Dua tahun berlalu kenangan tentang Ana masih melekat di ingatan Arka, semakin hari terasa berat untuk dijalani.
"Arka! Kenapa kau masih tidak melihatku! Gadis desa itu telah mati dan kau masih saja mengingatnya! kau lupa kita akan bertunangan!". Teriak Amel marah.
"Kau yang ingin bertunangan tapi aku tidak! Terserah lakukan apa yang kau mau tapi jangan pernah menghina Ana karena dia jauh lebih baik dari mu!".
Arka pergi meninggalkan Amel yang berteriak seperti orang gila memanggilnya. Ana, gadis itu sungguh menyimpan banyak rahasia. Dan dia juga tidak pernah menyangka jika Amel adalah saudaranya. Siapapun akan berpikir sama sepertinya jika melihat Amel dan Ana bertemu mereka benar-benar seperti orang asing.
Arka berhenti di persimpangan jalan, kepalanya mengadah menatap langit, angin berhembus lembut keningnya berkerut samar.
Ugh..
Arka menekan dadanya yang tiba-tiba sakit sejak Ana meninggal jantungnya selalu merasakan sakit. Tidak ada penyakit serius dokter bilang itu karena stres dan terlalu banyak beban pikiran.
'Ana, aku sangat merindukan mu'. Hati Arka menjerit dalam diam.
"Arka!"
Arka mengatup mulutnya rapat-rapat giginya menggretak geram "Kau!"
"Aku apa!"
"Berapa kali aku harus katakan! Aku. Tidak. Akan. Bertunangan. Dengan mu! Baik sekarang maupun nanti! Bahkan sampai aku mati posisi Ana dihatiku tak akan pernah tergantikan!".
"Arka!"Teriak Amel, matanya memerah menahan tangis "Aku juga punya hati! Aku juga akan sakit jika kau seperti ini terus padaku!".
"Kalau kau tidak ingin sakit maka berhenti! Aku juga lelah!".
"Arka! Bukankah kau harus melanjutkan hidupmu! Mungkin Ana juga ingin kau bahagia bersama orang lain!".
Arka tersenyum sinis "Dan orang itu masih tetap Ana! Sampai aku mati aku tidak akan mencintai siapa pun! Jadi berhenti! Jangan pernah muncul di hadapanku lagi!".
"Apa kau begitu mencintai nya!"
"Ya! Aku sangat mencintainya sampai detik ini!".
Arka berbalik dan pergi melanjutkan langkahnya meninggalkan Amel yang terduduk ditrotoar jalan menangis. Arka kembali pulang kerumah ia berdiri ditengah-tengah pintu kamar menatap koper yang berdiri disudut ruangan. Semuanya telah selesai dia sekarang seorang sarjana.
"Arka?"
Arka berbalik menatap mamanya yang berusaha tersenyum menghiburnya "Kau akan berangkat?".
"Hm.."
"Amel.."
"Ma, aku tidak akan bertunangan dengan siapa pun! Tidak sekarang! Ana.. Aku belum rela melepaskannya sampai sekarang!". Suara Arka bergetar ketika nama Ana di sebut.
Mama Arka mengangguk "Baiklah! Lakukan apa yang kau mau! Selama disana jaga kesehatanmu! Masalah Amel biar mama yang jelaskan pada papa mu!".
"Hm.. Terima kasih, ma. Maaf karena aku keras kepala!".
Wanita berwajah lembut itu tersenyum sambil menepuk pundak Arka "Kau sudah dewasa dan bukan anak kecil lagi! Mama tidak bisa mengaturmu! Pergilah! Pak mamat akan mengantarmu kebandara!".
Arka mengambil kopernya dan menyeretnya keluar rumah sebelum masuk ke mobil ia melihat sekeliling melukis kenangan indah di ingatannya. Entah kapan dia akan kembali dan merelakan semuanya.
❄❄❄
Hari-hari berlalu dengan cepat Arka juga sudah menjadi seorang siswa pascasarjana. Hari-harinya juga sibuk dengan mengerjakan tugas dan beberapa penelitian. Karena beberapa hal ia terlambat mengumpulkan tugas akhirnya ia pergi mencari dosen yang pengganti yang mengajar kelasnya untuk sementara. Di Lorong jalan menuju kantor dosen ia memeriksa kembali tugasnya sambil berjalan sampai di belokan lorong ia bertabrakan dengan seorang gadis. Kertas yang tadi di bawanya bertebaran dilantai. Arka jongkok dan memungut kertas tersebut satu-persatu begitu pula gadis yang menabraknya.
Awalnya Arka ingin mengabaikan keberadaan gadis itu karena kejadian seperti ini sering terjadi tapi ketika gadis itu bicara gerakan tangan Arka terhenti dan sedikit gemetar. Kepalanya menengadah sedikit melihat wajah yang begitu tidak asing bahkan sangat dia rindukan siang dan malam.
"Maaf! Aku sedang buru-buru! Apa kau terluka! Hei.."
Gadis itu terdiam, Arka yang seperti patung melihatnya terasa aneh,bahkan kertas yang baru dikumpulnya kembali jatuh dan berserakan.
"Ya ampun! Apa kau sangat kesakitan sampai tidak bisa memengang kertasnya! Baiklah! Karena aku baik hati dan tidak sombong aku akan mengantarmu ke ruang kesehatan!" Gadis itu menatap sebuah pintu yang tertutup rapat "Menunggu sedikit lebih lama pria lajang itu tidak akan keberatan!". Gadis itu memegang lengan Arka berniat menuntunnya berjalan menuju ruang kesehatan tapi lelaki tampan itu hanya berdiri kaku tidak bergerak sedikit pun.
