Sultan membuka pintu sambil mengucek mata. Langit belum berubah warna, masih pekat meski telah pagi. Namun, ia sudah kedatangan seorang tamu.
"Aku pikir tamu dari mana. Masuk, Dam!"
"Tidak perlu. Aku hanya ingin menanyakan satu hal padamu dan kuharap, kau, bisa menjawabnya dengan jujur."
Sultan sedikit aneh melihat ekspresi wajah temannya itu. Seharusnya, mereka sudah tidak perlu secanggung itu setelah ia menjelaskan soal kesalahpahaman antara mereka tempo hari. Namun, tatapan mata terang Damian mengisyaratkan sesuatu yang tidak dapat diartikan oleh laki-laki itu.
"Ada apa, Dam? Apa kau sedang ada masalah?"
"Tidak ada. Tolong jawab aku dengan jujur, Sul! Apa … kau, menyukai Julia?"
Laki-laki itu dirundung dilema. Jika ia berbohong, itu akan membuat hubungan mereka tidak baik kedepannya. Akan tetapi, jawaban jujur juga tidak menjamin mereka akan baik-baik saja kedepannya.
"Sampai kapan pun, kita akan tetap bersahabat. Jangan membohongiku dan jawablah dengan jujur! Apa, kau, menyukai Julia?"
Damian mengulang pertanyaannya. Ia ingin tahu, hal penting apa yang membuat Julia hanya menyimpan nama Sultan di kontak ponselnya. Hal itu benar-benar mengganggu pikiran Damian, hingga ia tidak sabar untuk menunggu matahari terbit, dan memilih bertamu pagi-pagi buta.
"Saat pertama kali aku bertemu dengannya, aku … memang telah jatuh cinta."
"Oh, oke. Itu cukup, Sul. Terima kasih karena telah jujur padaku dan maaf telah mengganggumu pagi-pagi."
Damian langsung masuk ke mobil dan tancap gas. Ia tidak mendengarkan kalimat terakhir dari sahabatnya itu. Ia berpikir kedua insan itu saling jatuh cinta.
"Aku mungkin mencintainya, Dam. Tapi, aku bukan pagar makan tanaman. Kau dan Aldo, kalian lebih berarti dari seorang wanita."
Sultan hanya bisa menatap nanar ke arah perginya mobil Damian. Ia merasa telah menjadi pusat masalah dalam kehidupan rumah tangga Damian. Tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang karena ia berada di posisi serba salah.
Ia menutup pintu dan duduk merenung di sofa ruang tamu. Rasa kantuk yang menyerangnya, tiba-tiba hilang. Ia tidak dapat melanjutkan tidurnya yang tertunda.
Sultan tinggal sendiri di rumah. Pembantu yang bekerja di rumahnya hanya datang jam delapan pagi. Setelah semua pekerjaan selesai di siang hari, pembantu itu akan pulang.
Ia tidak mempekerjakan penjaga gerbang lagi karena tidak merasa nyaman. Penjaga gerbang yang terakhir kali menyambut Julia, disewa untuk berpura-pura selama satu hari. Sultan ingin menunjukkan pada kedua orang tuanya, bahwa kehidupannya sangat baik di Jakarta.
***
Sejak pergi tadi pagi, Damian tidak kembali ke rumah. Julia dan Aldo, sudah duduk di dalam mobil. Mereka hendak pergi ke rumah Sultan siang ini.
'Kenapa Julia sangat ingin menemui Sultan? Apa … Julia benar-benar jatuh cinta padanya? Kalau iya, kasihan Kak Damian.'
Aldo melajukan mobilnya keluar dari garasi. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi. Ingin segera tiba di rumah Sultan dan mengetahui urusan apa yang mereka bicarakan.
Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, Aldo sudah tiba di depan rumah Sultan. Ia membuka gerbang dan mengajak Julia masuk. Di depan pintu, Aldo berdiri dengan tegang.
"Apa dia ada di rumah?"
"Ada, Kak. Tadi, Al sudah telepon."
Mereka menunggu pintu terbuka dengan jantung berdebar-debar. Julia ketakutan. Ia takut, apa yang dikatakannya membuat Sultan sakit hati. Namun, ia tetap harus melakukannya.
Ceklek!
"Selamat siang, Mas."
