"Kau!".
Arka terdiam di depan pintu menatap sosok yang berdiri dihadapannya. "Alden.. Ah tidak profesor.. Bagaimana bisa..".
Alden yang sama terkejut kini mulai berkeringat dingin sesekali dia melirik pintu kamar mandi berharap gadis nakal itu tidak keluar terlalu cepat. Alden hanya bisa memasang wajah datar seperti biasa ketika berhadapan dengan mahasiswanya "Ada apa!".
"Ah! Itu saya mengantar tugas!". Arka menyerahkan lembaran kertas yng sedikit kusut pada Alden dia terbatuk canggung sambil berkata "Kertasnya sedikit berantakan tadi saya tidak sengaja menabrak seseorang saya harap profesor tidak mempersulit saya"
Alden menggeleng dalam hati ia berteriak meminta Arka untuk segera pergi tapi sepertinya lelaki itu ingin bertanya banyak hal padanya.
'Baiklah! Aku akan bicara denganmu! Gumam hati Alden.
"Kau ada waktu! Sepertinya banyak hal yang ingin kau tanyakan! Oh jangan terlalu sopan bukan kah kita pernah bertemu sebelumnya kita sudah jadi teman.. Jangan terlalu kaku!". Kata Alden santai padahal jantungnya berdetak cepat takut sesuatu yang tidak terduga terjadi.
"Profesor.."
"Cukup Alden saja! Ayo ke kantin! Aku juga ingin ngobrol dengan mu!".
Arka yang bingung melihat kelakuan dosennya seperti mengusirnya apakah dosennya itu menyembunyikan sesuatu di kantornya Arka menatap sekeliling ruangan tidak ada siapa pun disana mungkin hanya perasaannya saja yang terlalu sensitif "Baiklah.!"
Mereka berjalan menyusuri lorong langsung menuju kantin Alden masih diam dan Arka juga tidak tahu harus mulai bertanya dari mana!.
"Apa kabarmu selama ini!"Tanya Alden basa basi.
Arka tertawa miris "Seperti yang kau lihat! Setelah Ana pergi hidupku semakin sunyi!"
Alden menelan ludah gugup "Ya, kadang merelakan memang butuh waktu lama".
"Jadi kau bukan hanya pemilik kafe tapi juga seorang profesor?".
Mendengar pertanyaan Arka membuat profesor itu tertawa canggung "Yah.. Seperti itu lah.. Kadang kita juga butuh sesuatu yang berbeda!".
Sekali lagi Arka merasa dosen nya itu aneh.
Dua lelaki tampan itu tidak tahu mereka diikuti Ara sembunyi-sembunyi dari belakang. Kepalanya menjulur keluar dari balik pintu menoleh kiri kana mencari tempat yang cocok untuk menguping pembicaran mereka. Beberapa pasang mata menatap Ara aneh bahkan ada yang tertawa geli.
"Apa yang mereka bicarakan kenapa aku tidak bisa mendengar apapun!" Bisiknya.
"Kau seperti tokek yang menempel di dinding! Apa yang sedang kau lakukan!".
Ara hampir terjungkal karena kaget dia melotot pada pelaku yang tersenyum bodoh dibelakangnya. Itu Kimi kakaknya, juga sahabat Alden yang merangkap menjadi pengawalnya atas perintah dari Bundanya dan sangat sulit untuk melarikan diri darinya. Beberapa kali Ara juga berlatih taekwondo tapi hasilnya sangat tidak memuaskan akhirnya dia menyerah.
"Kau sendiri apa yang kau lakukan disini!".
"Aku". Tunjuk Kimi pada dirinya sendiri "Aku menjemputmu!".
"Aku bukan anak kecil lagi!".
"Hei! Ini bagian dari salah satu pekerjaanku! Kau harus mengasihani aku!".
"Kau ini sangat merepotkan! Berapa yang Bunda berikan padamu aku akan membayar lebih dari itu!". Kata Ara sombong membuat Kimi terkekeh.
"Kau sangat lucu! Uang itu juga dari Bunda kau lupa! Dan panggil aku kakak!".
Ara merengut selain dari sahabat Alden dan pengawalnya Kimi juga anak adopsi bundanya. Mata Ara tidak lepas dari sosok Arka dia merasa tidak asing dan jantungnya berdetak sangat kencang. Ara mengambil tangan Kimi dan meletakkannya di dada sambil berkata "Kak.. Apa aku punya riwayat penyakit jantung!".
"Tidak!". Jawab Kimi datar dan menarik tangannya kembali "Kau sangat aneh! Apa obatmu sudah diminum?".
Ara kembali merengut "Aku bukan anak kecil!". Teriak nya lagi membuat Kimi tertawa melihat wajah merengut adiknya.
