Jam pulang kerja akhirnya tiba juga. Ana bergegas berganti pakaian untuk menemui Arka tapi langkahnya terhenti melihat bos nya yang entah kenapa menjadi seorang penggila gosip "Aku sering melihat pria itu menatapmu! Datang lebih awal dan pulang saat jam kerjamu berakhir. Jujur saja aku lebih menyukaimu pacaran dengannya dari pada dengan yang satu lagi!".
"Bos! Bukankah kau terlalu ikut campur masalahku?!"Tanya Ana jengkel karena kelakuan bos nya membuat waktu bertemu dengan Arka semakin berkurang.
"Oh! Aku salah! Silahkan kalau begitu!".
Ana mendengus jengkel ia melangkah lebar-lebar ingin cepat menemui Arka. Lelaki tampan itu tersenyum lebar ketika melihatnya muncul dari balik pintu karyawan.
"Siap!". Tanya Arka menahan tawa melihat ekspresi riang di wajah Ana.
Gadis itu mengangguk penuh semangat "Ke mana kita pergi?".
"Kau akan tahu nanti!".
Bibir Ana tak henti-hentinya tersenyum jantungnya berdetak lebih cepat, rasanya seperti mimpi tapi dia sudah mencubit lengannya sendiri dan itu terasa sakit. Itu tandanya semua yang terjadi saat ini bukanlah mimpi dan itu adalah momentum yang sangat manis. Ana suka Arka mengajaknya pergi setelah lelah menghindar akhirnya pertahanan dirinya lumpuh juga.
"Silahkan masuk!" Ana membalas senyum Arka dan masuk ke dalam mobil. Begitu pula Arka yang sudah duduk di kursi pengemudi "Kau sudah makan?".
Ana terdiam ia melupakan bekal yang di antar Rian sore ini. Dan kotak makan malam itu di letakkan di dekat meja kasir, tapi mungkin sudah di makan sama bos nya atau teman-temannya yang piket malam. Yang pasti ia benar-benar lupa tentang kotak bekal itu.
"Belum!"
"Bagus! Sekarang kita pergi makan dulu setelah itu baru bicara!".
Ana bingung karena sejak tadi Arka selalu mengatakan ayo bicara tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Hati Ana mulai gelisah dia belum siap mendengar kabar langsung dari mulut Arka jika dia sudah bertunangan. Ana belum bisa melepaskan Arka dengan orang lain. Katakan lah egois karena dia telah memiliki kekasih tapi jauh di dalam hatinya sejak awal cintanya memang hanya untuk Arka tidak untuk yang lain.
Mereka sampai di kafe pinggir pantai. Ketika dia keluar dari mobil angin laut berembus dingin menyapu helaian rambut di pipi nya. Banyak warung makan serta kursi santai untuk pasangan di atas pasir. Kening Ana berkerut tempat itu gelap tapi sangat di gemari oleh pasangan muda.
"Ana? Ayo naik! Kita makan di sini.. Kamu suka ikan bakar kan? Di sini ikan bakarnya sangat enak! Aku yakin kau akan ketagihan". Arka menggenggam tangan Ana sangat lembut menariknya masuk ke dalam kafe.
Mereka duduk dilantai dua paling depan supaya bisa melihat orang-orang yang berlalu lalang dengan jelas. Mata Ana melihat sekeliling meskipun baru jam delapan malam tapi kafe itu sudah ramai mungkin karena menunya ikan bakar. Lihat saja asap yang membumbung dan wangi bumbu ikan bakar semerbak ditiup angin malam membuat perut Ana tanpa sadar menggerutu.
Arka yang mendengar itu terkekeh "Sepertinya kau sangat lapar!". Ana menunduk malu dan mengangguk kecil membuat tawa Arka lepas seketika "Ya ampun! Kenapa kau sangat menggemaskan Ana! Apa kau juga seperti itu di depan pacarmu?".
