Chereads / Öde / Chapter 32 - 31

Chapter 32 - 31

Alde dan Elio mendudukkan tubuh mereka di salah satu kursi pengunjung yang kosong. Setelah hampir dua jam berputar putar di mall dan membeli barang yang sekiranya mereka butuhkan, keduanya memutuskan untuk istirahat sejenak.

"Elio, bagaimana kau akan membawanya? Kita kan naik motor." celetuk Alde ketika melihat banyak sekali barang belanjaan milik pria itu yang berjejer di antara kakinya.

Menanggapi kalimat itu Elio tertawa. "Aku bisa menyuruh transportasi online untuk memgirimkannya ke rumah ku."

"Kau yakin bisa mempercayai mereka?"

Elio menganggukkan kepalanya.

Alde memperhatikan semua barang bermerek yang dibeli oleh Elio. Ia tau jika sebenarnya hal ini bukanlah urusannya, namun...

"Aku bukannya ingin menasihati atau melarangmu belanja tapi, bukankah kau lebih memikirkan bagaimana kau akan mengeluarkan uang mu?"

Elio yang sebelumnya sedang merelax kan tubuhnya pada sandaran kursi menoleh. "Untuk apa?" tanyanya.

"Um... biar kau tidak... terlalu boros?" ucap Alde sembari melirik ke arah barang-barang yang berada di sekitar kaki Elio.

Tawa kecil lolos dari mulut Elio, "Tenang saja. Walau aku sudah membeli banyak barang seperti ini uangku pasti tidak akan pernah habis."

"Kenapa kau sangat yakin?"

Sekilas, wajah ramah yang sebelumnya Alde lihat menghilang. Digantikan dengan sebuah ekspresi asing yang tidak pernah Alde lihat sebelumnya dari Elio. Sangat dingin dan... penuh akan kesedihan.

"Karna, aku bukanlah hal penting untuknya."

Alde tak bisa memahami kalimat yang baru saja Elio ucapkan. Akan tetapi, seluruh rasa sedih yang saat ini ia rasakan sungguhlah nyata. Seperti melihat seorang anak kesepian, itulah pandangan Alde pada Elio saat ini.

"Eli—"

"Sebentar lagi jam enam, lebih baik kita segera berangkat agar kau tidak terlambat."

Elio memotong kalimat Alde. Tanpa mau melirik sedikitpun pria itu segera berdiri dan mengambil semua barang belanjaannya.

"Ayo."

Tanpa menoleh ke belakang lagi ia berjalan pergi.

Alde yang melihat bagaimana punggung Elio perlahan menjauh menurunkan tangannya yang sebelumnya sudah terulur dan mengambang di udara. Tak lama ka pun mulai bangkit dan menyusul Elio yang sudah berjarak cukup jauh.

---

"Terima kasih atas tumpangannya." ucap Alde sembari memberikan helem nya pada Elio.

Sebagai respon, Elio menganggukkan kepalanya.

Entah mengapa tiba-tiba saja Elio menjadi pendiam. Setelah obrolan terakhir mereka di mall tidak ada lagi obrolan-obrolan random yang biasanya selalu mereka bahas. Hanya suara kendaraan yang mereka lewati saja yang menelungkup keduanya dalam perjalanan menuju tempat kerja Alde

"Kalau begitu hati-hati di jalan ya." Alde melambaikan tangannya.

Untuk sesaat manik segelap langit malam itu hanya menatap lurus ke arah Alde sebelum akhirnya sang pemilik tersenyum dari balik helem full face yang ia kenakan.

"Ya, kau juga." ucapnya. "Kalau begitu, aku pamit."

"Hm." sahut Alde.

Elio melambaikan tangannya, dan Alde pun segera membalasnya. Pria itu mengganti gigi motornya sebelum mulai menancapkan gas dan melaju pergi dari sana.

"Sudah kubilang untuk berhati-hati." ucapnya pasrah.

Alde merogoh tasnya. Ia mengeluarkan ponsel pintar miliknya lalu mengetikkan sebuah pesan pada Elio.

[Hati-hati, jangan terlalu ngebut.]

Ia tau jika Elio tidak akan melihat pesannya dalam waktu dekat. Walau begitu Alde tetap memgirimkan kalimat tersebut pada Elio. Berharap jika ia akan tiba di rumah dalam keadaan baik-baik saja.

Merasa jika ia sudah terlalu lama berdiam diri di luar, Alde segera berbalik dan masuk ke dalam restoran.

Dari jam 6 hingga jam 12 malam ia bekerja. Entah itu melayani tamu, mencuci piring, mengepel lantai, semuanya ia lalukan tanpa ada keluhan sedikit pun.

