Chereads / Öde / Chapter 26 - 25

Chapter 26 - 25

Siang itu kelas dipenuhi oleh perbincangan dari tiap orang yang berada di dalamnya. Ada yang sibuk menceritakan kesehariannya pada teman-temannya, bermain ponsel, tertidur, dan juga belajar, seperti Alde. Sebagai penerima beasiswa ia harus mempertahankan nilai-nilainya dengan sangat baik. Ia tak mau memutus jenjang pendidikannya hanya pada tahap bangku sekolah. Dunia tidak sebaik itu. Apalagi jika ia seorang wanita. Setidaknya, ia harus bisa mengejar gelarnya untuk bisa mendapat pekerjaan yang baik.

"Hei, tumben sekali Pak Bian tidak datang tepat waktu."

"Oh, kau benar, ini sudah lewat tiga puluh menit dari jadwal seharusnya."

"Ada apa dengan Pak Bian? Apa dia lupa?"

"Pria itu? Tidak mungkin!!"

Perbincangan itu menarik fokus Alde. Ia yang sebelumnya tengah menulis pun sudah berhenti sejak tadi. Lebih memilih untuk mendengar perbincangan dua wanita yang duduk di hadapannya.

"Apa jangan-jangan dia tertahan oleh kekasihnya?"

"Kekasihnya yang mana?"

"Itu loh, Ares, dari jurusan seni."

"Hei, kau tau dari mana?"

"Kau jangan bilang siapa-siapa ya," bisiknya namun masih bisa Alde dengar. "Beberapa hari yang lalu waktu aku melewati ruangan Pak Bian aku tak sengaja memergoki Ares yang berlari keluar dari sana sambil menangis."

"Oh, astaga, aku tak tau jika ternyata Pak Bian memiliki sebuah skandal seperti itu."

"Yah, mau selurus apa pun manusia pasti memliki sisi negatifnya juga. Dan itu— "

Ketika salah satu dari dua wanita itu menyadari tatapan Alde ia segera menghentikan kalimatnya. Cepat-cepat wanita itu membisikkan sesuatu pada telinga temannya dan tak lama keduanya segera membereskan barang-barangnya dan pindah tempat dari sana.

Penampakan itu sudah tidak aneh. Alde tau kok jika seluruh orang-orang di kampus menjauhinya. Akan tetapi ia tidak mempedulikannya. Selama ia masih memiliki Nayla sebagai sahabat ia masih bisa bertahan. Namun, untuk saat ini sahabatnya ini tidak bisa masuk dan menemaninya di kampus karna kakinya terkilir, membuatnya merasa cukup kesepian.

"Hei, bangku ini kosong kan?"

Suara baritone yang tiba-tiba saja terdengar dari sampingnya membuat Alde segera menoleh. Itu adalah Elio. Pria itu tengah tersenyum ramah ke arahnya.

"Tentu." jawab Alde sambil tersenyum cerah.

Dan tanpa ada rasa ragu lagi, Elio segera mendudukkan dirinya pada bangku kosong di samping Alde.

"Kau ketiduran?" tanya Alde pada Elio yang tengah mengeluarkan peralatan tulisnya dari dalam tas.

"Dari mana kau tahu?"

"Itu." tunjuk Alde pada rambut bagian belakang Elio yang berantakan. Jelas sekali jika ia berangkat ke kampus setelah membuka matanya pertama kali dan tidak menyadari rambut setelah bangun tidurnya itu.

Karna malu, dengan tergesa-gesa Elio segera merapihkan rambutnya dengan tangannya. Tapi, bukannya semakin rapih rambutnya malah terlihat semakin berantakan. Alde yang melihat itu pun tertawa.

"Jangan rapihkan seperti itu," ia merogoh isi tasnya, ia mengeluarkan sebuah sisir dan mulai berdiri untuk menyisir rambut Elio dengan sisir tersebut. "Kalau kau rapihkan dengan asal rambutmu malah semakin kusut nantinya."

Dengan telaten Alde menyisir rambut Elio, merapihkan rambut pria itu. Dan Elio pun hanya diam ketika Alde melakukannya.

"Seharusnya kau tidak tidur dengan rambut yang masih basah."

Dahi Elio berkerut, "Dari mana kau tau kalau aku tidur dengan rambut yang basah."

Alde tersenyum, ia mendudukkan tubuhnya kembali ke atas kursinya dan memberikan cermin kecil yang selalu ia bawa pada Elio. "Itu hal umum yang seharusnya tidak kau lakukan."

Elio melihat hasil pekerjaan Alde dari balik cermin. Ia cukup puas ketika melihat rambut hitamnya sudah rapih.

"Terima kasih." ucapnya sambil mengembalikan cermin milik Alde.

