Pukul 20:00, selepas menjalankan kewajiban Salat Isya. Ganjar meminta kedua orang tuanya untuk duduk bersama di ruang tengah karena malam itu, Ganjar hendak mengutarakan niat dan maksudnya kepada kedua orang tuanya.
"Mohon maaf sebelumnya, Pak, Bu!" Ganjar berkata dengan lirih di hadapan kedua orang tuanya. "Ganjar sudah membulatkan tekad, untuk segera meminang Aisyah," sambungnya dengan sikap ramah dan hormat.
Kedua orang tua Ganjar tersenyum dan saling bertatapan-tatapan, dari raut wajah pasangan paruh baya itu terpancar rasa bahagia dan senang mendengar ucapan putra semata wayangnya itu. Merekapun setuju dengan apa yang diinginkan putranya tersebut. "Kami setuju," tegas Pak Edi merespon baik ucapan putranya.
Ganjar tampak semringah, kebahagiaan terpancar dari raut wajah pemuda tampan itu, apa yang ia harapkan akhirnya dapat persetujuan dari kedua orang tuanya. "Terima kasih banyak, Pak, Bu." Ganjar langsung meraih tangan sang Ayah dan menciumnya dan juga tangan ibunya penuh rasa bahagia.
"Bapak dan Ibu yakin, apa yang kamu putuskan adalah hal yang terbaik untuk menentukan jalan hidupmu di masa yang akan datang." Pak Edi tersenyum dan mengusap rambut putra semata wayangnya itu.
"Kamu harus mengabarkan hal ini kepada pamanmu!" saran Bu Ratna menatap wajah Ganjar.
"Insya Allah, besok aku ke rumah Paman, Bu," Ganjar menjawab dengan tersenyum dan menampakkan wajah penuh kebahagiaan.
Usai berbincang, Ganjar pamit kepada kedua orangtuanya, untuk keluar rumah. "Ganjar ke depan dulu ya."
"Iya, Nak." Bu Ratna balas tersenyum merasa bangga mempunyai putra seperti Ganjar, baik dan sopan terhadap kedua orang tua dan tidak pernah sekalipun membantah kepada kedua orang tuanya.
Ganjar bangkit dan melangkah keluar, saat itu ia hendak menghubungi Aisyah dan mengabarkan niatnya yang akan segera melamar kekasihnya melalui sambungan telpon.
Dengan hati berbunga-bunga, pemuda desa berwajah tampan itu, duduk di sebuah kursi yang ada di teras rumah. "Bismillahirrahmanirrahim," ucap Ganjar meraih ponsel dari saku kemejanya.
Ganjar langsung melakukan perbincangan dengan Aisyah melalui ponsel dan mengatakan semua niat baiknya itu. Dengan senang hati Aisyah menyambut gembira kabar tersebut dan langsung menyampaikannya kepada orang tuanya.
"Bapak!" panggil Aisyah lirih.
"Iya, Neng. Ada apa?" Haji Mustofa melangkah menghampiri putri cantiknya itu, kemudian duduk di sebelah Aisyah.
"Ganjar telpon, katanya berniat untuk segera meminang Aisyah," kata Aisyah mengawali percakapan dengan sang Ayah.
Haji Mustofa tertawa kecil dan balas menatap wajah putrinya itu. "Itu terserah kamu, kalaupun memang kamu sudah siap alangkah baiknya disegerakan!" tandas pria paruh baya itu menjawab dengan lirih.
"Aisyah, sudah memantapkan diri, jauh sebelum Ganjar mengatakan hal ini, Pak," terang Aisyah. "Dan Aisyah sudah mempertimbangkan segalanya dan sudah menilai kesungguhan Ganjar," tambah gadis cantik berkerudung itu.
"Kalau kamu sudah mantap, Bapak juga setuju," kata Haji Mustofa tersenyum menatap Aisyah.
Aisyah tampak semringah dan langsung mencium tangan sang Ayah, dari kedua bola matanya terlihat bulir bening mulai menetes perlahan mengalir membasahi pipi, tangis bahagia sebagai ungkapan rasa haru yang ia rasakan saat itu.
"Buat bangga Almarhumah Ibumu, Nak!" ucap Haji Mustofa menahan isak.
"Iya, Pak." Aisyah tertunduk di hadapan sang Ayah.
***
Beberapa hari kemudian, Ganjar melakukan aktivitas seperti biasa memantau para pekerja buruh tani di ladangnya, sesekali Ganjar pun ikut membantu para pekerjanya.
Ganjar begitu semangat dalam mengelola perkebunan yang dipercayakan oleh sang Paman kepadanya, dari para pekerjanya pun sangat antusias melakukan aktivitas mereka.
"Pak Danu!" panggil Ganjar mengarah kepada pria paruh baya yang saat itu sedang mencangkul tanah di area khusus yang akan ditanami sayuran itu.
"Iya, Nak," jawab Pak Danu bangkit dan menyeka peluh di kening dengan menggunakan handuk kecil yang selalu ia bawa dalam setiap aktivitasnya itu.
"Pak Danu, nanti temani Haikal yah!" pinta Ganjar lirih. "Nanti siang, Haikal mau ke kota untuk membeli pupuk dan obat semprot," tambah Ganjar meluruskan pandangan ke wajah pria paruh baya itu.
"Iya, Nak Ganjar," jawab Pak Danu ramah.
Setelah itu, Ganjar langsung berlalu dari hadapan pria paruh baya itu dan kembali mengontrol para pekerja lainnya yang sedang beraktivitas di perkebunannya tersebut.
Mereka sangat senang bekerja di perkebunan yang dikelola oleh Ganjar, terlebih lagi Ganjar merupakan sosok atasan yang baik selalu mengedepankan musyawarah ketika ada kesalahan dari para pekerja buruhnya. Ganjar selalu bersikap ramah dan tidak pernah berkata kasar kepada para pekerjanya, hal tersebut membuat nyaman para pekerja buruh diperkebunan itu. Ganjar melangkah menuju ke arah Jaka yang sedang merabuk tanah, melihat kedatangan Ganjar, Jaka bangkit dan menyapa sang Majikannya itu dengan sikap ramah. "Selamat siang, Kang," ucap Jaka.
Ganjar tersenyum dan langsung duduk di sebuah tanggul kecil yang ada di pinggiran ladang tersebut. "Kamu besok bantu Pak Danu, memperbaiki pagar yang sudah rusak ya, Ka!" pinta Ganjar mengarah kepada Jaka.
Jaka melangkah menghampiri Ganjar dan duduk di samping sang Majikannya itu. "Pagar yang di mana, Kang?" tanya Jaka lirih.
"Semua saja, diperiksa dulu. Kalau ada yang rusak langsung diganti!" jawab Ganjar menatap wajah Jaka yang terlihat lelah itu. "Kamu kalau kelelahan, istirahat saja dulu!" sambung Ganjar.
"Iya, Kang. Tanggung sedikit lagi." Jaka bangkit dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Ganjar pun bangkit dan langsung pamit kepada Jaka, saat itu Ganjar langsung menuju saung untuk beristirahat sejenak. Setibanya di saung tampak dua pria paruh baya yang merupakan kakak beradik sedang berbincang santai menikmati suasana sejuk perkebunan tersebut, mereka adalah Pak Edi dan Haji Syarif. "Assalamu'alaikum," ucap Ganjar melangkah masuk ke dalam saung itu.
Kedua pria paruh baya itu, menjawab serentak ucapan salam dari Ganjar. "Wa'alaikum salam."
Setelah mencium tangan kedua pria paruh baya itu, Ganjar duduk di samping sang Paman. "Bagaimana, Jar. Brokolinya sudah ditanam belum?" tanya Haji Syarif menatap wajah sang keponakan.
Dengan lirihnya, Ganjar menjawab pertanyaan pria paruh baya berkopiah putih itu. "Besok lusa, Paman."
"Paman kira sudah selesai," ucap Haji Syarif.
Ganjar tersenyum dan berkata lirih menjelaskan kendala dari keterlambatan rencana penanaman kembali brokoli di ladangnya tersebut. "Kekurangan orang, Pak Danu hanya sendirian," terang Ganjar lirih.
"Ya Allah, tinggal nyari saja kan. Apa susahnya!" hardik Haji Syarif. "Memangnya, yang sepuluh orang itu ke mana?" sambung Haji Syarif terus menatap wajah keponakannya.
"Ada, mereka menggarap ladang cabai merah." Ganjar balas menatap wajah sang Paman.
"Ya sudah nanti sore Bapak nyari orang lagi!" timpal Pak Edi lirih.
"Cari banyak saja, Kang. Sekalian jangan tanggung, soalnya di perkebunan ini butuh banyak pekerja!" pinta Haji Syarif menoleh ke arah sang Kakak yang duduk di sebelahnya.
"Iya, Nanti bertahap saja. Soalnya tidak gampang cari di desa ini, kebanyakan pemuda desa kita ini pada merantau," tandas Pak Edi lirih.
Setelah itu, Ganjar langsung membicarakan tentang niatnya yang akan melamar Aisyah kepada sang paman. "Iya, tadi Bapakmu sudah bicara hal itu kepada Paman," ucap Haji Syarif. "Paman nanti akan bantu, tenang saja. Paman akan selalu mendukung niat baik kamu, Jar!" tambah Haji Syarif menepuk-nepuk pundak Ganjar penuh kasih sayang.
