Ara melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berjalan cepat menyeberangi jalan ke arah fakultas hukum. Kadang dia berpikir kenapa pihak kampus membuat jalan hampir sama lebarnya dengan jalan raya membuatnya terasa semakin jauh untuk berjalan. Tapi Ara menyukai semua itu karena sepanjang jalan ada taman dan pohon-pohon tinggi yang besar. Membuat suasana hatinya selalu gembira apa lagi sang kakaknya dapat panggilan kerja dadakan, jadi dia merasa sangat merdeka dan bebas.
"Kau seperti orang bodoh jika terus tersenyum seperti itu!".
Ara berbalik melihat wajah membosankan sahabatnya Kevin. Sebenarnya Kevin lumayan tampan banyak gadis-gadis dari fakultas sebelah yang mengidolakannya tapi di mata Ara, cowok itu tidak lebih dari perampok sial! Yang selalu mengambil cemilan dan makanannya.
"Apa lagi!" Tanya Ara setengah hati dan melanjutkan langkahnya menuju gedung fakultas hukum.
"Siang ini ayo makan bareng! Aku ingin mengenalkanmu dengan seseorang!".
"Siapa lagi kali ini! Bukankah aku sudah mengatakan berulang kali jangan mencoba menjadi mak comblang untukku!".
"Ku pikir kau akan menyukai yang ini! Dia sepupuku! Di jamin seratus persen masih bersih dan tidak ada kuman menempel padanya!".
Ara menatap Kevin, keningnya berkerut matanya berkedip-kedip membuat Kevin salah tingkah dan malu tapi semua itu hancur ketika mulut pedas Ara bicara "Apakah sepupumu itu sejenis tumbuhan organik?".
Kevin ternganga tidak percaya mulutnya terkatup lalu terbuka lagi seperti itu berulang kali sampai akhirnya dia menghela nafas pasrah.
"Jadi kau mau ikut kan?". Kevin memastikan.
"Tidak bisa! Aku sibuk!".
"Haha! Kau lucu sekali.. Apa yang membuatmu sibuk!".
Ara menatap Kevin tajam "Tentu saja aku sibuk! Harus ada alasan kenapa aku sibuk!"Teriak Ara emosi.
Kevin mengangkat kedua tangan nya menyerah sambil menahan tawa ia berkata "Baiklah lain kali kalau begitu!" Lalu merangkul bahu Ara "Nanti malam kau kemana? Ada dirumah kan!".
Ara menepuk tangan Kevin yang merangkulnya yang hampir mencekik lehernya "Kenapa kau tidak puas karena kalah dari ku!".
Wajah Kevin masam seketika "Tidak bisakah kau mengalah sedikit?"
"Tidak akan pernah! Sekarang menyingkirlah aku mau masuk kelas!". Ara melotot marah. Kevin yang sudah terbiasa tertawa terbahak-bahak melenggang pergi sambil melambai kan tangannya "Dasar gila!". Gumam Ara.
❄❄❄
Jam delapan malam Ara melangkah perlahan menuju minimart tempat yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Sepanjang jalan Ara menghela nafas kesal karena Kevin semua stok makanannya habis tanpa sisa membuatnya harus pergi belanja untuk menambahnya.
Ia berhenti melangkah dan mendesah prustasi "Aku benar-benar ingin mencincangnya!" Gumamnya pada diri sendiri.
Ara memandang sekelilingnya kota tempatnya tinggal masih belum menunjukkan tanda-tanda mengantuk. Bangunan di sepanjang jalan seakan sedang berlomba-lomba menerangi seluruh kota, membujuk orang-orang untuk menikmati indahnya suasana malam.
Tiba-tiba Ara merasa kepalanya pusing. Lalu pandangannya berhenti pada minimart di seberang jalan yang akan menjadi tujuannya.
