Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Moirai Valentine

🇮🇩YAMARARA
386
Completed
--
NOT RATINGS
220.1k
Views
Synopsis
WARNING! MATURE CONTENT 18+ (Harap bijak untuk memilih bacaan, terdapat kata umpatan dan sindiran.) Volume 2 : Lakhesis :Conneching thread. Maura Magen memilih untuk pergi sejauh mungkin setelah dikhianati dan di tipu oleh kekasihnya Erlangga Lorenzo. Pria yang lebih memilih mencampakkannya dan menikahi gadis sederajat dibandingkan menepati janji-janji manisnya dulu. Meninggalkan Maura yang hancur berkeping-keping bersama buah hati yang ada di dalam kandungannya, sampai kebenciannya mengubah sosok Maura untuk memutuskan benang pengikat yang terjalin di masalalu. Bisakah Maura memasang topeng besi dan memutuskan pengikat itu saat mereka di pertemukan lagi dengan keadaan yang berbeda? Volume 1 : Klotho :First destiny and chaos. Tiga kata yang bisa Maura Magen tangkap di valentine tahun ini. Pertama, kecemburuan. Gebetannya yang sudah dia puja-puja sejak tahun pertama malah berakhir pacaran dengan sahabatnya sendiri. Kedua, kekesalan. Bagi remaja lainnya valentine adalah hari paling romantis di sepanjang tahun. Tapi baginya valentine sama dengan makan hati, karena dia single alias jomblo, kampret! Ketiga, kesialan. Seolah takdir sedang bercanda dengannya. Bagaimana mungkin seorang Erlangga Orion Lorenzo mengirimi surat cinta untuknya? Ig : _Yamarara
VIEW MORE

Chapter 1 - Surat Cinta dari Sang Most Wanted

-Moirai Valentine-

Kata Orang Miorai itu adalah kumpulan dewi takdir yang mengikat manusia sejak dia lahir sampai meninggal. Kata orang Valentine itu momen romantis yang paling ditunggu sepanjang tahun.

Hari sakral bagi setiap pasangan untuk menunjukkan rasa kasih sayang yang abadi. Setangkai bunga bisa mewakili cinta dan sebatang coklat bisa mewakili kasih sayang.

Catat, bagi yang punya pasangan!

Bagi yang single alias jomblo mohon bersabar hati, karena ini cobaan.

"Tarik napas, hembuskan Maura. Ini masih bukan akhir hidupmu." Maura sudah beberapa kali mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap waras saat berada di antara pasangan yang sedang kasmaran.

Pasangan absurd, pasangan alay dan pasangan kampret lainnya yang tidak pernah melihat situasi.

Kejadian ini hampir sama dengan tahun-tahun yang lalu dan tetap terulang kembali.

Maura Oktavia Magen, dia adalah gadis muda yang sedang duduk di tahun ketiga sekolah menengah atas, anak tunggal dari pasangan Sarah Nagita dan Erwin Sadewa.

Maura adalah gadis baik-baik berusia tujuh belas tahun dengan tinggi seratus lima puluh satu kurang beberapa mili. Saking baiknya jodohnya selalu diembat orang termasuk sahabatnya sendiri, kampret.

Maura tidak pernah habis pikir kenapa Bara, pria yang ia taksir di tahun pertama kini malah berpacaran dengan sahabatnya, Luna. Padahal dia selalu membayangkan suatu saat nanti akan bisa bergandengan tangan dengan pria itu. Tersenyum bersama melewati hari demi hari dan berakhir di pelaminan.

Bagi Maura, Bara itu laksana embun di pagi hari. Seperti angin sejuk yang menerpa wajahnya kala sedang lesu. Bagaikan matahari pagi yang tidak pernah melukainya.

Pria itu sosok sempurna di antara jutaan pria di sekolahnya.

Kata tampan saja tidak bisa mewakili sepenuhnya. Bara memiliki tubuh tinggi dengan kulit eksotes yang menawan. Keningnya tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit. Hidungnya mancung dengan iris coklat yang membuatnya persis seperti malaikat.

Tapi itu dulu.

Sejak Luna memproklamasikan tentang hubungannya dengan Bara, penilaian Maura langsung berubah total.

