Julia duduk bersandar di kepala ranjang dengan selimut yang menutup sampai ke dada. Ia menoleh ke samping, ke tempat sang suami terbaring dengan mata tertutup. Tidak tahu, apakah laki-laki itu terjaga atau tidak?
*Satu jam yang lalu.
Mereka duduk di tengah tempat tidur dengan posisi saling berhadapan. Julia menundukkan wajahnya, rasanya sangat malu menatap laki-laki di depannya. Membayangkan mereka akan melakukan ritual malam pertama, membuat wajah gadis itu bersemu merah.
Damian mengangkat tangannya, menyentuh rambut sang istri, dan membawanya ke belakang telinga. Ia lalu mengangkat dagu Julia, menengadahkan wajahnya agar menatap wajah suaminya. Debaran di dada gadis itu terdengar olehnya.
"Gugup?" Damian bertanya dengan lembut sambil tersenyum tipis.
Bagaimana tidak gugup? Ini akan menjadi pengalaman pertamanya, sedangkan laki-laki itu sudah mahir melakukannya. Namun, Julia tidak tahu jika suaminya juga sangat gugup.
Ia memang sudah mahir bercinta, tetapi rasa gugupnya sama besar seperti Julia. Apalagi, selama ini mereka terlibat pertengkaran setiap hari. Damian takut, gadis itu tidak bisa menerima perasaannya.
Sebelum melakukan ritual malam pertama, Damian ingin mengungkapkan perasaannya pada sang istri. Wanita yang selama ini selalu ditindas dan dihina sebagai wanita murahan. Ternyata hatinya telah terjatuh pada wanita di hadapannya saat ini.
"Aku … em …. Itu~"
"Sstt!" Damian menempelkan jari telunjuk di bibir Julia. "Malam ini, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Dengarkan baik-baik!"
"A-apa yang ingin kamu katakan?"
Damian menarik tangan Julia, membawa tubuh sintal sang istri ke dalam pelukannya. Julia merebahkan kepala di bahu suaminya. Senyuman tipis tergambar indah di bibir kissable-nya.
"Aku ingin membuat sebuah pengakuan. Maafkan aku. Selama ini telah membuatmu sakit hati. Sikapku yang kasar dan selalu menghina kamu, serta banyak tindakan-tindakan tidak pantas yang kulakukan padamu.
"Aku minta maaf atas semua itu. Maafkan aku juga karena menghina kamu sebagai wanita murahan. Dan … aku ingin membuat pengakuan terakhir.
"Aku, mencintaimu. Aku telah jatuh cinta padamu, Julia. Aku mencintaimu, Juli."
Seperti sebuah bom yang meledak seketika, membuat terkejut, syok, bahkan linglung. Mendengar pengakuan cinta sang suami, Julia seperti terkena sihir. Ia terdiam kaku dengan pandangan kosong.
'Jika ini adalah mimpi, kumohon … bangunkan aku, Tuhan. Aku tidak ingin terbuai oleh kebahagiaan dan perasaan di dalam mimpi, lalu terjatuh seketika saat aku terbangun nanti.'
"Hiks … hiks …." Julia tiba-tiba menangis. Ia takut untuk terbangun. Masih berpikir jika itu hanyalah mimpi.
Damian menjauhkan diri sedikit dari gadis itu. Ia menangkup wajah oval sang istri, membingkai pipi lembutnya yang basah tersiram cairan bening hangat dari mata sayu berbulu lentik. Kedua ibu jarinya mengusap air mata itu.
"Maaf, sudah membuatmu terluka begitu lama. Jangan menangis lagi. Hatiku sakit melihatmu seperti Ini," ucap Damian dengan lembut.
"Bisakah … cubit aku?" Julia ingin memastikan kalau dirinya tidak sedang bermimpi saat ini.
"Nanti sakit," jawab Damian tidak tega mengikuti permintaan istrinya.
Julia menggeleng cepat beberapa kali. Ia harus tahu, ia sedang bermimpi atau tidak. Namun, Damian terlihat ragu untuk mencubit pipi istrinya.
Gadis itu memohon agar Damian mau mencubitnya, dan …. "Akh! Sakit!" Setelah laki-laki itu mengikuti keinginannya, ia menjerit kesakitan. Anehnya, jeritan itu membuat junior Damian semakin memberontak.
