Chereads / Sebuah Kata Kerinduan / Chapter 6 - 6. Keraguan -2

Chapter 6 - 6. Keraguan -2

Rian melihat tangan nya dan Ana saling bertautan entah kenapa dia merasa sangat senang dia belum pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya, seperti ada banyak bulu-bulu lembut yang menggelitik hatinya. Selama ini dia selalu mengikuti Ana diam-diam membuat pertemuan mereka seolah itu tidak disengaja. Dia juga selalu mencari kesempatan untuk bicara dengan gadis lugu itu tapi selalu saja dihalangi oleh dua seniornya Azira dan... Arka.

Jujur saja dia benci melihat tatapan Arka pada Ana itu adalah tatapan cinta seorang lelaki pada wanita. Sekarang dia tidak perlu lagi merasakan benci. Ana ada disampingnya cepat atau lambat dia akan membuat Ana menjadi kekasihnya.

Ana melihat senyum aneh Rian dan itu membuat perasaannya tidak enak. Ana melepaskan genggaman tangan Rian dan bertanya "Kau ingin mengajakku kemana?".

Mereka saat ini berada di parkiran khusus motor Rian menatap Ana dan memintanya untuk naik keatas motor. Ana sebenarnya gugup dan takut dia tidak terlalu dekat dengan Rian "Naiklah, Aku ingin menunjukkan sesuatu pada mu!".

Meski ragu dan takut Ana tetap ikut. Selama ini dia selalu duduk di samping Arka karena seniornya itu membawa mobil tapi sekarang dia duduk di atas motor rasanya sedikit aneh untuknya. Lima belas menit kemudian motor yang tadi berbelok-belok melewati gang dan lampu merah akhirnya berhenti didepan sebuah bangunan bertingkat tiga di luar bangunan itu tertulis Kafe Game. Ada banyak kendaraan motor terparkir di halaman kafe, beberapa mobil juga terparkir disana. Ana menatap Rian meminta penjelasan.

"Ini.."

"Tempat usahaku! Juga tempat tinggal ku bersama adik ku Abe. Ayo masuk akan ku kenalkan kau padanya. Dia pasti akan menyukaimu!".

Kaki Ana terasa berat melangkah masuk tapi Rian tetap menarik tangannya meskipun tidak kasar "Aku duduk diluar saja!". Ana menunjuk sebuah kursi kosong di depan parkir.

Rian menggeleng "Masuk aja enggak apa-apa kok. Di dalam juga banyak cewek! Kau akan tahu setelah melihatnya!".

Ana akhirnya melangkah masuk pada pandangan pertama itu terlihat seperti kafe biasa tapi setelah dilihat lebih jelas di bagian belakang terdapat ruang yang dibagi-bagi sesuai ukurannya berisi meja dan kursi serta komputer terbaru beberapa orang terlihat sedang bermain dengan headphone menutupi telinga mereka.

"Siapa ini kak?"

Sebuah suara santai terdengar dari samping Ana melihatnya itu seorang remaja tampan tingginya hampir sama dengan Rian pitur wajahnya lembut. Sekali pandang Ana bisa menebak itu adalah adiknya Rian.

Abe.

Meskipun Rian memiliki pitur wajah tampan yang keras. Wajah Abe lebih nyaman untuk dilihat itu seperti dia membiarkan kita masuk kedalam dunianya tanpa batas. Berbeda dengan Rian yang tertutup.

"Abe, kenalkan ini Ana.. Dan Ana ini adik aku namanya Abe!" Rian memperkenalkan dua orang tersebut.

Ana tersenyum menyambut uluran tangan Abe, meskipun dia bisa melihat ada sesuatu yang janggal dari senyum Abe, pemuda tanggung itu menatap kakaknya dan berkata. " Kak ada yang nyariin tuh di atas!" kemudian beralih pada Ana "Kakak mau coba main game, biar Abe tunjukkan caranya?". Meskipun bingung melihat perubahan Abe tapi dia hanya diam dan mengikuti Abe dari belakang. Ekspresi Abe terlihat marah ketika menyampaikan pesan kemudian kembali normal saat menatapnya.