"An.. Ana.."Lirih Arka. Tangannya bergerak kearah pipi ingin membelainya tapi gadis itu menghindar.
"Hei! Apa yang kau lakukan! Siapa Ana! Aku bukan Ana tapi Fata Arabella! Kau bisa memanggilku Ara!" Gadis itu mengenalkan diri membuat harapan dimata Arka meredup seketika matanya tidak lepas dari wajah gadis yang bernama Fata Arabella itu hingga teriakan kaget nya mengejutkan Arka "Ah! Sial aku akan di ceramah olehnya!" gadis itu menatap Arka "Hei! Sepertinya kau baik-baik saja! Kalau begitu aku tinggal! Selamat tinggal hati-hati dijalan jangan sampai menabrak lagi!".
Arka berdiri seperti patung menatap kepergiannya yang semakin mengecil di lorong.
Dia bukan ana! Tapi wajah dan suaranya kenapa sangat mirip!. Hati Arka bergumam.
Di sebuah ruangan. Gadis yang tadi menabrak Arka berdiri dengan kepala tertunduk bersalah.
"Terlambat!"
Gadis itu diam bibirnya mengerucut.
"Ara, kau berjanji akan membantuku! Kau lihat sekarang semuanya menumpuk! Cepat selesaikan atur sesuai jilid dan huruf abjadnya!".
Gadis yang di panggil Ara itu menggerutu dan meniru setiap gerakan lelaki yang sedang memarahinya. Tapi gerakannya terhenti ketika merasakan sakit di keningnya.
"Kak Alden! Sakit tahu!".
"Kau sangat sulit di atur! Kenapa sangat nakal! Kalau tidak aku akan mengirimmu pada Azira!".
Ara langsung memeluk lengan Alden memasang wajah penuh perhatian dan berbicara sangat lembut "Kakak yang baik! Jangan marah, tadi Aku melihat kak Alea sedang berbicara di lorong!".
Alden yang mendengar nama Alea langsung berdiri penuh semangat. Melupakan kemarahannya pada gadis nakal yang tadi membuat masalah.
"Benarkah! Dengan siapa kau melihatnya!".
Ara menggeleng "Tidak! Tapi sepertinya dia sedang dalam masalah! Kenapa kakak tidak pergi dan membantunya!". Alden menatap gadis nakal yang kini sedang menyusun buku ke lemari dalam hatinya ia sangat marah karena selalu di bodohi oleh gadis nakal ini tapi apa yang bisa ia lakukan, selain memanjakannya dengan kasih sayang.
"Obat mu apakah sudah di minum?".
"Sudah!".
"Kenapa kau terlambat! Biasanya selalu tepat waktu!".
Ara mendesah lelah "Aih.. Ini semua karena dosen tua itu memberi kami tugas sangat banyak jadi aku harus pergi ke perpustakaan terlebih dahulu mencari buku kalau tidak aku tidak memiliki bahan untuk tulisanku nanti!".
Alden menatap Ara menyelidik tidak percaya. Ara yang ditatap seperti itu menyerah "Baik! Aku juga menabrak seseorang tadi dan.. Sepertinya dia sangat sakit sampai-sampai salah menyebut nama! Meskipun tidak kenal tapi tidak seharunya juga dia menyebut nama orang lain sambil menatapku dengan pandangan penuh kerinduan seperti itu!".
Alden memegang lengan Ara erat "Siapa yang kau tabrak! Seperti apa dia!".
Melihat perubahan itu membuat Ara bingung "Mana aku tahu! Dan aku tidak peduli!"Akhirnya tumpukan buku yang menggunung selesai disusun dengan rapi Ara menepuk debu pada pakaian dan tangannya "Kak, kenapa ruanganmu selalu berantakan padahal aku selalu datang merapikannya! Apa kau sengaja membuatnya berantakan!".
Ara menatap Alden yang berdiri kaku "Eh.. Kak Alden kenapa?".
"Jika kau melihat orang yang menabrakmu lagi, kau sebaiknya menjauh darinya! Kau mengerti!".
Nada serius Alden membuat Ara takut jadi dia mengangguk dengan patuh.
"Sudah selesai aku kembali! Perutku sangat lapar!".
"Kau tidak menungguku!".
"Kakak sangat lama!"
"Tidak sebentar lagi selesai! Hanya satu kelas.. Kau mau menunggu! Aku akan memesan makanan untukmu! ".
"Baiklah! Karena kakak memaksa! Pesan makanan yang enak-enak!". Kata Ara sambil berjalan kearah kamar mandi "Aku mencuci tangan dulu!".
Suara ketukan di pintu mengalihkan perhatian Alden pada Ara ia segera duduk kembali di kursinya kemudian meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk.
"Masuk!"Alden kembali melanjutkan pekerjaannya memeriksa beberapa tugas mahasiswanya. ia tidak melihat siapa tamu yang datang mengunjungi kantornya, ia Tidak menyadari suasana yang terasa sedikit sunyi.
Alden yang terlalu fokus mulai menyadari sesuatu yang salah kepalanya tegak menatap sosok tinggi berdiri di seberang meja kerjanya. Matanya melotot kaget.
"Kau!!"
❄❄❄