Sultan tersenyum melihat wajah Julia. "Selamat siang, Juli. Ayo masuk, Juli, Al."
Mereka duduk di ruang tamu. Sementara menunggu Sultan membuat teh di dapur, Aldo memberanikan diri untuk bertanya. Ia tidak mau menilai tanpa tahu masalahnya terlebih dulu.
"Apa yang ingin dibicarakan dengan Sultan, Kakak ipar?"
"Nanti juga tahu." Julia menjawab ambigu. Ia malas untuk menjelaskan. Biarkan Aldo mendengar sendiri, apa yang mereka bicarakan nanti.
"Silakan diminum!" Sultan duduk berseberangan dengan mereka. Tadi pagi, Damian sudah datang ke rumahnya. Siang ini, Aldo dan Julia yang datang ke rumahnya. Ia tahu, pasti ada sesuatu yang tidak beres dalam rumah tangga Julia dan Damian.
"Terima kasih, Mas. Juli … ingin mengembalikan ini." Julia mengambil handphone di dalam tas kecilnya. "Tugas saya sudah selesai. Saya sudah berjanji jika peran saya selesai, saya akan mengembalikan ponsel ini pada, Mas."
"Itu 'kan memang hadiah untukmu. Jadi, tidak perlu dikembalikan meskipun peran kekasih pura-pura sudah sele~"
"Saya tidak nyaman dengan pemberian laki-laki yang bukan suami saya, Mas." Julia memotong cepat ucapan Sultan. Ia tidak ingin membuat kesalahpahaman antara dirinya dan suaminya berlarut-larut. "Maaf."
Sultan terpaksa mengambil ponsel itu kembali. Ia juga ingin yang terbaik untuk Damian dan Julia. Mereka berdua adalah orang yang sangat berarti untuknya.
"Hah, baiklah. Aku ambil kembali ponsel ini. Aku tahu, hal kecil ini bisa menjadi pemicu retaknya hubungan kalian. Tadi pagi, Damian datang. Dia bertanya, apakah aku menyukaimu atau tidak."
Sultan tidak melanjutkan ucapannya. Perasaannya pada Julia, tidak perlu diketahui oleh gadis itu. Meskipun, ia telah mengakui perasaannya di depan Damian, tapi gadis itu tidak boleh tahu.
"Apa jawabanmu?"
"Tentu saja, kita hanya berteman." Sultan tertawa renyah. Ia sungguh bisa berakting dengan baik. Aldo dan Julia tidak menyadari sandiwaranya. "Sudahlah. Lupakan masalah ponsel dan pergi bujuk suamimu. Sepertinya, dia, sedang banyak masalah."
Aldo sejak tadi hanya menyimak perbincangan mereka. Kini ia tahu, mereka berdua sebenarnya saling mencintai. Terbukti, Julia tidak mau membuat Damian salah paham tentang ponsel itu.
'Sepertinya, aku harus bertindak ekstrim. Siapa suruh, kalian berdua tidak jujur tentang perasaan kalian.'
Cara apa yang akan dilakukan oleh Aldo untuk menyatukan Damian dan Julia? Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Yang jelas, ia ingin membuat mereka saling mengakui perasaan cinta di hati mereka.
"Sebaiknya kita pulang sekarang, Kakak ipar. Takutnya, Kak Damian sudah pulang," ucap Aldo khawatir.
"Benar apa yang dikatakan oleh, Al. Pulanglah, sebelum Damian pulang dan mencarimu. Dia melarang kamu keluar dari kamarmu 'kan."
Sultan membantu Aldo memberi pengertian kepada Julia. Gadis itu menurut. Ia pulang bersama Aldo setelah berpamitan pada Sultan.
***
Saat mereka tiba di rumah, mobil Damian yang biasa dipakai ke kantor, telah terparkir rapi di garasi. Julia khawatir laki-laki itu marah lagi karena ia pergi keluar bersama Aldo. Mereka pergi tanpa izin terlebih dulu.
"Jangan khawatir, Kak. Aldo akan melindungi, Kakak ipar, jika sampai Kak Damian marah-marah."
Kata-kata Aldo sedikit mengurangi rasa khawatir di hati Julia. Masalah mereka belum selesai dan ia tidak ingin ada masalah lainnya. Julia dan Aldo hanya bisa berharap, agar Damian tidak menginterogasi mereka berdua.
*BERSAMBUNG*