"Bunda menghkawatirkanmu! Aku juga.. Kami tidak mau kehilanganmu!"
Kepala Ara tertunduk lesu. Sejak dia bangun dari koma tidak satu pun dari wajah yang dilihatnya ada di ingatannya. Mereka bilang itu karena kecelakaan yang membuatnya hilang ingatan. Tapi kasih sayang yang mereka berikan sangat tulus membuat Ara percaya kalau itu memang keluarganya.
"Iya aku pulang!" Gerutu Ara. Sebelum pergi dia menoleh ke arah tempat duduk Arka sekali lagi dia merasa sangat mengenal lelaki tampan itu tapi tidak bisa mengingat dimana mereka pernah bertemu.
"Kau selalu saja bisa melarikan diri dari pengawasanku!".
"Dan kakak juga selalu berhasil menemukanku!".
"Kau.."Kimi kehabisan kata-kata menghadapi kelakuan adiknya. Dia juga tidak ingin terlalu mengekang Ara tapi karena kecelakaan itu membuat seluruh keluarganya harus hati-hati "Bagaimana kau bisa berlarian ke sini! Bukan kah fakultasmu jauh di sana bagaimana kau bisa sampai di kelas pasca!".
Ara mengatup bibirnya rapat-rapat kakaknya itu tidak tahu demi kebebasannya, dia harus rela jadi buruh Alden merapikan buku-buku di ruangannya.
❄❄❄
Alden melirik ke arah perginya Ara dan Kimi. Gadis nakal itu sangat merepotkan dia mungkin berpikir persembunyiannya tidak akan di ketahui, beruntung dia bisa mengirim pesan pada Kimi untuk menjemputnya jika tidak itu akan sangat merepotkan.
Alden menatap Arka sekali lagi. Lelaki tampan itu sedikit lebih kurusan dan auranya semakin suram.
"Aku tidak tahu kalau kau akan menjadi salah satu mahasiswaku!".
Arka mengangguk setuju.
"Dua tahun ini terasa berat". Kata Arka tiba-tiba "Pada hari pemakaman aku tidak melihatmu disana!"
Alden diam dia takut salah bicara dan menyebabkan banyak masalah jadi dia hanya mendengarkan. Alden minum air digelas untuk membasahi tenggorolannya yang tiba-tiba kering "Aku dapat panggilan kerja jadi tidak bisa hadir untuk melepaskan nya pergi. Bukankah semuanya baik-baik saja?".
"Dari luar semua terlihat baik-baik saja tapi kenyataan nya tidak!".
Dalam hati Alden berteriak prustasi... Kenapa aku memintanya untuk bicara disini sekarang aku harus pergi kalau tidak bagaimana jika aku keceplosan saat bicara. Masalah akan datang dan aku tidak kan bisa hidup damai.
Alden mengeluarkan ponselnya sembunyi-sembunyi dan mengatur ke mode alarm. Kemudian memasukkan kembali ke dalam saku celana. Beberapa menit kemudian ponsel Alden berbunyi dengan wajah cerah di tersenyum pada Arka dan berkata "Aku harus pergi! Lain kali kita akan mengobrol lagi aku yang akan traktir!" Alden beranjak dengan cepat saat di akan melewati Arka dia berhenti ingin mengatakn sesuatu tapi bibirny terkatup rapat dia menggelengkan kepalanya dan segera pergi jika tidak maka mulutnya tidak akan bisa ditahan lagi.
Alden masih memegang ponselnya di menghubungi Kimi "Kim, Dimana anak nakal itu sekarang!"
"Dirumah mengunci diri di kamar!".
"Huh!"Alden menghela nafas lega "Jaga dia dengan baik! Kalau bisa jangan biarkan dia datang ke gedung pasca lagi!".
"Kenapa? Bukan kah kalian berkomplot berdua! Kenapa kau menghianatinya sekarang!".
Alden memijat pelipisnya "Kau akan mengerti nanti! Pokoknya jangan biarkan dia pergi berkeliaran".
"Kalian sangat merepotkan! Ya sudah! Aku tutup telponnya!".
Alden bersandar di dinding kantin menghapus keringat di keningnya "Ya ampun! Kenapa ini sangat menegangkan! Kenapa juga Arka harus melanjutkan kuliahnya disini! Ada banyak kampus ternama ditempat lain, apa yang akan terjadi nanti!" Perasaan Alden gelisah dia merasa takut jika sesuatu yang buruk akan menimpa adiknya lagi.
Dering ponsel kembali mengalihkan perhatian Alden "Ya ampun! Kenapa ponselku sering berbunyi, sekarang siapa lagi yang menelpon!" Gerutunya dan melihat nama di layar seketika ekpresi wajahnya berubah masam.
❄❄❄