Ana kaku lalu menggeleng sambil berkata "Kami jarang menghabiskan waktu berdua. Aku lebih sibuk kuliah mengerjai tugas setelahnya kerja di kafe. Sedangkan dia sibuk merevisi skripsinya. Kadang dia mengajakku bermain ke tempatnya di sana sangat ramai. Ada kafe serta tempat bermain game. Tapi tetap saja saat aku di sana kami tidak berdua, aku bermain game sedangkan dia naik ke lantai dua".
"Kenapa kau tidak ikut naik ke lantai dua?". Tanya Arka penasaran.
"Tidak berani. Itu tempat tinggal mereka. Ada satu kali aku naik ke atas itu pun diseret oleh sepupunya Aisyah yang kebetulan sedang liburan dan tinggal di sana".
"Apa saja dilantai dua?"
"Sama seperti tempat tinggal biasanya. Ada dua kamar tidur, setiap kamar ada kamar mandinya di dalam, lalu ruang keluarga tempat nonton tv tidak terlalu besar tapi cukup nyaman, dan di lantai paling atas itu tempat menjemur pakaian".
Arka terdiam dalam hati ia tidak rela jika Ana pergi bermain ke tempat cowok lain. Karena ia tidak percaya kalau Rian bisa menjaga Ana seperti dirinya menjaga gadis itu.
"Makanannya sudah tiba! Ayo kita makan dulu, kau makan yang banyak biar cepat sembuh! Sebenarnya kau itu kenapa penuh luka seperti itu setelah pulang kampung!".
Ana terdiam lalu tertawa canggung "Aku jatuh dari tangga! Sudah ayo makan nanti ceritanya dilanjutkan!".
Meskipun Arka tidak puas dengan jawaban Ana karena ia tahu mana luka yang jatuh dari tangga atau tidak. Dan luka Ana seperti terjatuh dari tempat tinggi dengan bebatuan di bagian tanah. Apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka makan dengan lahap apa lagi Ana yang seperti lupa jika yang duduk di sampingnya adalah pria tampan. Gadis itu benar-benar makan sesuka hati tanpa menjaga karakter lembut dan sopan sedikit pun tapi Arka tidak peduli selama Ana senang maka ia juga akan senang.
"Sebenarnya kau ingin membicarakan apa? ". Tanya Ana sambil mendorong piring kosong ke tengah-tengah meja.
"Bagaimana hubunganmu?". Meskipun bingung Ana masih menjawab baik "Ana, aku tidak bermaksud untuk mengacau tapi kau harus tahu. Rian bukanlah cinta yang baik untukmu!" Melihat wajah suram Ana semakin membuat Arka bersalah "Beberapa hari lalu aku melihat Rian bersama seorang gadis. Aku mengikuti mereka dan mereka mungkin.."
"Mereka pacaran.. Aku tahu! Bukan hanya kau yang mengatakannya padaku ada banyak orang tapi aku tidak akan percaya sebelum aku melihatnya sendiri!".
Arka menghela nafas ia tersenyum miris. Ana terlalu baik, polos dan jujur tidak seharusnya Rian menghancurkan kepercayaan yang diberikan Ana padanya.
Ana.. Kapan kau akan sadar..
"Aku juga akan berpamitan denganmu!".
Kepala Ana langsung tegak menatap Arka bingung. Dia tidak ingin Arka pergi.
"Kau akan pergi? Ke mana berapa lama!".
"Belum tahu! Aku butuh waktu sendiri! Kau jaga dirimu baik-baik selama aku pergi".
Ana merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tidak ingin Arka pergi meskipun itu untuk waktu yang sebentar. Tapi jika ia menahan Arka alasan apa yang bisa membuat nya mengubah keputusan untuk pergi. Kenapa hatinya tidak rela. Ara terdiam rasanya memang tidak adil untuk Arka.
Ya, ia mencintai Arka. Tapi ia telah memiliki kekasih sangat egois jika ia terus menahan Arka hanya untuk melihatnya bersama orang lain. Bisakah ia merelakan Arka pergi.
Atau ia harus melepaskan kekasihnya dan merangkul Arka menjadi milik nya. Ana menggeleng memandang Arka dengan tatapan terluka. Dalam hati ia bergumam.
... Arka, maafkan aku karena egois.
❄❄❄