Sore itu, Aisyah langsung menyampaikan niat baik dari sang Ayah kepada Ganjar di hadapan kedua orang tua Ganjar.
"Maksud kamu, Bapak mau memberikan aku modal untuk usaha perkebunanku?" Ganjar masih ragu dengan apa yang dikatakan kekasihnya itu.
Dengan penuh kelembutan Aisyah menjelaskan kepada Ganjar kalau yang ia bicarakan itu benar adanya. "Iya, Jar. Bapak sudah menyepakatinya dan Bapak tidak main-main dalam hal ini," tandas Aisyah menjawab keraguan pria tampan itu.
Ganjar dan kedua orangtu anya menyambut baik rencana Haji Mustofa itu dengan suka cita dan penuh keharuan. "Alhamdulillah, ya Allah," ucap Ganjar dan kedua orang tuanya secara bersamaan.
Aisyah tersenyum bangga kepada Ganjar, sejatinya apa yang ia harapkan dari Ganjar sedikit demi sedikit sudah mulai terlihat. Bahwa dalam kehidupan Ganjar memang mulai menampakkan perkembangan.
Beberapa saat kemudian, Pak Edi bangkit. "Ayo, Bu. Berangkat sekarang!" ajak Pak Edi mengarah kepada sang istri.
"Bapak dan Ibu mau ke mana?" tanya Aisyah menatap wajah kedua pasangan paruh baya itu.
"Kalian lanjutkan ngobrolnya, Ibu dan Bapak mau ke rumah Bu Mira sebentar!" jawab Bu Ratna lembut.
Aisyah tersenyum dan menjawab lirih. "Oh, iya, Bu."
Kedua orang tua Ganjar langsung melangkah dan berlalu dari hadapan Ganjar dan Aisyah, Aisyah sedikit menggeser duduknya dan meluruskan pandangan ke wajah Ganjar. "Alhamdulillah, sekarang kamu sudah ada kemajuan, aku merasa bangga mempunyai calon imam seperti kamu." Aisyah berkata lirih dengan kalimat pujian yang membuat Ganjar semakin tersanjung dan besar harapan kalau dirinya menjadi pilihan terbaik untuk Aisyah.
"Syukron, Aisyah." Ganjar tampak sumringah tersenyum dengan balas memandang wajah gadis cantik berkerudung itu. Ganjar semakin yakin Aisyah merupakan satu-satunya gadis yang Allah rencanakan untuk menjadi calon pendampingnya.
"Ngomong-ngomong, ibu kamu sudah masak belum, Jar?" tanya Aisyah lirih.
Ganjar mengerutkan kening dan menjawab lirih. "Belum, memangnya kenapa, Ay?" Ganjar menatap Aisyah dan balas bertanya.
"Bolehkan, aku memasak di sini untuk kamu dan kedua orang tua kamu?" tanya Aisyah. "Kebetulan aku tadi sudah mempersiapkan semua bahan-bahan untuk masak," sambung Aisyah.
"Ya Allah, kamu membawanya dari rumah?"
"Iya, aku sudah persiapkan semua," tandas Aisyah.
"Aku bantu, yah!" Ganjar bangkit dan langsung mengajak Aisyah menuju ke arah dapur.
"Sebentar dulu!" ucap Aisyah berdiri di belakang Ganjar.
"Kenapa, katanya mau masak?"
"Iya, tapi aku mau ambil bahan-bahannya dulu di mobil."
"Aku saja yang mengambilnya!" Ganjar langsung meminta kunci mobil kepada Aisyah dan Aisyah pun langsung menyerahkan kunci mobilnya tersebut.
"Aku tunggu di dapur yah," ucap Aisyah melangkah menuju ke arah dapur.
"Iya." Ganjar langsung keluar menuju ke arah mobil milik Aisyah yang terparkir di depan beranda rumah sederhana itu.
Usai mengambil bahan-bahan masakan di dalam mobil, Ganjar langsung kembali masuk ke dalam rumah dan melangkah ke arah dapur menghampiri Aisyah yang sudah menunggunya. Ganjar dan Aisyah, tampak bahagia dan menikmati kebersamaan indah mereka di sore itu. Canda tawa dan senda gurau menghiasi kebersamaan keduanya.
