Arka menggeleng meskipun Azira tidak bisa melihatnya "Aku tidak tahu! Baiklah aku akan pergi mencarinya! Kau juga cobalah mencari tahu!". Arka menutup teleponnya dia menarik nafas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan. Lalu pergi sebelum masuk mobil perhatiannya jatuh pada ibu-ibu yang sedang menyiram darah di aspal dengan air. Darah itu terlihat sangat banyak. Itu artinya luka Ana sangat parah tapi di rumah sakit mana dia sekarang.
Bagaimana keadaan mu sekarang?... Lirih Arka dalam hati.
Di sebuah rumah sakit swasta. Alden terduduk dilantai dingin pakaiannya berlumuran darah. Tangannya masih bergetar, seharunya dia menemani Ana menemui lelaki itu, seharusnya dia menunggunya di sana. Tapi semua sudah terjadi.
Sekarang Ana sedang berjuang di dalam sana. Kepala Alden tertunduk kecelakaan itu terasa ganjil, Ana tidak akan menyeberang jalan dengan ceroboh seperti itu pasti seseorang telah merencanakan semuanya. Tatapan mata Alden tertuju pada ruang operasi. Ada seseorang yang ingin membunuhnya tapi siapa?
Alden mengambil ponsel dari dalam saku celananya dan menghubungi seseorang "Alea.. Aku butuh bantuanmu.. Adik ku mengalami kecelakaan dan menurut dugaanku itu bukanlah sebuah kecelakaan biasa".
"Jadi, maksud profesor ada seseorang yang sengaja menyakitinya!".
"Seperti dugaanmu.. Sekarang aku butuh kau menyelidikinya dan membantuku memblokir informasi tentang adikku yang berada di rumah sakit ini!".
"Baiklah! Kirim alamatnya aku akan menyelesaikannya untukmu! Adikmu.. Apakah dia baik-baik saja?".
"Aku tidak tahu! Dokter masih bersamanya! Alea, jika aku tidak salah kau memiliki seorang saudara yang ber profesi sebagai dokter bisakah dia membantuku?".
"Aku akan menghubunginya! Profesor tenanglah semua akan baik-baik saja!".
Alden mengangguk. Memang gadis impiannya selalu bisa di andalkan di saat kritis seperti ini. Alden masih terduduk dilantai bersandar di dinding berusaha menenangkan diri berharap semunya baik-baik saja. Dia hanya bisa menunggu kabar dari Alea.
Beberapa jam kemudian seorang dokter keluar dari ruang operasi. Alden langsung berdiri mengabaikan wajah tampannya kusut dia mendekati dokter dan bertanya "Bagaimana kondisinya dokter!".
Dokter tua itu menghela nafas berat dan menggeleng "Meskipun operasinya berhasil tapi kondisinya saat ini masih kritis. Benturan pada kepalanya sangat keras, meskipun kita sudah melakukan operasi tapi dimasa depan tidak menutup kemungkinan akan ada efek dari benturan tersebut. Sekarang Kita hanya bisa memantaunya melihat perkembangan selanjutnya".
"Terima kasih dokter!".
Dokter itu mengangguk lalu pergi. Alden masih belum lega sebelum dia mendapatkan kabar dari Alea apakah benar kecelakaan itu disengaja atau hanya sebuah kebetulan. Langkah kaki teratur mendekati Alden sosok tinggi tampan itu memakai jas dokter berdiri di hadapannya.
"Alea, memintaku datang menyerahkan ini! Dan kenalkan namaku Rafael.."
Wajah Alden lega seketika "Alden!".
Rafael tersenyum dan melihat tempat tidur yang didorong keluar dari ruang operasi dan berkata "Untuk hari ini kita tetap di sini sampai tempat baru untuknya selesai!".
Kening Alden berkerut "Apa maksudnya!".
Rafael menunjuk Ana yang terbaring di tempat tidur kepalanya diperban, wajahnya meninggalkan memar dan luka lecet "Jika kau ingin adikmu selamat maka ikuti semua yang telah di siapkan Alea". Tanpa bantahan Alden mengangguk.
"Jadi benar kecelakaan itu disengaja".
"Seperti yang kau pikirkan! Seseorang ingin melenyapkan adik mu itu!".
Alden menarik nafas dingin, dia belum memastikan identitas Ana yang sebenarnya tapi seseorang telah berencana untuk membunuhnya. Sepertinya untuk perjalanan selanjutnya yang akan ditempuh tidaklah mudah.
Alden menghubungi orang tuanya dan memberitahu keadaan Ana. Untuk tidak mengambil risiko dia meminta orang tuanya untuk mempersiapkan tempat khusus untuk Ana. Meskipun orang tuanya ingin bertanya banyak tapi dia akan menjelaskannya nanti. Dia harus menyelesaikan semua masalah di sini terlebih dahulu supaya bisa membawa Ana pergi dengan aman.
