Chereads / Sebuah Kata Kerinduan / Chapter 7 - 7. Keraguan -3

Chapter 7 - 7. Keraguan -3

Dua minggu berlalu dengan cepat.

Siang itu matahari panas menyengat membuat orang-orang malas untuk beraktifitas di luar. Namun tidak untuk Ana dan Hana mereka berdua duduk ditaman kampus dekat dengan perpustakaan yang terlindungi oleh pohon-pohon rimbun yang tinggi sambil bermain ular tangga. Mereka berdua selalu duduk disana saat jam kuliah kosong.

"Ana, aku dengar kau sekarang lebih sering menghabiskan waktu dengan Rian. Apa kau pacaran dengannya?".

Ana terkekeh "Mana mungkin kami hanya berteman.."

"Aku merasa tidak yakin dengan kata-katamu!".

"Katakan padaku apa yang terjadi! Bukankah kau pernah bilang padaku kalau kau mencintai senior tampan itu.. Siapa namanya..."

"Arka.."

"Ya! Arka! Kenapa sekarang kau lebih banyak menghabiskan waktu bersama Rian! Meskipun dia juga tampan tapi aku lebih suka jika kau bersama Arka".

"Arka sudah memiliki tunangan jadi aku tidak akan ada harapan! Sekarang aku hanya ingin menikmati masa-masa menjadi mahasiswa ku saja!".

"Tunangan? Di masa sekarang ternyata yang dijodohkan itu juga masih ada.." Ana menatap Hana yang terlihat selalu ceria dan aktif seperti tanpa beban.

"Dan kau ku lihat semakin hari semakin sibuk dengan ponsel. Apa kau pacaran dengan ponselmu itu!".

Hana terkekeh tapi senyum dibibirnya tidak pudar "Aku sedang pacaran jarak jauh!"

"LDR? Kau yakin! Jarak dekat saja sering diselingkuhi apa lagi jarak jauh yang jarang bertemu. Kau percaya padanya!" Hana mengangguk "Tapi aku tidak percaya! Ingat jaga dirimu baik-baik!".

Hana merengut "Kau seperti orang kuno yang hidup di zaman modern!"

"Ana!".

Ana dan Hana menoleh ke arah suara itu Rian anak teknik sipil bagian desain. Hana merengut lagi sepertinya dia benar-benar tidak menyukai Rian.

"Kau masih ada kuliah? Kalau tidak bagaimana kalau kita ke studio!".

Hana mengerut kening bingung "Hei.. Bukankah kau kerja nanti bagaimana kau bisa pergi!"Bisik Hana.

"Maaf Rian.. Aku harus kerja nanti mungkin lain kali saja!". Rian mengangguk lalu pergi meninggalkan dua gadis itu.

"Sepertinya dia sedang mengejarmu! Playboy itu!".

"Kenapa kau yang merutuk, dia sangat baik. Dan kenapa kau mengatakan dia playboy, aku lihat dia tidak seperti itu.. Selama bersamaku tidak ada bersama gadis lain!".

"Ya ampun kau membelanya!" teriak Hana kaget "Dia itu playboy kau jangan sampai terbujuk rayuannya! Ingat itu!".

"Baiklah!"Jawab Ana pasrah "Aku harus pergi kerja! Kau berhentilah menatap ponselmu! Kau mati-matian setia disini dia mungkin juga mati-matian selingkuh disana!".

"Ana! Ya ampun kau mengutuk lagi! Aku itu sahabatmu seharusnya kau mendoakanku!".

"Karena kau sahabat ku maka aku melakukan ini! Aku hanya ingin kau dapat yang terbaik".

Ana meninggalkan Hana yang mencebik tapi dia membenarkan kata-kata Ana dalam hati. Setelah kepergian Ana dia juga harus bersiap-siap pulang tapi suara dari lorong perpustakaan menghentikannya.

"Aku harus mencari Ana dulu!".

Hana yang mengintip terdiam hanya melihat Arka dan Azira seperti sedang mendiskusikan sesuatu.

"Bukankah Ana menghindari mu! Kau yakin akan menemukannya!". Tanya Azira dan Hana yang sedang mengintip juga mengangguk setuju.

"Ku pikir dia di kafe saat ini!". Hana yang sedang mengintip hampir terjungkal kaget karena Arka lebih tahu kegiatan Ana.

"Kau mengikutinya?". Tuduh Azira.

"Aku tidak punya cara lain! Rian selalu bersamanya aku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya! Kau tentu tahu Rian itu playboy!". Kata Arka marah.

"Yah! Tapi aku melihat akhir-akhir ini dia sepertinya hanya mendekati Ana tidak melihatnya di kelilingi banyak gadis lagi".

Arka mendengus "Siapa yang tahu rencana licik apa yang sedang dia lakukan!". Kali ini Hana yang mengintip juga mengangguk membenarkan ucapan Arka. Entah rencana apa yang sedang dilakukan Rian pada sahabat lugunya itu.

❄❄❄

Ana akhirnya diterima kerja di kafe tempatnya tidak terlalu besar tapi selalu ramai pengunjung karena menunya yang sehat dan terjangkau. Mereka juga tidak keberatan meski dia seorang mahasiswa. Jam kerjanya telah disesuaikan dengan jadwalnya jadi selalu ada yang menggantinya saat dia tidak ada ditempat.

Pintu kafe terbuka Ana yang sedang membersihkan meja terkejut melihat pengunjung yang datang itu.

Arka dan... Amel.