Melelahkan? Tentu saja. Alde memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya yang letih terlebih dahulu sebelum mengganti bajunya. Memberikan ketenangan pada kedua otot kakinya yang sudah bekerja keras hari ini.

"Alde, ayo kita pulang bersama." ucap Della, salah satu karyawan yang bekerja di shift yang sama dengan Alde.

"Nanti dulu Del, aku masih mau beristirahat sesaat."

"Kau yakin?" tanya Della, memastikan.

Alde menganggukkan kepalanya yakin.

"Yasudah, kalau begitu kami pulang duluan. Kau jangan berlama-lama di sini dan cepatlah pulang!" kata Angge yang baru saja selesai mengganti bajunya dan bersiap pulang bersama Della.

Alde tersenyum, "Iya, hati-hati di jalan ya kalian." ucapnya sambil melambaikan tangan.

Setelah Angge dan Della pergi Alde segera bangkit dari duduknya dan mengganti bajunya. Karna ia yang terakhir pulang, maka ia yang bertugas melakukan pengecekan terakhir, memastikan semua pintu telah terkunci dan semua alat dalam keadaan mati.

"Loh? Alde belum pulang?"

Tubuh Alde tersentak ketika mendengar sapaan manis itu. Ia menoleh ke belakangnya, melihat jika Pak Erik baru saja keluar dari dalam ruang managernya.

"Bapak sendiri, kenapa Bapak belum pulang?" tanya Alde ramah.

Pak Erik tersenyum. Tiba-tiba pria itu berjalan mendekati Alde dan menyentuh bahunya.

"Aku senang, melihat wanita pekerja keras sepertimu."

Perasaan Alde mulai tak enak. Ia lupa peringatan karyawan wanita lain yang sudah lama bekerja di sini.

Jika ada Pak Erik tidak boleh hanya berdua saja!

Tapi, saat ini di restoran hanya ada Alde dan Pak Erik. Karyawan yang lain sudah pulang. Benar-benar sebuah kesialan. Seharusnya tadi ia ikut saja pulang bersama Angge dan Della.

"Alde, kau mau gaji tambahan?"

Cepat-cepat Alde memggelengkan kepalanya, "Tidak Pak, simpanan saya masih banyak kok."

Tangan yang sebelumnya berada di bahu sudah berpindah ke wajah. Tak bisa menahan ketidak nyamanan ini lagi, Alde segera menepis tangan Pak Erik dan melangkah mundur.

"Maaf Pak sepertinya sudah terlalu larut, saya pamit pulang."

Tanpa mau menatap mata Pak Erik Alde pamit. Ia segera membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi. Akan tetapi lengannya tiba-tiba saja dicengkram kencang oleh Pak Erik.

"Siapa bilang kau sudah boleh pergi?"

Sekerika rasa takut meluap dari dalam diri Alde. Manik matanya bergetar ketika melihat nafsu tak tertahan yang sudah muncul di wajah Pak Erik.

"Lepas Pak!"

"Tidak mau." jawab senang Pak Erik.

Ketika Pak Erik menarik tubuhnya dan memeluknya, Alde panik. Ia berusah meronta sekuat tenaga namun, perbedaan kekuatan yang sangat kentara membuatnya tak bisa berbuat banyak.

"Hentikan!" jerit Alde.

Pak Erik tidak mendengar. Ia berusaha untuk mencium bibir Alde, tapi Alde tidak mau. Ia berusaha untuk menolak, bertahan, tapi sekeras apa pun ia melawan Pak Erik pasti membalasnya dengan kekuatan lebih.

"Kumohon... hentikan..." lirih Alde, walau pun ia tau Pak Erik tidak akan mendengarnya.

Haruskah Alde pasrah? Haruskah ia membiarkan pria ini melakukan hal yang ia mau padanya? Haruskah ia melakukan itu?

Tak ada lagi perlawanan membuat Pak Erik tersenyum. Ia menatap manik Alde yang sudah basah oleh air mata. Entah mengapa, hal itu malah membuat birahinya semakin memuncak.

"Aku tidak menyadarinya karna poni yang menutupinya, tapi... wajahmu benar-benar cantik."

Tangan yang sebelumnya menyibakkan poni sudah turun untuk menyentuh bagian tubuh lainnya. Dan ketik Pak Erik hendak melakukan kelanjutan dari aksinya sebuah tarikan kencang pada kerah kemejanya membuat tubuh berisinya melambung ke belakang. Bersamaan dengan itu suara penuh amarah yang cukup familiar di telinga Alde pun terdengar.

"Apa yang kau lakukan padanya?!"