"Abe sudah lama disini?".

Abe mengangguk sambil menyalakan komputer "Kakak pernah bermain game? Seperti Mobile legend?"

Ana menggeleng membuat pemuda itu terkekeh "Hm.. Baiklah mari kita cari game yang digemari oleh para gadis-gadis" Abe mencari-cari akhirnya menemukan satu "Bagaimana kalau yang ini?".

Ana melihat ke layar dan mengangguk sebentar "Baiklah! Apa kau akan pergi?". Tanya Ana kemudian. Karena dia merasa sangat tidak nyaman berada ditempat baru sendirian tanpa orang yang dikenal.

Abe terdiam menarik kursi kosong disamping Ana lalu duduk "Aku akan duduk disini!".

Ana mengangguk dan mulai bermain itu hampir sama seperti permainan di ponselnya puzzle. Tanpa melihat Ana lebih sering bertanya karena sudah merasa nyaman pada Abe "Abe masih sekolah?".

"Tidak lagi setelah naik kelas tiga aku berhenti dan mengikuti kakakku datang kesini mengembangkan usahanya". Meskipun Abe mengatakan semua itu sambil tersenyum tetap saja tatapan matanya terlihat sangat sedih.

"Kenapa kau berhenti?".

"Yah, mungkin saat itu aku bodoh! Tapi aku berencana untuk ikut paket C nanti. Melihat dunia mahasiswa membuatku jadi tertarik!". Ana tersenyum.

"Itu bagus! Jangan sia-sia kan masa mudamu!".

"Kakak bicara seperti itu seakan umur kakak lebih dari seratus tahun".

"Kau mengejekku!".

Mereka tertawa, Ana merasa bahagia bertemu Abe. Pikiran nya yang kacau karena Arka sedikit teralihkan pada game yang direkomendasikan oleh Abe.

"Jika kakak bosan dan tidak sibuk datanglah kemari! Aku sangat senang jika kakak datang!".

"Kau yakin? Kau akan repot karena aku nanti!"

Abe tertawa lepas "Aku tidak keberatan!"

"Baiklah! Tapi sepertinya sekarang kakak harus kembali! Dimana Rian?"Ketika Ana bertanya keberadaan Rian wajah Abe berubah muram.

"Aku akan mengantar kakak sepertinya kak Rian masih lama!"Tanpa peduli Ana hanya mengangguk. Tidak menolak tawaran Abe yang ingin mengantarnya pulang.

❄❄❄

Arka duduk di sofa ruang tamu di rumah kontrakan Ana. Mengabaikan beberapa pasang mata yang melirik curi-curi pandang padanya. Arka merengut karena ditinggal sendiri oleh Azira yang sedang memasak didapur. Seharusnya dia membeli makanan siap saji saja dari pada membiarkan Azira meninggalkannya sendiri seperti orang bodoh.

Suara motor dari luar menarik perhatian Arka ia melihat melewati jendela kaca itu Ana di antar oleh seorang pemuda bukan Rian. Siapa lagi cowok itu kenapa Ana sangat mudah dekat dengan cowok! Itu membuat hati Arka merasa tidak tenang.

Ana melangkah masuk dengan riang tapi senyumnya membeku ketika melihat wajah datar Arka dia ingin mengabaikan keberadaan sosok tampan itu tapi hatinya menolak. Arka selalu menjadi yang paling istimewa dihatinya.

"Kak Arka? Sedang menunggu kak Azira?".Arka mengangguk kaku mendengar Ana memanggilnya dengan sebutan kak bukan Arka "Baiklah! Aku akan naik dan memanggilnya!".

