Ganjar sangat terenyuh dengan apa yang diucapkan oleh pamannya Aisyah. Terkesan bijaksana dan pandai memberikan nasehat dengan menyisipkan dalil-dalil sesuai yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur'an. Ganjar merasa tidak ada keluarga sebaik keluarga Aisyah yang sudah mengizinkan menantunya untuk menikah lagi dengan wanita lain.
Perbincangan Ganjar dan Haji Karim hampir satu jam penuh, setelah itu Haji Karim langsung pamit kepada Ganjar dan juga kepada Pak Edi. "Ya sudah, Paman pulang dulu ya, Nak. Ingat, kamu jangan terlalu memikirkan apa kata orang. Turuti saja apa yang diinginkan istrimu!" kata Haji Karim sembari memegang pundak Ganjar penuh kasih sayang.
"Iya, Paman," jawab Ganjar lirih.
"Pak, saya pamit dulu. Nanti kalau bibit tanaman yang saya pesan sudah ada telpon saja!" ucap Haji Karim mengarah kepada Pak Edi.
"Iya, Pak Haji." Pak Edi tersenyum dan langsung berjabat tangan dengan besannya itu.
Ganjar pun langsung meraih tangan Haji Karim dan menciumnya penuh dengan rasa hormat. Setelah mengucapkan salam, Haji Karim langsung berlalu dari hadapan Ganjar dan juga Pak Edi.
"Ganjar, kamu sangat beruntung, Nak," kata Pak Edi tersenyum menatap wajah putra semata wayangnya itu.
Ganjar hanya diam dan merebahkan tubuh di atas bebalean yang terbuat dari bambu yang ada di dalam saung tersebut.
"Ya sudah, Bapak mau mgontrol dulu!" pungkas Pak Edi bangkit dan langsung melangkah menuju ke arah perkebunan.
"Ya Alla, semoga aku menjadi orang yang amanah dari apa yang dipercayakan oleh istriku dan juga keluarganya," ucap Ganjar lirih.
Kemudian Ganjar bangkit dan kembali melangkah menuju area perkebunan, untuk melakukan aktivitasnya mengontrol para pekerja yang sedang melaksanakan kewajiban mereka sebagai pegawai buruh tani di perkebunan itu.
***
Pukul tiga sore, Rara dan Zihan datang ke kediaman calon mertuanya dengan mengendarai mobil sedan miliknya. Saat itu, Rara sengaja datang karena dapat kabar dari Aisyah kalau dirinya sedang membantu Bu Ratna di kediamannya dan sekalian mengantarkan manisan mangga pesanan Aisyah.
Tiba di beranda rumah, Rara mengetuk pintu dan mengucapkan kalimat salam, "Tok, tok, tok Assalamu'alaikum." Rara dan Zihan berdiri di depan pintu menunggu pintu tersebut dibuka.
"Wa'alaikum salam," jawab semua yang berada di dalam rumah.
Amel bangkit dan langsung melangkah menuju ke arah pintu, kemudian membuka pintu tersebut. "Rara, Zihan. Silahkan masuk!" sambut Amel ramah.
"Iya, Mel." Rara dan Zihan melangkah masuk ke dalam rumah dan langsung menghampiri calon mertuanya yang saat itu sedang berada di ruang dapur bersama Aisyah.
Rara dan Zihan langsung bersalaman dengan mencium tangan Bu Ratna dan juga Aisyah. "Di ruang tengah saja, Neng!" kata Bu Ratna lirih.
"Tidak apa-apa, Bu. Di sini saja!" jawab Rara penuh keramahan.
Rara dan Zihan langsung duduk kursi yang ada di ruang makan yang bersebelahan dengan ruang dapur.
"Mana manisan pesanku?" tanya Aisyah mengarah kepada calon madunya itu, sembari duduk di sebelah Rara.
"Ya Allah, ada di mobil. Sebentar aku ambil dulu!" jawab Rara.
"Aku saja, Ra!" timpal Zihan. "Sini kuncinya!" pinta Rara menambahkan.
Rara menyerahkan kunci mobil kepada Zihan, dan Zihan pun langsung melangkah keluar untuk mengambil manisan pesanan Aisyah.
Antara Aisyah dan Rara tampak akrab tidak ada tanda-tanda permusuhan di antar mereka. Bu Ratna dan Amel hanya tersenyum-senyum merasa kagum dengan sikap Aisyah dan juga Rara. "Syukurlah mereka semakin akrab," bisik Amel tersenyum-senyum.
Tidak lama kemudian, Zihan kembali masuk dan melangkah menuju ke arah dapur dengan membawa sebungkus manisan mangga pesanan dari Aisyah. "Ini manisannya, Ay!" Zihan menyerahkan sebungkus manisan mangga kepada Aisyah.
