Ketika motor berhenti Alde segera melompat turun. Ia melepas helm yang ia kenakan dan memberikannya pada Elio yang sudah memarkirkan motornya.
"Jadi, selain beli eskrim kita mau melakukan apa di sini?"
"Kau mau nonton?" tanya Elio.
"Nonton apa?" tanya balik Alde.
"Entah lah, sesuatu yang menarik mungkin?"
"Hmm..." Alde berpikir. Ia bukan penggemar film jadi ia tak tau harus merekomendasikan film apa. Terlebih, ia hanya memiliki waktu empat jam sebelum memasuki jam kerja.
"Atau kau mau kita berkeliling dulu di mall?"
"Boleh. Karna saat ini kita berada di lantai terbawah kita bisa berjalan selantai demi selantai hingga ke bioskop."
Elio menganggukkan kepalanya, "Bukan ide yang buruk." ucapnya.
Alde tersenyum, "Kalau begitu, ayo."
Dengan penuh antusias keduanya segera berjalan masuk ke dalam mall. Toko pertama yang mereka kunjungi di dalam mall tersebut sudah pasti toko eskrim. Banyak sekali jenis dan rasa eskrim yang ada di etalase toko eskrim yang mereka kunjungi, membuat Alde sedikit bingung untuk memilih rasa mana yang menurutnya enak.
"Kau mau yang mana?" tanya Alde pada Elio yang berada di sampingnya.
"Aku mau coklat dan espresso." jawab Elio.
"Kalau begitu, aku mau stroberi dan choco chips."
Alde segera memesankan eskrim mereka. Dan dalam waktu kurang dari sepuluh menit mereka sudah menerima eskrim dengan rasa yang masing-masing mereka pilih tadi.
"Aku paling suka rasa stroberi." ucap Alde sambil memakan eskrim yang ditumpuk di atas cone miliknya.
"Kau suka stroberi?" tanya Elio.
Alde menganggukkan kepalanya. "Dulu waktu kecil kakek sering mengajakku ke kebun stroberi. Aku diperbolehkan memetik dan membawanya. Saat itu adalah saat-saat paling menyenangkan di dalam hidupku."
Sebuah senyum sendu terkembang di wajah Alde. Mengingat masa lalu yang tiba-tiba saja mengunjungi memorinya benar-benar membuat mood Alde sedikit berantakan. Cepat-cepat Alde segera mengalihkan topik sebelum ia menghancurkan suasan baik di antara dirinya dan Elio.
"Kalau kau sendiri, apa yang kau sukai Elio?"
Tak berharap di tanya seperti itu Elio tak mempersiapkan jawabkan apa pun. Ia berpikir, berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan Alde tentang apa yang ia suka. Namun, tak ada satu pun kata atau kalimat yang muncul di otaknya.
Alde masih menunggu jawaban dari Elio. Ia mengharapkan sebuah jawaban yang nantinya bisa ia jadikan referensi untuk keputusan memilih kado Elio di hari ulang tahunnya. Oh, tapi Alde belum tau kapan Elio ulang tahun. Lebih baik segera ia tanyakan setelah in—
"Aku...tidak tau." ucap Elio tiba-tiba.
Salah satu alis Alde terangkat.
"Kau tidak pernah memikirkan apa yang kau suka?" tanya Alde lagi.
Elio menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tertarik."
"Eeh? Tapi kau tetap harus mengetahui apa yang kau suka."
"Kenapa?" tanya Elio.
Alde tersenyum. Sebuah senyuman jenaka seperti anak kecil terkembang di bibirnya, "Agar kau bisa menikmati hidup." jawabnya.
Seketika Elio dibuat bingung oleh ucapan Alde.
"Kenapa aku harus menyukai sesuatu untuk menikmati hidup?" tanya Elio.
"Kau ini masih belum paham ternyata."
"Belum paham apa?"
"Susah jika aku jelaskan dengan kalimat. Mungkin suatu saat nanti kau akan menyadarinya."
Elio berhenti berjalan. Ia menatap Alde yang saat ini masih melangkah ke depan dan memakan eskrimnya.
"Hm? Kenapa berhenti?" tanya Alde. Ia ikut berhenti dan menoleh ketika menyadari Elio yang sudah tak ada di sampingnya.
Untuk beberapa saat Elio masih menatap Alde tanpa bicara. Hingga ketika mulut yang tertutup rapat mulai terbuka dan mengeluarkan suara.