Ana siap untuk naik ke lantai dua tiba-tiba pertanyaan Arka membuatnya berhenti mendadak "Siapa lelaki itu! Apa dia pacarmu?".

Ana terdiam sesaat lalu tersenyum "Bukan kah itu sesuatu yang tidak seharusnya menjadi urusanmu? Kenapa bertanya siapa dia? Yang pasti dia sangat spesial. Kakak sebaiknya tidak mengurus urusan orang lain".

Arka bungkam. Ana tidak pernah bicara kasar padanya tapi sekarang Ana seperti menjaga jarak darinya.

Ana... Apakah dia membenciku? Tapi kenapa?

"Ana, apa aku membuatmu marah?".

Ana diam, tangannya terkepal erat menahan setiap kata yang ingin ia keluar kan "Tolong, jangan pedulikan aku lagi! Karena itu akan membuatku tersiksa!"

"Aku.." Arka terbelit kata tidak mampu membalas tapi yang jelas hatinya sakit "Ana.. Aku.."

"Aku menyukai orang lain!" Ana segera memotong kata-kata Arka yang bisa membuatnya dilema lagi. Ia tahu bahwa Arka akan mengatakan kalau dia menyukainya. Tapi itu saja tidak akan cukup untuk mempertahankan sebuah hubungan.

Ana mencintai Arka.. Itu benar...

Arka mencintai Ana... Itu juga benar.

Tapi bagi Ana cinta mereka tidak akan ada artinya jika salah satu di antara mereka telah ditunangkan suatu saat mereka juga akan saling melepaskan dari pada sakit nanti lebih baik dia sakit sekarang. Ana kembali melangkah mengabaikan Arka yang berdiri kaku dibelakangnya. Ketika tiba di anak tangga Ana berhenti menatap wajah Arka untuk terakhir kalinya. Mungkin nanti dia akan merindukannya.

"Arka.." panggilan itu membuat Arka langsung menatap Ana mereka terdiam saat kemudian Ana berkata "Jika kau melangkah terlalu jauh mungkin saja aku telah menyerah untuk menggapaimu!".

Arka mematung tidak mengerti maksud dari kata-kata Ana. Dia melihat gadis itu melanjutkan langkahnya lalu masuk ke kamarnya di lantai dua.

Apa maksudnya, dan tidak memanggilku kakak lagi. Tapi Arka!!

"Hei! Apa yang kau lihat hingga seperti orang bodoh! Apa Ana sudah kembali?".

"Hm.. Dia kembali tapi sepertinya dia marah padaku!".

Azira tersenyum sinis pada sahabat kecilnya itu "Tentu saja dia marah! Kau begitu perhatian dan peduli padanya. Hati gadis mana yang tidak akan tersentuh dan jatuh cinta. Tapi kau malah bertunangan dengan orang lain dan calon mu itu.." Azira mengernyit jijik saat membayangkan wajah Amel.

"Aku tidak pernah mengatakan kalau tunanganku itu Amel. Papaku memang mengatakan kalau dia sudah menjodohkan ku dengan anak teman baiknya sejak aku masih kecil dan aku sangat ingat waktu itu bayi perempuan yang sedang digendongnya. Tapi setelah satu tahun kemudian keluarga mereka pindah keluar kota aku tidak tahu lagi kabar mereka. Dan baru-baru ini papaku kembali mengungkit masalah pertunangan itu. Tapi dia jelas bukan Amel orangnya".

Azira duduk di sofa seperti preman kampung dengan kaki terlipat diatas kursi "Hm.. Tapi kenapa dia menyebarkan berita kalau dia akan bertunangan denganmu!".

"Mana aku tahu! Dan setiap aku melihat mata Ana aku selalu teringat pada bayi perempuan itu!".

Azira terkekeh "Hei! Dia itu adik sepupuku yang hilang! Bagaimana bisa menjadi tunangan masa kecilmu!".

❄❄❄.