'Pria itu setan! Iblis dan siluman bermuka dua, damn it!!'

Sambil menggerutu kesal, Maura merobek-robek semua foto pria itu, menurunkannya dengan paksa dari dinding tak berdosa di dalam kamarnya. Hatinya langsung mendidih dengan bara tak terlihat.

Dan inilah akhirnya.

Maura kembali menghela napas panjang berulang kali. Tubuhnya merosot ke bawah dengan tangan mencengkram erat meja kantin.

'Kesialan yang lainnya pada hari yang sama,' gumamnya dalam hati.

Siang ini sama panasnya dengan siang-siang yang telah lalu. Mungkin api neraka sudah bocor dan mendarat di kepalanya.

Damn it!!

Iris hitam Maura menatap kesal setengah cemburu dengan pasangan kasmaran yang tengah duduk di depannya.

Yah, Luna sedang memasang wajah malu saat Bara mengatakan akan mengajaknya ke balai kota saat hari Valentine beberapa hari yang akan datang.

"Makasih sayang, duh Luna jadi malu.." Luna mengedipkan matanya beberapa kali sebelum memukul mesara langan pacarnya.

Preett..

Maura menggerutu kasar dalam hati. Telingannya menajam. Frekuensi suara antara Luna dan Bara persis seperti gelombang ultrasonic yang bisa membuat telinganya tidak berfungsi lagi.

"Apapun untukmu cintaku," jawab Bara sama menjijikannya.

Fix, Maura ingin muntah, sialan. Kecemburuan lebih kejam dari pada terjerabab di tengah ruangan.

***

Butuh waktu lima belas menit bagi Maura untuk bertahan dalam situasi darurat siaga satu yang memalukan. Ia bersyukur saat Bara berpamitan untuk bermain futsal bersama teman-temannya. Itu artinya penderitaannya juga akan berakhir.

"Huhhh.." Maura menghela pelan napasnya.

Ia mendongkarak pelan dan mendapati raut Luna yang berubah memalas. Gadis itu bahkan lebih banyak menghela dari pada dirinya.

"Bosannya," ucap Luna.

Maura tidak menghiraukannya. Bibirnya tersenyum tipis saat merasakan angin surga yang menerpa wajahnya, menerbangkan hawa-hawa panas yang tadi memengaruhi otaknya.

Tidak ada lagi suara manja dan kekehan sepasang anak adam dan hawa yang dilanda kasmaran akut. Sampai suara derap langkah seseorang membuatnya menoleh.

Seorang remaja cowo yang berpenampilan rapi khas murid kelas satu menghampirinya dengan takut-takut. Pria itu menyerahkan sebuah surat dengan kepala menunduk.

"Ka-ka… kak Ma-maura.. i-ini ada surat untuk Kaka.." ucapnya terbata-bata.

Luna terkekeh pelan dan langsung Maura sikut dengan pelan.

"Apa ini?" tanya Maura. Ia mengerutkan sebelah alisnya, kemudian mengambil surat itu dari tangan adik kelasnya itu. "Ini kamu yang menulisnya?"

"Bu-bukan Ka, saya Cuma disuruh saja. Saya permisi.."

Gerrr…

Belum sempat lagi Maura menanyakan hal lainnya. Bocah itu lebih dahulu angkat kaki, alias kabur, sialan!

"Apa itu? Surat?" tanya Luna.

Maura mengangkat bahunya tanda tidak tau. Menurut penyulusuran singkatnya benda berbentuk persegi panjang itu memang sebuah surat. Hanya saja bentuknya sedikit menakutkan.

Jika biasanya gadis muda mendapatkan bunga, coklat dan surat yang didominasi dengan warna merah muda. Maka surat yang ia dapatkan justru berwarna hitam dengan tulisan bak cakar ayam di alamat suratnya.

"Sepertinya memang surat," guman Maura setuju. "Siapa yang mengirimnya?" Maura membolak-balikan suratnya tanpa berani membukannya sedikitpun.

"Tidak dibuka?" tanya Luna heran.

