terutama untuk Aisyah.
"Iya, Paman. Aisyah ikhlas dan sudah merelakan kepergian Bapak," jawab Aisyah lirih.
***
Selepas magrib, di kediaman Pak Edi sudah didatangi kerabat dan para tetangga . Yang malam itu, hendak menggelar tahlil dan doa bersama untuk Almarhum Haji Mustofa.
Malam itu, hadir juga sebagian para pekerja perkebunan dan juga Haji Syarif bersama sang Istri. Acara tahlil tersebut, dipimpin oleh seorang Ustadz pimpinan Pondok pesantren tempat Aisyah mengajar.
Usai acar tahlil, ada sebagian kerabat dan para santri yang secara bergilir membacakan Al-Qur'an untuk Almarhum Haji Mustofa. Semua atas permintaan Ganjar yang meminta untuk satu pekan ke depan diadakan pengajian Al-Qur'an setiap hari, secara nonstop dan dijadwal silih berganti.
"Kamu yang sabar ya, Neng!" ucap Ganjar lirih.
"Iya, A. Terima kasih juga sudah mengadakan pengajian untuk Bapak," jawab Aisyah dengan bola mata berkaca-kaca.
"Ini sudah menjadi kewajiban Aa, karena bagaimanapun Bapak adalah orang tua Aa juga." Ganjar juga tampak bersedih dan merasa kehilangan dengan meninggalnya Haji Mustofa sebagai mertuanya itu. "Semoga, Bapak tenang di alam Sana," sambung Ganjar.
"Amiin," sahut Aisyah bersandar di bahu Ganjar.