"Iya, Terima kasih." Aisyah meraih manisan tersebut dari tangan Zihan.
***
Singkat cerita, tiga hari kemudian. Ganjar baru saja melaksanakan ijab qabul di hadapan penghulu dengan disaksikan banyak para tamu undangan dan kerabat dekat dari kedua belah pihak keluarga. Ganjar tampak biasa-biasa saja, tidak ada senyum bahagia terpancar dari raut wajahnya. Beda dengan sikap Rara saat itu, ia tampak semringah tersenyum manis merayakan kebahagiaan. Hari itu, Rara sudah menjadi istri resmi Ganjar, meskipun dalam kapasitas sebagai istri kedua dan menjadi madu Aisyah sahabatnya sendiri. Namun, itu semua tidak mengurangi rasa kebahagiaan yang Rara rasakan saat itu. "Syukur Alhamdulillah, akhirnya kamu menjadi saudaraku," kata Aisyah lirih dan memeluk erat tubuh madunya itu.
Semua orang yang hadir di tempat tersebut, merasa terkagum-kagum melihat sikap baik dan kesabaran Aisyah.
"Ganjar memang beruntung, bisa mempunyai istri yang memiliki keikhlasan tinggi seperti Aisyah," ujar salah satu kerabat Rara yang saat itu turut hadir di acara pernikahan Ganjar dengan Rara.
"Wanita seperti itu calon Surga. Makanya, kamu harus izinkan aku untuk nikah lagi!" seloroh pria berpeci hitam menjawab apa yang diucapkan oleh istrinya.
"Kamu punya apa, Kang?" hardik wanita berkerudung jingga mendelik ke arah sang Suaminya itu.
"Punya hati yang ikhlas," gurau sang Suami tertawa kecil.
Tidak mudah untuk Aisyah dalam menjalankan kehidupan dan menerapkan rasa ikhlas dalam dirinya. Namun berkat keteguhan hati dan kekuatan iman percaya akan adanya takdir hal tersebut dapat menjadi penguat bagi diri Aisyah untuk mempertahankan keikhlasan dalam dirinya.
Bagi sebagian wanita, mungkin tidak akan mudah untuk menerapkan hal yang sama seperti apa yang dimiliki oleh diri Aisyah,. Karena untuk memiliki keihklasan sangatlah sulit dan tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan, apalagi menyangkut berbagi cinta.
Kalaupun memang berusaha untuk memaksakan diri agar menjadi orang ikhlas justru itu akan menjadi beban tersendiri. Menerima secara terpaksa keadaan diri untuk menjadi orang ikhlas dengan yang sudah terjadi. Bisa-bisa hal itu akan menjadikan diri kita sakit hati.
Imam Syafi'i pernah berkata, "Barangsiapa menghendaki akhirat, maka hendaknya ia ikhlas dalam mencari ilmu."
Oleh karena itu, ikhlas tidak akan pernah tertanam dalam hati dan jiwa seseorang tanpa dilandasi dengan ilmu.
***
"Ay, mulai hari ini kita adalah saudara dan anggap saja aku ini sebagai adikmu. Aku akan menganggapmu sebagai kakak aku sendiri!" ujar Rara berlinang air mata merasa haru dengan pengorbanan yang sudah diberikan oleh Aisyah untuknya.
Aisyah tersenyum dan memandang tajam wajah Rara seraya berkata lirih, "Iya, Ra. Raihlah Surga dalam kebersamaan rumah tangga kita dengan A Ganjar!"
Perkataan Aisyah sangat menyentuh hati, dan membuat Rara semakin larut dalam tangis penuh keharuan. "Syukuron, Ukhti," kata Rara lirih.
"Na'am," jawab Aisyah dengan raut
Setelah itu, Rara dan Aisyah langsung menghampiri Ganjar. Mereka mengabadikan momen bersejarah itu dengan foto bersama dengan kerabat dan para sahabat yang hadir di acara pernikahan tersebut.
"Kamu lihat mereka, Han!" bisik Marni mengarah kepada Zihan. "Senyuman Aisyah melukiskan betapa besarnya rasa ikhlas yang ia miliki," sambung Marni mengarah kepada Zihan yang duduk di sebelahnya.
"Ya Allah, sosok wanita calon penghuni Surga." Zihan berdecak kagum melihat pemandangan seperti itu.
"Akupun tidak akan mungkin bisa bersikap seperti Aisyah," kata Marni. "Semoga Rara menjadi madu yang baik untuk Aisyah," sambung Marni penuh harap.