Ara menyeberangi jalan dengan langkah cepat, secepat yang mungkin ia lakukan sepasang kaki pendeknya. Dia membuka pintu minimart suara gemerincing lonceng terdengar saat pintu terbuka lebar. Ara menyapa kasir yang ramah di meja lalu masuk ke bagian dalam toko berjalan ke rak keripik.
Ara mengambil sabungkus besar kripik singkong rasa pedas, mengambil coklat batangan sebanyak tiga batang, dan beberapa camilan baru yang menurutnya enak di lidah.
"Nah, Ara, ada masalah apa lagi? Kau membeli banyak sekali makanan ringan?" Tanya kasir setelah melihat tumpukan kripik di atas meja kasir.
Ara tersenyum malu "Ah, tidak ada! Hanya sedikit stres." Ia merogoh saku jaketnya dan mengambil beberapa lembar uang untuk membayar setelah selesai ia pamit pergi.
Ketika sampai di pintu keluar minimart ia mengangkat tangannya ingin menarik pintu terbuka tapi seseorang dari luar telah mendorongnya Ara hampir terjungkal kalau ia tidak cepat menyeimbangkan kakinya untuk berdiri tegap. Rasanya ia ingin mengeluarkan sumpah serapah pada orang yang tidak sopan itu tapi semua niatnya tergantung tiba-tiba.
"Itu kau!".Kata Ara.
Sosok yang tadi membuka pintu juga terkejut dengan keberadaan Ara. Matanya melebar kaget sesaat kemudian berubah sendu. Membuat Ara bingung melihat perubahan yang sangat cepat di wajah lelaki tampan itu.
"Siapa kau!".
Ara mengerut kening bingung "Bukankah aku sudah pernah mengenalkan diri padamu!".
"Tapi."
"Sudahlah! Kau seperti orang linglung! Aku akan menyebut namaku sekali lagi jadi kau harus mengingatnya! Namaku Fata Arabella! Dan kau sendiri siapa? Kenapa kita selalu bertemu dalam keadaan yang aneh?".
Lelaki itu menatap Ara dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu jatuh pada mata Ara. Lelaki itu menggeleng dan berkata "Matamu.. Apakah itu asli?"
Meskipun bingung Ara tetap menjawab "Tentu saja!"
Warna mata Ara Coklat sedangkan warna mata Ana hitam. Dan dua orang ini memiliki karakter sifat yang juga berbeda. Jika Ana sangat kalem dan dewasa sedangkan Ara.. Terlihat kekanakan dan aktif.
"Hei.. Apa kau menangis?"Wajah Ara mendekat untuk melihat pada pipi lelaki itu lebih jelas "Benar kau menangis! Aku tidak melakukan apapun kenapa kau menangis?" Gumam Ara dan tangannya merogoh kantong belanjanya mengambil sebatang coklat dan menyerahkannya pada lelaki di hadapannya "Ini, ambil lah! Berhenti menangis nanti jika ada yang melihat mereka akan berpikir kalau aku menindasmu! Baiklah! Apapun itu semangat jangan menangis! Aku kembali dulu, bye-bye!".
Ara berputar untuk melewati pintu dan berjalan cepat berharap ia sampai di rumah lebih cepat juga dan tidak bertemu pria aneh lagi.
"Hei, tunggu!".
Langkah Ara berhenti seketika menggigit bibirnya matanya menyipit kesal dalam hati ia berteriak.... 'Ada apa lagi dengan lelaki aneh itu! Dia sudah memberinya sebatang coklat berharganya apakah dia juga akan meminta keripik singkong pedasnya?'
Jika lelaki tampan itu bisa mendengar teriakan hati Ara yang prustasi mungkin dia akan tertawa terbahak-bahak. Tapi untungnya itu hanya kata-kata prustasi hati Ara saja.
Ara berbalik memasang senyum semanis mungkin tapi terlihat sangat aneh.
"Ya? Apa ada sesuatu yang kau lupakan?"Tanya Ara lembut dengan wajah kaku dan senyum aneh di bibirnya.