"Alde, aku—"
"Loh, nak Alde?" ucap seseorang memotong kalimat Elio.
Alde segera menoleh ke asal suara. Kedua bola matanya terbelalak ketika melihat sesosok wanita berumur empat puluhan itu tersenyum dan menghampirinya.
"Bunda? Kenapa Bunda bisa ada di sini?" tanya Alde terkejut.
"Loh, memangnya Bunda tidak boleh jalan-jalan?"
"Bukan seperti itu," ucap Alde sambil tertawa. "Apa Nyla tidak ikut?" tanyanya ketika tak melihat siapa pun di belakang wanita itu.
"Kan Nyla sakit. Kakinya terkilir, sudah pasti ia tidak boleh ikut dan hanya bisa diam di rumah saja."
"Oh, benar juga." angguk Alde menyetujui perkataan Bunda.
"Kalau Alde sendiri di sini bersama siapa?" lirik Bunda pada Elio yang sudah berdiri di belakang Alde.
"O-oh, ini teman Alde. Bunda perkenalkan ini Elio, dan Elio perkenalkan ini Bunda, ibu Nyla."
Elio tersenyum. Ia mengulurkan tangannya pada Bunda.
"Perkenalkan, nama saya Elio."
"Halo Elio, senang berkenalan dengan mu." sapa Bunda menyambut uluran tangan Elio sambil tersenyum lembut.
"Bunda ke sini sendirian?"
"Tidak, Bunda kemari bersama Devin, tapi anak itu malah menghilang entah pergi ke– oh, itu dia!" seru Bunda ketika melihat sang anak laki-laki tengah berjalan ke arahnya.
"Loh Devin?" kaget Alde ketik melihat sosok Devin yang akhirnya muncul di depannya. "Kenapa kau tambah tinggi? Dulu kan tinggi mu tak jauh beda dariku?" tanyanya ketika menyadari jika anak yang berbeda tiga tahun darinya itu tiba-tiba saja terlihat cukup dewasa dan lebih tinggi darinya.
"Tentu saja, aku sekarang sudah lebih tinggi darimu jadi jangan panggil aku anak kecil lagi." balas Devin penuh akan kebanggaan diri.
"Tapi di mataku kau masih sama seperti Devin kecil yang selalu mengikutiku dan Nyla kemana-mana." ucap Alde sambil mengusak gemas pucuk kepala Devin, ia harus sedikit berjinjit ketika melakukan hal tersebut karna perbedaan tinggi yang cukup kentara.
Tiba-tiba saja wajah Devin memerah. Ia melangkah mundur agar Alde tak bisa mengusak pucuk kepalanya lagi.
"Ka-kau!!" Devin menatap terkejut Alde sebelum akhirnya berlari kabur.
"Loh, kenapa dia lari?" tanya Alde bingung.
Bunda yang melihat semuanya dari awal tersenyum. "Nak Alde, kapan-kapan main ke rumah ya, kami akan selalu menyambut kedatanganmu."
Alde menganggukkan kepalanya. "Kalau ada waktu kosong aku akan main ke rumah lagi."
Bunda memeluk Alde dan Alde membalas pelukan tersebut.
"Kalau begitu Bunda pergi dulu ya." ucapnya setelah pelukan mereka terlepas.
"Hati-hati di jalan pulang ya Bunda, suruh Devin menyetir dengan baik."
Bunda tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Sambil berjalan menjauh ia melambaikan tangannya.
"Kau ternyata sangat dekan dengan keluarga sahabat mu." celetuk Elio ketika sosok Bunda sudah tak lagi terlihat di sudut pandangnya.
"Uhum, kami sangat dekat sampai terkadang aku selalu dikira bersaudara dengan Nyla." ucap Alde, terkekeh jika mengingatnya.
Elio menatap Alde dalam diam sebelum akhirnya memilih untuk membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi duluan.
"Kenapa banyak sekali lalat yang terbang di sekitarmu sih?" gumamnya sambil mendecih.
"Apa? Kau mengatakan sesuatu Elio?" tanya Alde ketika hanya mendengar sebuah gumaman dari pria yang berada di depannya, berusaha menyamakan langkahnya yang lebar.
"Tidak, bukan apa-apa." jawab Elio sambil lebih mempercepat langkahnya, meninggalkan Alde di belakangnya.
"Tunggu aku Elio!"