Ana menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya keluar perlahan-lahan berharap sesak yang tiba-tiba muncul di dadanya berkurang. Dia melihat Arka langsung duduk dikursi yang sebelumnya dia bersihkan dan di ikuti Amel dari belakang.

Amel tersenyum licik melihat Ana dan dengan sengaja duduk lebih dekat dengan Arka. Meskipun kesal di dalam hati Ana memasang wajah rama tanpa beban dan bertanya pada mereka "Ada yang bisa di bantu?". Tanya Ana ramah.

"Aku ingin pesan menu seperti biasa!" Jawab Arka tanpa menatap wajah Ana membuatnya merasakan sakit tanpa sebab. Lalu perhatian Ana beralih pada Amel.

"Aku sama dengannya! Karena kami sehati!".

Ana mengangguk tanpa bersuara lalu pergi dan tanpa dia sadari Arka menatapnya dari belakang. Tatapan penuh kerinduan dan kehampaan. Mereka saling mencintai tapi kenapa saling menyakiti. Arka mengepalkan tangannya di bawah meja menatap Amel tajam.

"Apa yang kau lakukan disini!". Arka tidak akan menyangka jika Amel memaksa untuk mengikutinya sampai ke kafe. Melihat keadaan sekarang sepertinya Ana semakin salah paham padanya.

"Mencoba mendekatkan diri dengan calon tunanganku!". Jawab Amel santai.

"Aku pikir kau sedang berhalusinasi! Aku ingat calon tunanganku itu bukanlah kau! Umurmu tidak sama dengannya!".

"Kenapa dengan itu! Aku tidak peduli yang pasti mama pernah berkata kalau kita akan bertunangan segera! Dan papa akan mengikuti keinginan mama!".

Bibir Arka terkatup rapat "Sebaiknya kau menyingkir dari hadapanku! Aku tidak ingin melihat wajah tak tahu malumu itu!"..

Amel tersenyum "Oh! Kau yakin! Lihat disana apa yang sedang dilakukan gadis mu!".

Arka menoleh keluar kafe dia melihat Rian sedang berlutut didepan Ana memberikan sebuket bunga mawar putih. Kening Arka berkerut hatinya mulai gelisah. Sesuatu yang tidk diinginkannya pasti akan terjadi dan benar setelah itu Rian berdiri dan langsung memeluk Ana. Suara tepuk tangan meriah menandakan kalau Arka baru saja kehilangan Ana.

Amel tertawa "Kau sudah memiliki calon tunangan masih saja mengejar gadis desa itu! Lihat sekarang gadis desa itu telah memiliki kekasih kau sebaiknya jangan merusak hubungan mereka".

"Yang paling aku benci adalah gadis yang terlalu banyak bicara sepertimu!". Arka berdiri dan meninggalkan Amel sendirian. Dia sudah terlambat Ana sudah menjadi milik orang lain. Itu adalah kegagalan pertamanya.

Jika itu membuatmu bahagia maka aku hanya akan rela melepaskanmu meski hatiku sakit. Ana berbahagialah. Mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kita. Entah kapan kita akan bertemu lagi. Tapi aku berharap pertemuan kita nanti adalah saat kebahagiaanmu bukan kesedihanmu.

Ana.. Aku mencintaimu..

Setelah meninggalkan kafe Arka lebih sibuk dari sebelumnya dia menyelesaikan segala tugas revisi dari skripsinya. Mengabaikan Amel yang terus menempel padanya. Sesekali dia mencuri pandang pada Ana yang sedang tertawa. Hati Arka tenang melihat gadisnya bahagia. Tapi dia harus pergi semakin lama dia melihat Ana maka dia mungkin akan melakukan hal bodoh pada gadis itu.

Akhirnya skripsinya selesai tinggal sidang beberapa minggu lagi. Arka semakin sibuk membuat kadar bertemu dengan Ana semakin sedikit. Ana sendiri pun juga merasa kesepian. Semenjak dia menerima Rian sebagai kekasihnya Arka tiba-tiba menjaga jarak dengannya bahkan mereka sangat jarang bertemu. Ana juga sering bertanya pada Azira seniornya tapi jawabannya juga sama Arka sedang mempersiapkan diri untuk sidang skripsinya.

Tapi sebenarnya bukan hanya itu. Meskipun dia sudah menerima Rian sebagai kekasih hatinya masih kosong ada sesuatu yang tidak dia mengerti antara dirinya dan Arka. Dia merasa pernah melihat Arka disuatu tempat tapi dia melupakan itu.

Dan... Setelah tenang untuk waktu yang lama mereka akhirnya menemukannya. Rena, datang dan memintanya kembali dia bilang itu permintaan orang tuanya. Mereka sangat mengkhawatirkan Ana karena pergi tanpa mengatakan apa pun bahkan ponsel dan dompet ditinggalkan. Tapi Ana merasa bahkan itu tidaklah sederhana yang dikatakan Rena. Sesuatu yang besar pasti sedang terjadi pada keluarga itu. Ana ingin mengabaikan semuanya tapi dia bukanlah anak durhaka yang melupakan jasa orang tua yang membesarkannya. Ana hanya mengatakan pada Rena bahwa dia tidak bisa pulang karena jadwal kuliah dan kerjanya yang padat. Jika memang itu penting mereka bisa mendatanginya kapan saja ke sini. Rena sudah menemukan tempatnya jadi untuk apa dia bersembunyi lagi toh jika dia melarikan diri lagi mereka juga akan menemukannya.

❄❄❄