Pukul tujuh pagi, Ganjar dan sang Ayah langsung berangkat ke ladang untuk memantau para pekerja buruh di ladang mereka. Hari itu Ganjar akan segera memanen sayuran brokoli dan buah nanas, tampak beberapa pekerjanya sudah memulai pekerjaan mereka di pagi itu.
Pak Danu datang menghampiri Ganjar dan melaporkan hasil panen kepada sang Pemilik perkebunan tersebut.
"Langsung dibawa ke saung saja, Pak. Minta bantuan yang lainnya!" pinta Ganjar lirih.
"Baik, Nak Ganjar." Pak Danu langsung berlalu dari hadapan Ganjar untuk segera melaksanakan tugas dari sang Majikannya itu.
Setelah itu, Ganjar langsung menghampiri Saipul dan menanyakan keberadaan sang Ayah kepada pemuda bertubuh kekar itu.
"Bapak di mana, Pul?"
"Pak Edi sedang memperbaiki pagar di balong, Kang," jawab Saipul mengarahkan jari telunjuk ke sudut perkebunan.
"Iya, Pul. Terima kasih." Ganjar langsung berlalu dari hadapan Saipul untuk segera menghampiri sang Ayah.
Sembari melangkah menuju Pak Edi yang sedang berada di ujung perkebunan tersebut, sesekali Ganjar menyapa para pekerja buruh yang sedang beraktivitas di ladangnya itu. Ganjar selalu berpikiran, bahwa para pekerjanya merupakan bagian keluarga yang harus dihormati, karena jasa dan kerja keras mereka, Ganjar mampu mengembangkan usaha pertaniannya itu.
Melihat kedatangan putra semata wayangnya, Pak Edi bangkit dan menghentikan aktivitasnya sejenak. Ganjar terus berjalan menghampiri sang Ayah. "Pak." Ganjar duduk di sebuah tanggul kecil yang ada di pinggiran balong tersebut.
Pak Edi langsung melangkah menghampiri Ganjar. "Ada apa, Nak?"
"Ganjar mau pulang dulu ya, Pak. Ada janzi dengan Aisyah," jawab Ganjar lirih.
"Oh, ya sudah," ucap Pak Edi tersenyum manis ke arah putranya tersebut.
Ganjar langsung melangkah berlalu dari hadapan sang Ayah. Dari kejauhan tampak mobil sedang sudah terparkir di depan saung, Ganjar bergegas menghampiri Aisyah yang sudah berdiri menyambutnya.
Setelah sampai di depan saung, Ganjar langsung menyapa lembut kekasihnya itu. "Assalamu'alaikum, Ay," ucap Ganjar lirih.
"Wa'alaikum salam," jawab Aisyah tersenyum manis menatap wajah sang Kekasihnya itu.
Ganjar langsung mempersilahkan Aisyah untuk duduk di sebuah kursi yang ada di dalam saung tersebut. "Katanya mau mengajak jalan, tapi kok malah ke sini?" Ganjar memandang wajah cantik Aisyah.
Aisyah tersenyum balas memandang Ganjar, tampak anggun dengan balutan gamis coklat dan mengenakan kerudung putih. "Iya, jalan-jalannya ke sini."
Beberapa saat kemudian, datang sebuah mobil truk yang akan mengangkut hasil panen di perkebunan tersebut, pengemudi mobil tersebut menghentikan laju mobilnya tepat di belakang mobil Aisyah.
Pengemudi truk itu bangkit keluar dari mobilnya, sosok pria paruh baya berjanggut hitam dan bertubuh kekar mengangkat tangannya seraya menyapa kepada Ganjar yang sedang berbincang dengan Aisyah.
"Selamat pagi, Pak." Ganjar keluar dari dalam saung dan menyambut hangat kedatangan pria yang bagian dagunya dipenuhi janggut itu.
"Ini calon istrimu, Jar?" tanya Pak Rafli tersenyum menatap Ganjar dan Aisyah.
"Insya Allah, Pak. Mudah-mudahan kami berjodoh," jawab Ganjar balas tersenyum.
Ganjar langsung mempersilahkan pria paruh baya itu untuk duduk di dalam saung.
"Bapakmu mana, Jar?" tanya Pak Rafli lirih .
"Sebentar lagi datang, Pak. Sudah aku telpon!" jawab Ganjar lirih.
Beberapa menit kemudian, Pak Edi datang dengan diikuti Haikal dan Duki dari belakangnya, Pak Edi langsung menyambut hangat kehadiran pria berjanggut lebat itu.
Kemudian Pak Rafli bertanya kepada Pak Edi. "Brokolinya yang mau diangkut yang mana, Pak?"
"Sebentar, Pak. Sedang diangkut ke sini!" jawab Pak Edi lirih.
Tidak lama kemudian, beberapa orang pekerja ladang, sudah tiba dengan mengangkut satu persatu karung berukuran berat sekitar 30 kilogram yang di dalamnya berisikan brokoli yang masih segar.
Mereka langsung menaikannya ke mobil truk yang terparkir di depan saung, hampir 20 karung sudah dimuat semua ke dalam bak mobil tersebut. Setelah itu, Pak Rafli dengan dibantu Haikal dan Duki langsung menutup barang bawaannya tersebut dengan sebuah terpal besar.
Kemudian, Pak Rafli langsung membayar brokoli tersebut kepada Ganjar dan ia langsung pamit untuk segera mengirim sayuran tersebut ke pasar induk.
"Saya berangkat sekarang ya," pamit Pak Rafli berjabat tangan dengan Pak Edi dan juga Ganjar.
***
Sore harinya, setelah selesai memanen brokoli, sebelum pulang Pak Edi mengumpulkan para pekerjanya, untuk segera menyerahkan upah harian yang seperti biasa dibayar setiap hari minggu kepada para pekerjanya tersebut. Para pekerja tersebut, tampak senang dan bahagia karena sudah mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan tenaga yang mereka keluarkan.
"Ganjar ke mana, Pak?" tanya Haikal lirih.
"Pulang tadi bersama Aisyah, katanya mau ke kota mengantar Aisyah membeli kitab untuk para santri yang di pesantren," jawab Pak Edi lirih. "Kamu tidur di saung kan, Kak?" sambung Pak Edi bertanya lirih.
"Iya, Pak." Haikal tampak ramah dan sopan berhadapan dengan pria paruh baya itu.
"Iya, kasihan Pak Danu tidak ada temannya. Insya Allah, nanti kalau sudah ada rezeki saung ini akan dibuat mes yang nyaman untuk para pekerja yang jauh," tutur Pak Edi.
Pukul 17:00, Pak Edi langsung pamit kepada Haikal dan Pak Danu untuk segera pulang dan beristirahat. Haikal merasa bangga dan beranggapan dirinya merupakan pekerja buruh yang beruntung, mempunyai majikan yang baik dan bertanggung jawab terhadap para pekerjanya hal tersebut ia ungkapkan di hadapan Pak Danu yang merupakan rekan kerjanya itu.
"Kamu harus dapat meniru kebaikan Pak Edi dan Ganjar, berjuang dari titik terendah!" ucap Pak Danu lirih.
"Iya, Pak. Saya salut dengan keteguhan Ganjar, tidak pernah goyah meskipun dihina dan dapat cibiran dari warga." Haikal berdecak kagum dan sangat mengagumi kesabaran yang dimiliki sahabatnya itu.
"Mereka yang dulu menghina dan mencemooh Ganjar, sekarang pada bekerja di sini. Itulah kehidupan," terang Pak Danu.
***
Manusia itu akan lebih kuat dan terhormat kala ia tidak mengadukan kesusahannya dan menyerahkan urusannya kepada sesamanya. Ia akan menjadi mulia ketika mengadukan keperihannya dan menyerahkan urusannya kepada Allah Azza wa Jalla Dzat Yang Maha Kuasa mendatangkan manfaat dan menampik madharat. Rasûlullâh n bersabda:
مَنْ نَزَلَتْ بِهِ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ وَمَنْ نَزَلَتْ بِهِ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِاللَّهِ فَيُوشِكُ اللَّهُ لَهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ أَوْ آجِلٍ
Barangsiapa ditimpa kefakiran, lalu ia adukan kepada manusia, maka kebutuhannya tidak akan dipenuhi. Dan barangsiapa yang dikenai kefakiran lalu ia adukan kepada Allah Azza wa Jalla (dan ia serahkan kepada-Nya), maka Allah Azza wa Jalla akan menyegerakan untuknya rezeki yang disegerakan, atau rezeki yang ditunda nantinya. Ia serahkan segala keperluan dan keluhannya kepada Allah SWT. Ia bersimpuh berdoa penuh hiba kepada Allah dzat Yang Maha Kuasa untuk memenuhi segala kebutuhan semua makhluk-Nya. Ia bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla , mengharap agar Dia berkenan memenuhi kebutuhannya. Allâh Azza wa Jalla akan menyegerakan kecukupan, dengan memberinya rezeki dalam waktu dekat, ataupun rezeki yang ditunda untuk suatu saat kelak. Ini semua tidaklah mengherankan, karena Allâh Azza wa Jalla Dzat satu-satunya yang memberi rezeki. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla , maka Allâh Azza wa Jalla akan memberinya kecukupan dari-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla niscaya Allâh Azza wa Jalla akan mencukupkan (keperluan)nya. [Ath-Thalâq/ 65: 3]