"Sama-sama."

Di tengah-tengah itu, seorang pria berumur empat puluhan yang Alde yakini sebagai pegawai dari tata usaha jurusannya berjalan masuk ke dalam kelas. Seketika, seluruh perhatian semua orang tertuju padanya.

"Untuk hari ini dan seminggu ke depan, semua kelas Pak Bian ditiadakan, kalian boleh pulang."

Berbeda dengan mereka yang bersorak senang, kedua alis Alde saat ini sudah terangkat tinggi.

"Loh, ada apa dengan Pak Bian? Tumben sekali ia meniadakan kelas hingga satu minggu kedepan."

Elio menyuarakan pikiran Alde, membuat Alde menolehkan kepala ke arahnya.

"Ntah lah, mungkin dia ada urusan yang lebih penting dari ini." sahut Alde.

Elio dan Alde mulai membereskan barang mereka masing-masing. Dan setelah beres, keduanya segera berdiri dari kursi mereka dan berjalan keluar dari kelas.

"Mau makan siang di tempat biasa?" tanya Alde pada Elio yang berada di sampingnya.

Elio menganggukkan kepalanya. "Tentu."

Di taman yang cukup jauh dari keramaian, Alde dan Elio duduk di atas bangku yang tersedia. Alde mulai membuka masing-masing kotak bekal yang ia bawa dan memperlihatkan isinya pada Elio. Terlihat dari pancaran manik hitam pria itu jika ia sudah tak sabar untuk segera melahapnya.

"Boleh langsung aku makan?" tanya Elio.

"Tentu saja."

Dan tanpa ada keraguan lagi Elio segera mengambil dan melahap seluruh makanan tersebut.

"Pelan-pelan makannya." ucap Alde sambil memberikan botol minum miliknya pada Elio.

Karna mulut yang terlalu penuh Elio tak bisa menjawab. Hal itu membuat Alde terkekeh gemas dan mencubit pipi bulatnya.

"Kau terlihat seperti hamster."

Kunyahan Elio terhenti. Tiba-tiba saja pria itu terdiam.

Menyadari itu Alde segera bertanya, "Kenapa? Kau tersedak?"

Elio menggelengkan kepalanya.

"Tidak enak?"

Lagi, pria itu menggelengkan kepalanya.

Kali ini dengan cepat ia mengunyah seluruh makanan yang berada di dalam mulutnya lalu menelannya.

"Kau tau, kau itu mengingatkanku pada ibuku."

"Huh?"

Elio menatap Alde. Manik obsidian bertabrakan dengan manik light brown, saling terpaku satu sama lain.

"Dari cara kalian berbicara, tertawa, dan makanan, semuanya mirip."

Tiba-tiba saja ia mengulurkan tangan kanannya untuk menyentuh pipi Alde, membuat Alde terkejut karnanya.

"Tapi, wajahmu itu... "

Sekelebat perasaan muncul di manik hitam pria itu. Entah itu hanya perasaan Alde saja atau bukan, tapi...

"Ada apa... kenapa dengan wajahku...?" tanya Alde.

Elio yang tersadar segera menarik mundur tangannya.

"Bukan apa-apa, hanya ada sesuatu di sana." ucapnya sambil tersenyum.

"O-oh, begitu."

Alde yang terlebih dahulu mengalihkan tatapannya dari manik hitam Elio. Tidak pasti ingin melihat ke mana hingga akhirnya memilih untuk menundukkan kepalanya dan menatap kotak bekal yang berada di atas pangkuannya.

"Ngomong-ngomong, kau tidak makan?" tanya Elio ketika menyadari jika sedari tadi hanya ia sendiri yang makan.

"Huh? I-iya, aku akan makan." jawab Alde dengan gugup tanpa mau menoleh.

Untuk kali ini Alde bersyukur karna memiliki rambut panjang, membuatnya bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya dengan baik dari jarak pandang pria itu.

"Jangan marah jika semua lauknya kuhabiskan loh."

"Iya, tidak papa." balas Alde.

Elio mengedikkan bahunya. Ia kembali melahap makanannya, membiarkan Alde.

Sebenarnya Alde tidak menginginkannya, namun pikirannya tiba-tiba saja berputar pada kejadian tadi. Ia bingung. Ketika ia menangkap sekelebat perasaan yang muncul dari manik mata Elio, ia merasakan sebuah kemiripan di sana.

Alde mencengkram rok yang ia kenakan. Ia melirik ke arah Elio. Dengan pipi yang penuh pria itu mengunyah seluruh makanan yang berada di dalam mulutnya. Dan ketika tatapan mereka saling bertabrakan, pria itu tersenyum.

Apa itu hanya perasaannya saja? Apa itu cuma halusinasinya saja?

Jika Elio...