***
Pukul 20:30, Ganjar hanya duduk santai di teras rumah ditemani segelas kopi hitam yang ia buat sendiri. "Aisyah, baik, cantik dan punya karir yang bagus," gumam Ganjar dalam kesendiriannya itu.
Tidak lama kemudian, Pak Edi datang menghampiri putra semata wayangnya, pria paruh baya itu langsung duduk di samping Ganjar.
"Bapak kenapa?" tanya Ganjar. "Kok, senyum-senyum sendiri sih?" sambung Ganjar mengerutkan kening.
"Bapak bahagia saja, Nak," jawab Pak Edi tak hentinya tersenyum menatap wajah Ganjar.
Ganjar hanya mengangguk dan ikut tersenyum meskipun ia tidak tahu maksud kebahagiaan ayahnya itu apa. Pak Edi sedikit bergeser dan berkata lirih. "Kamu mau melamar Aisyah kapan?" bisik Pak Edi lirih.
"Tidak tahu, Pak. Justru Ganjar menunggu perintah dari Bapak dan Ibu!" jawab Ganjar.
"Kalau sudah siap, Bapak sarankan untuk disegerakan jangan ditunda-tunda!" pinta Pak Edi meluruskan bola mata ke wajah putranya tersebut.
Ganjar menghela napas dan berkata lirih di hadapan sang Ayah. "Alhamdulillah kalau untuk uang, Ganjar sudah mempunyai tabungan, Pak."
"Pamanmu juga tadi sudah bilang akan membantu," terang Pak Edi.
Ganjar merasa bangga karena apa yang ia inginkan sedikit demi sedikit sudah mulai tergapai meskipun dilalui dengan banyak rintangan. Namun, berkat kegigihan dan kerja kerasnya. Ia mampu mewujudkan semua dan memberikan kebanggaan untuk kedua orangtuanya dan sang Paman yang selama ini selalu mendukungnya.
"Ya sudah, Ganjar putuskan melamar Aisyah pekan depan saja ya, Pak," tandas Ganjar.
"Alhamdulillah," sahut Pak Edi mengangkat kedua tangan penuh rasa syukur. "Pertunangan itu mang tidak diwajibkan, tapi sangat baik yang akan menjadi tolak ukur untuk menilai calon pasangan hidup kita!" ujar Pak Edi menambahkan.
***
Yang pertama adalah: Syarat Mustahsinah
Syarat mustahsinah merupakan syarat yang menganjurkan pihak laki-laki untuk meneliti dahulu wanita yang akan dipinang atau dikhitbahnya. Syarat ini termasuk syarat yang tidak wajib dilakukan sebelum meminang seorang wanita. Khitbah wanita itu, tetap sah meskipun tanpa memenuhi syarat mustahsinah. Bagi seorang lelaki ia perlu melihat dulu sifat dan seperti apa penampilan wanita yang akan dipinang apakah memenuhi kriteria calon istri yang baik dan sesuai dengan anjuran Rasulullah dalam hadis berikut ini, "Wanita dikawin karena empat hal, karena harta, keturunan, kecantikan wajah, dan karena agamanya, maka akan memelihara tanganmu".(HR Abu Hurairah)
Berdasarkan hadits tersebut maka hendaknya pria memperhatikan agama wanita yang akan dipilihnya, keturunan, kedudukan wanita, apakah sesuai dengan dirinya, sifat kasih sayang dan lemah lembut, serta jasmani dan rohani yang sehat.
Kemudian yang kedua adalah: Syarat Lazimah. Yang dimaksud syarat lazimah yaitu syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilaksanakan dan jika tidak dilaksanakan maka pinangannya atau tunangannya tidak sah. Syarat lazimah meliputi: Wanita yang dipinang tidak sedang dalam pinangan laki-laki lain sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut ini: "Janganlah seseorang dari kamu meminang (wanita) yang dipinang saudaranya, sehingga peminang sebelumnya meninggal-kannya atau telah mengizinkannya." (HR Abu Hurairah)
Wanita yang sedang berada dalam iddah talak raj'i. Wanita yang sedang dalam talak raj'i masih rujuk dengan suaminya dan dianjurkan untuk tidak dipinang sebelum masa iddahnya habis dan tidak memutuskan untuk berislah atau berbaikan dengan mantan suaminya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 228: "Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah." (Al-Baqarah:228)
Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan dalam masa iddah atau yang menjalanai idah talak ba'in boleh dipinang dengan sindiran atau kinayah . Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur'an surat Al baqarah ayat 235: "Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf". (Al-Baqarah:235)