Lelaki itu tertawa melihat senyum aneh Ara membuat gadis itu melotot kesal. Lelaki itu berdehem "Namaku Arka!"Mata Ara membulat bingung kepalanya miring berpikir, melihat itu lelaki itu kembali mengenalkan diri "Namaku Arkananta! Kau bisa memanggilu Arka! Sebelumnya kau mengenalkan namamu tidak sopan rasanya jika aku tidak mengenalkan diri juga padamu! Apalagi kau sudah memberiku coklat ini!" Arka mengangkat coklat batangan di tangan kanannya "Terima kasih!".
Seakan mengerti Ara tersenyum lebar senyum yang sangat tulus "Tidak apa-apa! Aku hanya tidak ingin melihat lelaki tampan sepertimu menangis seperti anak kecil di depan minimart! Baiklah kalau begitu, sampai jumpa Arka!"
Lelaki tampan bernama Arka itu berdiri terpaku menatap Ara yang melenggang pergi sambil melambai kan tangan. Arka tersenyum kecut. Sepanjang hidupnya belum pernah ia mempermalukan diri sendiri didepan orang lain dan hari ini ia melakukan hal konyol menangis bahkan gadis itu mengatainya 'menangis seperti anak kecil'
Sedangkan Ara sepanjang jalan hanya menggerutu "Lelaki itu sangat tampan, tapi dia menangis seperti anak kecil terpaksa aku harus membagi coklatku padanya! Sekarang stok coklatku berkurang! Aku harus menyembunyikan nya kalau tidak Kevin si perut kingkong itu akan mencuri dan memakannya sampai habis!".
Ara hampir sampai di depan gerbang rumahnya sambil memeluk erat kantong belanjanya sampai teriakan Kimi menggelegar.
"ARA!!! Kemana kau pergi! Kenapa ponselmu di tinggal! Kalau terjadi sesuatu padamu bagaimana! Kau anak nakal!".
"Aduh.. Aduh.. Kak.. Lepaskan pipiku! Jangan di cubit aku bukan anak kecil lagi"
Tapi Kimi tidak menyerah ia merebut kantong belanja Ara dan menyeret adiknya itu masuk kedalam rumah dengan tangan masih mencubit pipi tembem Ara.
Sampai di dalam rumah Ara duduk di sofa dengan kepala tertunduk, bibirnya mengerucut sedih matanya memerah siap menangis tapi semua itu hilang seketika saat Kimi berkata "Aku tidak akan tertipu lagi!".
Wajah memelas Ara hilang seketika dan tersenyum bodoh pada kakaknya "Kak.. Aku hanya ke depan membeli camilan kenapa kau sangat heboh! Dan lihat pipiku sepertinya akan melar karena kakak cubit terus?".
Kimi melotot "Berhenti merengek! Jika kau ingin pergi kau harus memberitahu aku agar tidak kehilanganmu! Kau ini benar-benar nakal!".
Ara diam mendengarkan omelan Kimi karena ini bukanlah yang pertama untuknya tapi sudah sangat sering tapi kakaknya itu masih saja menganggapnya seperti anak kecil yang perlu di awasi.
"Kak.. Mau coklat!". Tanya Ara dengan mata bulatnya penuh harap.
Kimi yang melihat kelakuan adiknya hanya bisa menghela nafas pasrah dan mengambil coklat batangan yang di ulurkan Ara.
"Terimakasih! Sekarang kau masuk ke kamar! Kakak masih harus pergi ada panggilan kerja".
Kepala Ara mengangguk sambil menatap coklat yang kimi bawa pergi, lalu ia menatap coklat yang tersisa di dalam kantong belanjanya. Ia berdiri berjalan gontai menuju kamarnya tanpa ada semangat mengingat stok coklatnya hanya tersisa satu batang. Hanya tinggal sebatang coklat ia harus menjaganya baik-baik.
❄❄❄