Maura mendongkrak pelan kemudian mengeling samar. "Benda ini mencurigakan. Nenekku pernah bilang jika dapat benda mengerikan maka jangan sekali-kali dibuka, bahaya. Dulu nenekku juga pernah mendapatkan surat mengerikan seperti ini dan malamnya langsung jatuh pingsan." Maura menjelaskannya dengan penuh keyakinan.

"Kok bisa? Memangnya surat apa?"

Maura terdiam beberapa saat, ia meletakkan suratnya di atas meja, mengambil gelasnya kemudian menghabiskannya dengan sekali tegukan.

"Surat tagihan hutang."

"Shitt!!" Luna mengumpat pelan.

Luna tidak tau harus bereaksi apa. Mau tertawa takut sahabatnya tersinggung, mau marah, toh gadis di depannya itu belum tentu mendengarkannya. Kan percuma dia cuap-cuap panjang kali lebar sampai ke tinggi sekalipun jika ujung-ujungnya dicuekan.

"Tapi perasaan aku tidak punya hutang." Maura bergumam sendiri. "Aku juga penasaran dengan isinya, apa ku buka saja?" tanyanya seraya menatap ke arah Luna, meminta persetujuan.

Luna mengangguk antusias. "Cepat buka, siapa tau surat cinta. Bentar lagi valentine bukan, siapa tau ada makhluk yang bernama pria yang mengajakmu kencan."

Maura menghentikan gerakannya, "Perasanku tidak enak. Sepertinya surat ini benar-benar surat hutang."

Luna menepuk pelan dahinya. Ia tidak tau harus berkata apa lagi pada sahabatnya itu. Percuma, gak akan ngaruh pada keabsurta-nya yang sudah mendarah daging.

"Ck! Lama, sini."

Luna merebutnya dengan cepat.

"Yah!! Luna!! Teman gak ada akhlak lo ya!!" teriak Maura berusaha mengambil kembali surat itu dari tangan sahabatnya.

"Kalo gua gak ada akhlak. Itu wajar, karena aku berguru padamu, wahai teman kampretku." Luna terkekeh pelan setelah mengatakannya.

Jarak antara ia dan Maura terhalang meja kantin yang sangat lebar. Dengan kata lain sahabatnya itu tidak bisa berbuat apa-apa saat ia membuka surat berbahaya versi Maura yang tengah keracunan patuah lama Neneknya.

Luna berdaham pelan. Alisnya mengerut tinggi-tinggi saat membaca satu demi satu tulisan rapi yang tercurah di kertas itu.

Santai, melotot dan menganga lebar..

Ekspresi beragam yang cenderung aneh langsung membuat Maura menggigit bibir bawahnya dengan tidak sadar.

Fix.. ini benar-benar surat hutang.

"Maura.."

"Apa? Jangan bilang itu surat hutang yang kesasar?" bisa mati dia jika disuruh membayar hutang tak bertuan.

Please.. uang sakunya bahkan bisa dihitung dengan jari, itupun masih belum dipotong pajak kantin dan ongkos transportasi. Hidupnya sama menderitanya dengan sinetron ikan terbang, duh Gusti!!

"Lo bisa serius gak sih."Luna mendesis kesal. Matanya melotot kemudian menyerahkan sepucuk surat yang sudah ia baca pada sahabatnya.

"Maura, katakan padaku siapa nama pengirimnya? Sepertinya mataku sedang sakit sampai melihat nama yang mustahil di sana."

Maura ingin protes, tapi ia urungkan. Gadis itu memilih mencari nama pengirim yang dimaksud sahabatnya.

"Erlangga O. Lorenzo?" ucapnya setengah tidak yakin.

"Damn it!! OMG!! WOW!! Mimpi apa aku semalam sampai menemukan keajaiban dunia yang tertunda ini Tuhan!!" Luna berteriak. "Erlang mengirimimu surat cinta, astaga demi apa?"

Maura terkekeh pelan. Dia bingung kenapa sahabatnya seantusias itu. Ini hanya Erlangga.. cowo paling populer sepanjang tahun.

Tidak perlu berpikir dua kali untuk mengatahui kebenarannya. Maura sangat yakin surat ini pasti palsu, orang iseng yang mengerjainya.

Bersambung…