Alden membuka map yang diberikan dokter muda itu dan membaca setiap baris kata yang tertulis di atasnya wajah Alden semakin pucat tangannya bergetar menahan teriakan sumpah serapah tapi di harus tenang demi Ana.
Sekarang ia harus mencari Rafael dan membantunya untuk melakukan sesuatu.
❄❄❄
Tiga hari kemudian tempat tinggal orang tua Ana ramai oleh pengunjung berpakaian serba hitam. Arka dan Azira berdiri kaku menatap gundukan tanah merah yang ditaburi bunga. Mata Azira sembab begitu pula Arka.
Azira bergumam "Apa yang harus aku katakan pada bibi.. Dia sudah memintaku untuk mencari informasi keberadaan putrinya dan setelah ditemukan... Apa yang harus aku katakan!". Tatapan Azira tertuju pada orang tua Ana "Pria tua itu. Apakah dia masih belum menyadari kalau anak yang di adopsinya itu adalah anak kandungnya sendiri?". Tanya Azira dengan nada tak percaya.
Arka memegang tangan Azira meminta sahabat kecilnya itu untuk tenang. Sebenarnya kondisi Arka tidak terlalu baik, semenjak dia mendengar kabar kalau Ana kecelakaan dia sudah berusaha mencari tapi keberadaan gadis itu seperti ditelan bumi hilang tanpa ada kabar, Arka tidak memiliki tujuan selain mendatangi tempat-tempat yang pernah Ana kunjungi termasuk kafe tempatnya bekerja. sampai akhirnya bos tempatnya bekerja memberitahunya kalau Ana berada di sebuah rumah sakit, tanpa menunda waktu dia langsung pergi setelah mengucapkan terima kasih. Pertama kali melihat keadaan Ana hati Arka sakit seperti ditusuk jarum. Bibir yang dulu selalu tersenyum lembut kini terlihat pucat tanpa kehidupan. Mata yang dulu selalu menatapnya penuh semangat kini tertutup rapat. Wajahnya dibalut perban membuat beberapa noda darah dikain putih tersebut. Hampir seharian dia menunggu Ana tapi menurut dokter kondisi Ana berada dalam keadaan vegetatif. Hanya keajaiban yang bisa membangunkan Ana, tapi melihat kondisinya yang buruk hati Arka semakin sakit.
Arka bertemu bos kafe tempat Ana bekerja di rumah sakit dan bertanya "Terima kasih sudah memberitahuku! Tapi di mana kau bisa tahu kalau dia di rumah sakit ini!".
Alden tersenyum tipis "Sebenarnya aku juga baru tahu dari temanku yang bekerja di sini. Dia bilang salah satu karyawanku sedang dirawat di rumah sakit! Dan aku tahu kau juga sedang mencarinya jadi begitulah".
"Jadi nama mu Alden? aku pikir kau tahu namaku". Kata Arka dengan senyum ramah. Alden mengangguk juga.
Meskipun terasa aneh tapi Arka tetap bersyukur karena telah menemukan Ana. Karena masih ada hal yang harus diselesaikan Arka harus pergi dan meninggalkan Ana untuk sementara. Arka pergi tapi dia tidak tahu jika itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Ana karena saat pagi-pagi sekali dia mendapat kabar dari Alden yang mengatakan kalau Ana meninggal.
Jantung Arka seakan berhenti saat itu juga. Haruskah dia kehilangan gadis itu untuk selamanya. Seharusnya dia tidak pergi meninggalkan Ana berjuang seorang diri di rumah sakit. Apakah gadis itu marah padanya hingga memutuskan untuk meninggalkannya seperti ini. Air mata membasahi pipi Arka. Tangannya bergetar menghubungi Azira mengabari kalau sepupu yang di temukannya kini telah... Pergi. Pergi untuk selamanya.
Dan sekarang mereka hanya bisa melihat tanah merah meninggalkan kenangan tawa dan suara gadis itu dihatinya. Arka menatap sekeliling melihat kondisi Rian yang lebih buruk dari nya. Sepertinya lelaki itu mengalami nasib yang lebih buruk darinya. Melihat tatapan penyesalan dimatanya. Arka mengerti sesuatu kecelakaan Ana juga berhubungan dengan Rian.
Arka mengepalkan tangannya menahan emosi. Seandainya dia tidak membiarkan Ana pacaran dengan lelaki itu mungkin saat ini Ana masih tersenyum padanya.
Rasa penyesalan di hati Arka semakin menumpuk. Sedangkan Azira menahan kesedihan campur emosi melihat orang tua Ana tidak bersedih sedikit pun! Terutama kakaknya.. Rena.
❄❄❄