***
Keesokan harinya, bahan-bahan bangunan dari toko material yang Ganjar pesan sudah tiba di kediamannya. "Alhamdilillah, ya Allah. Apa yang aku impikan akhirnya terlaksana juga," bisik Ganjar penuh rasa syukur. "Engkau telah menjawab dan mengabulkan doa-doaku," sambungnya lirih.
Ganjar seorang pemuda yang mempunyai rasa semangat tinggi dalam kehidupannya, ia pun selalu merasa cukup dengan apa yang Tuhan anugerahkan untuknya. Tak ada keluh kesah dan tetap menghadapinya dengan rasa ikhlas dan tawakal, hingga pada akhirnya apa yang ia harapkan terkabul seiring dengan kesabaran yang ia miliki.
"Yang namanya kaya (ghina') bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina' adalah hati yang selalu merasa cukup." (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah SWT, berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An Nahl: 97).
***
Sepulangnya dari ladang, Pak Edi dan Bu Ratna langsung menghampiri putra semata wayangnya yang saat itu sedang duduk di teras rumah. "Bahan bangunan pesanan kamu sudah dikirim semua, Nak?" tanya Bu Ratna menatap wajah Ganjar.
"Alhamdulillah, sudah, Bu." Ganjar tampak bahagia dengan raut wajah berbinar. "Tinggal, semen saja belum dikirim. Katanya, nanti," sambung Ganjar lirih.
"Bapak juga ada sedikit tabungan, nanti kamu pakai saja. Untuk tambah-tambah biaya pembangunan rumah kita!" timpal Pak Edi meluruskan pandangannya ke wajah tampan putra kebanggaannya itu.
"Tidak usah, Pak. Uang Ganjar juga cukup, uang Bapak simpan saja, untuk keperluan nanti!" Ganjar menolak halus pemberian dari ayahnya itu.
Bu Ratna bangkit dan langsung mengajak suami dan putranya itu untuk segera makan siang. "Ya sudah, sekarang kita makan siang dulu!"
"Iya, Bu," jawab Pak Edi dan Ganjar serentak.
Mereka bangkit dan langsung melangkah masuk ke dalam rumah untuk segera makan bersama dengan menu ayam goreng balado yang dikirim oleh Aisyah pagi tadi. "Lalapannya tidak ada, Bu?" tanya Pak Edi lirih.
"Ya Allah, ada Pak. Ibu lupa menyajikannya." Bu Ratna bangkit dan langsung mengambilkan lalapan untuk suaminya.
"Ini, Pak!" Bu Ratna kembali duduk dan melanjutkan makannya.
Selesai makan, Ganjar langsung membantu sang Ibu, mencuci piring dan merapikan bekas makanan. Setelah itu ia langsung mandi dan bersiap untuk melaksanakan Salat Zuhur.
"Ayo, Pak. Kita ke Musala!" ajak Ganjar.
"Iya, Nak," jawab Pak Edi bangkit dan langsung melangkah bersama dengan Ganjar untuk segera berangkat ke Musala.
Bu Ratna pun langsung melaksanakan Salat Zuhur di rumah, Ganjar dan kedua orang tuanya termasuk orang yang taat beribadah dan sangat berjiwa sosial. Selalu menolong kesusahan tetangganya, meskipun hidup mereka masih dalam kekurangan. Hingga pada akhirnya, semua sikap baik yang mereka terapkan dalam kehidupannya berbuah manis.
Perlahan, usaha Ganjar mulai berkembang, hasil yang didapatkan dari jerih payah dalam mengelola perkebunan yang dipercayakan pamannya, menuai hasil yang baik dan bisa merubah perekonomian mereka.
Usai melaksanakan Salat Zuhur, Pak Edi langsung kembali ke ladang bersama sang Istri. Sementara Ganjar, siang itu langsung berangkat ke kediaman Haji Syarif untuk melaporkan keuangan hasil dari panen cabai merah dan jagung di perkebunannya itu.
***
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
"Allah Ta'ala pasti tahu bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta'ala, yaitu berupa siksaan dalam penjara, ancaman dan penindasan dari musuh-musuh beliau. Namun bersamaan dengan itu semua, aku dapati bahwa beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya dan paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar kenikmatan hidup yang beliau rasakan. Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang."