Chereads / Ganjar Dear Aisyah / Chapter 11 - Ganjar meminang Aisyah

Chapter 11 - Ganjar meminang Aisyah

Hari itu Ganjar sedang merencanakan desain untuk rumah barunya bersama sang Ayah dan juga pamannya. Merancang bentuk bangunan sesuai yang diinginkan oleh sang Ibu, Ganjar mendapatkan pujian dari pamannya, karena berhasil mendesain bentuk rumah yang bagus yang beberapa hari lagi akan dimulai pembangunannya. "Ternyata, kamu pandai juga, Jar," ucap Haji Syarif penuh sanjungan terhadap keponakannya itu.

Ganjar tersenyum. "Semua ini, kan Paman yang mengajarkan." Ganjar tetap bersikap rendah hati di hadapan sang Paman.

Haji Syarif dan Pak Edi tersenyum memandang wajah pemuda berbudi luhur itu.

Tiga hari kemudian, pembangunan rumah baru sudah dimulai. Ada beberapa orang pekerja sedang sibuk membuat pondasi rumah tersebut, Ganjar berencana, rumah itu akan ia hadiahkan untuk kedua orang tuanya sebagaimana telah ia rencanakan beberapa tahun silam. Jika usaha perkebunannya mengalami kemajuan dan perkembangan yang bagus, ia janji akan membangunkan rumah yang layak untuk tempat tinggal kedua orang tuanya.

Kelak, jika ada rezeki, ia pun akan kembali membangun rumah untuknya sebagai tempat tinggal bersama sang Istri. "Kalau rumah baru sudah selesai, rumah lama dibongkar saja, Pak!" ujar Ganjar duduk di samping sang Ayah.

"Iya, Nak. Bapak ikut apa katamu saja," jawab Pak Edi tersenyum bangga memandang wajah putranya itu.

Wajah Ganjar tampak semringah. Hari itu, ia merasa bahagia karena sudah berhasil membuat senang kedua orang tuanya. "Pak, nanti tolong sampaikan kepada Ibu. Ganjar mau ke perkebunan dulu!" Ganjar bangkit dan meraih tangan sang Ayah, seraya menciumnya penuh hormat.

"Iya, Nak." Pak Edi mengelus lembut rambut putranya itu.

Ganjar berangkat ke perkebunan dengan menggunakan sepeda motor matic yang baru ia beli beberapa Minggu yang lalu.

Dalam kehidupannya, Ganjar mempunyai rencana baik yang harus ia wujudkan. Rencana yang mungkin bisa menjadi reperensi hidup untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.

Salah satunya, Ganjar menginginkan di usia mudanya sudah mempunyai karir yang bagus dan mapan. Ganjar pun berkeinginan untuk segera menikah, atau sudah bisa memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuanya. Nah itulah beberapa rencana kehidupan pemuda berbudi luhur itu, tetap berusaha agar apa yang telah ia rencanakan bisa terwujud sesuai dengan yang diharapkan.

Di usia muda, Ganjar sudah bekerja keras dan berusaha untuk mewujudkan cita-cita dan keinginannya, salah satunya membahagiakan kedua orang tuanya dengan cara membangunkan sebuah rumah yang layak untuk mereka, memberikan banyak lapangan kerja untuk para tetangga dan warga yang ada disekitar desa tempat tinggalnya. Hal tersebut mampu ia wujudkan berkat dukungan dari kedua orang tuanya dan juga sang Paman yang terus memberikan rasa semangat bagi Ganjar.

"Kalau ada kekurangan bahan bilang saja, Pak!" ujar Pak Edi mengarah kepada Heru yang saat bekerja sebagai tukang di rumah yang sedang dibangun itu.

Heru mengatur napas dan menoleh ke arah Pak Edi. "Untuk saat ini, masih cukup, Pak," jawab Heru tersenyum sembari menyeka peluh di wajah.

Terik matahari mulai terasa panas matahari saat itu sudah berada di atas kepala tanda waktu Zuhur akan segera tiba. Pak Edi, meminta para pekerja untuk beristirahat sejenak, untuk melaksanakan Salat Zuhur dan makan siang bersama yang saat itu sudah disiapkan oleh Bu Ratna.

***

Dua bulan kemudian, rumah yang Ganjar rancang untuk sang Ibu sudah selesai dibangun, tampak megah berdiri kokoh di antara deretan kebun yang rindang ditumbuhi pohon-pohon yang menghijau daunnya. Rumah modern, namun masih menyimpan karakter dan desain untuk khas pedesaan.

"Selamat pagi, Pak," ucap Ganjar lirih.

"Pagi juga, Nak," sahut pria berkulit sawo matang itu, bangkit dan langsung menghampiri Ganjar.

"Berapa hari lagi pengecatannya, Pak?" Ganjar mengamati bentuk rumah barunya itu penuh rasa bangga.

"Insya Allah, besok juga selesai, Nak," jawab Heru lirih.

Ganjar tampak semringah dan langsung memanggil sang Ibu untuk minta saran dan penilaian tentang bentuk rumah yang sudah ia desain itu.

"Menurut Ibu, hasil rancangan kamu ini sangat bagus. Terima kasih ya, Nak." Bu Ratna merasa terharu dengan persembahan terbaik dari putra semata wayangnya itu. "Hari ini, kamu tidak berangkat ke perkebunan?" sambung Bu Ratna memandang wajah Ganjar.

"Mau, Bu. Ini juga mau jalan," jawab Ganjar meraih tangan sang Ibu, lalu menciumnya penuh hormat.

Ganjar melangkah keluar untuk segera berangkat ke perkebunan.

Setibanya di perkebunan, Ganjar langsung membantu para pekerjaannya dengan memberikan arahan-arahan untuk para buruh harian yang bekerja di ladang miliknya. Ladang tersebut sudah tampak hijau dengan tanaman-tanaman sayuran dan beberapa hari ke depan sayuran tersebut sudah siap untuk dipanen.

"Pak Danu, kalau sudah lelah istirahat saja dulu!" pinta Ganjar lirih.

"Iya, Nak Ganjar. Tanggung sedikit lagi ini." Pak Danu tersenyum dan menoleh ke arah Ganjar yang sedang membantu Haikal di sebelahnya.

Pukul lima sore, sebelum pulang. Ganjar mengumpulkan para pekerjanya, ia memberitahukan kalau dua hari lagi akan melamar Aisyah dan untuk sementara waktu perkebunan diliburkan berdasarkan permintaan sang Paman.

"Pak Danu kalau mau ikut, ikut saja!" ujar Ganjar mengarah kepada pria paruh baya itu.

"Kalau Bapak ikut di saung tidak ada yang menunggu," jawab Pak Danu lirih.

Ganjar hanya tersenyum kemudian berkata lirih kepada pria paruh baya itu. "Di sini ada Haikal, Pak" tandas Ganjar.

Dua hari kemudian, tepatnya di hari Kamis pukul 07-00. Kediaman baru Pak Edi sudah dikunjungi beberapa orang kerabat serta tetangga dekat. Pagi itu, Ganjar hendak melamar putri semata wayangnya.

"Berangkat pukul berapa, Kang?" tanya Haji Syarif memandang wajah sang Kakak.

"Pukul 8, tadi Akang sudah telpon Haji Mustofa." Pak Edi tampak semringah dan bahagia saat itu.

Ganjar sudah berpakaian rapi, tampak gagah dan tampan mengenakan kemeja putih dibalut jas warna hitam cerah.

Tepat pukul 8-00. Beberapa mobil yang membawa rombongan dari pihak keluarga Ganjar sudah bersiap untuk segera berangkat. Perjalanan menuju kediaman Aisyah hanya memakan waktu sekitar 15 menit saja.

Setibanya di depan rumah Haji Mustofa, Ganjar dan para pengantarnya disambut hangat oleh pihak keluarga Aisyah. "Assalamu'alaikum," ucap Ganjar lirih.

"Wa'alaikum salam," jawab semua serentak.

"Silahkan duduk!" ucap pria paruh baya yang merupakan kerabat dekat Haji Mustofa tampak ramah.

Semua tamu dari pihak Ganjar langsung duduk di tempat yang sudah disediakan. Setelah itu, Haji Syarif menuturkan niat kedatangannya mewakili pihak keluarga Pak Edi, menjelaskan maksud kedatangan mereka. Selain bersilaturahmi, Haji Syarif pun, punya niat untuk melamar Aisyah putri semata wayang Haji Mustofa, mewakili keponakannya.

"Bagaimana, Neng?" ucap Haji Mustofa memandang wajah Aisyah.

"Iya, Pak. Aisyah terima." Gadis itu tertunduk merasa terharu.

Semua yang ada di kediaman tersebut, sangat menyambut baik ucapan dari Aisyah yang secara resmi menerima pinangan dari Ganjar. "Alhamdulillaahirabbil'alamiin."