Belum sempat Julia bereaksi, ia sudah diserang sang suami. Damian mendorong tubuh istrinya hingga terbaring. Dengan hasrat yang menggebu, ia mencumbu sang istri, hingga ritual malam pertama pun terjadi.*
Mengingat pertarungan yang terjadi satu jam yang lalu, ia tidak bisa percaya. Rasanya masih seperti mimpi saat mendengar Damian menyatakan cinta padanya. Bahkan, mereka sudah menyatu dalam ikatan suami istri yang sebenarnya.
"Kamu tidak ingin tidur?" Damian bertanya dengan mata tertutup.
"Kamu, tidak tidur?"
"Aku bertanya padamu, Sayang. Kenapa malah bertanya balik? Aku sudah tidur dan terbangun karena tidak ada yang memeluk," jawabnya sambil membuka mata, memandang wajah gadis yang telah berubah menjadi wanitanya.
Damian tersenyum bahagia melihat banyaknya tanda kepemilikan yang ditinggalkan oleh bibir nakalnya. Kebahagiaan itu bertambah saat ia mengenang saat-saat tegang ketika membobol gerbang virginity milik istrinya. Ia telah salah mengira bahwa Julia tidak perawan.
"Kamu sudah biasa tidur sendiri. Kenapa sekarang … harus ada yang memeluk?"
Ia bangun dan duduk bersandar di samping istrinya. Ia meloloskan tangannya di belakang pinggang Julia, menarik wanita itu agar bersandar padanya. Damian memeluknya dari belakang, lalu menempelkan dagunya di pundak Julia, dan mengecup leher jenjang itu dengan lembut.
Jantung Julia seolah berhenti berdetak sejenak. Ia masih belum terbiasa dengan sentuhan intim dari Damian. Masih malu mengakui, bahwa ia menikmatinya.
"Kemarin dan sekarang itu berbeda. Kemarin, tidak ada kamu di sini. Tapi, sekarang ada kamu di ranjangku. Aku takut kalau kamu pergi meninggalkanku saat aku tidur. Jadi, aku ingin memelukmu dengan erat, agar kau tidak bisa pergi meninggalkanku."
Julia tersenyum geli. Seorang Damian yang selalu terlihat tegang dan dingin, ternyata bisa bertingkah manja seperti anak kecil. Hal yang baru dilihat Julia itu tentu saja membuatnya tertawa.
"Berani menertawakanku?" Damian menggelitik pinggang sang istri yang sedang tertawa.
"Ampun … ampun! Geli, Hubby! Ampun …. Akh!" Julia menutup mulutnya saat tangan Damian menyentuh benda kenyal kembar yang tertutup selimut.
"Mendesah seperti itu, apa sedang memancingku?" Damian berbisik di telinga isterinya.
"Hah? Ti-tidak. Aku … tidak~"
Damian memotong ucapan isterinya menggunakan mulut. Perlahan tapi pasti, pertempuran hasrat pun tak bisa dielakkan. Damian kembali memuaskan dahaganya dengan berpacu dalam alunan permainan cinta yang lembut bersama Julia.
***
'Julia tidak keluar sejak semalam. Mereka baik-baik saja atau bertengkar lagi?'
Aldo mondar-mandir di depan kamar Julia. Awalnya, ia ingin membangunkan Julia karena semalam ia ketiduran menunggunya di ruang tamu. Semalam, setelah membeli obat, ia pergi ke kamar Damian. Namun, pemandangan mesra di depannya itu membuatnya berbalik pergi ke ruang tamu.
"Selamat pagi, Al. Sedang apa?"
Aldo menoleh ke arah tangga. Ia berlari menghampiri kakak iparnya karena penasaran dengan apa yang terjadi. Namun, matanya membelalak saat melihat leher Julia dipenuhi tanda kissmark.
'Mereka … sudah melakukannya?'
Julia menutupi lehernya menggunakan telapak tangan. Ia merasa canggung dengan tatapan adik iparnya yang mengarah ke leher. Ia tahu yang membuat Aldo terbelalak adalah tanda kepemilikan yang ditinggalkan suaminya.
"Kamu, kenapa, Al?"
"Hah? Ti-tidak apa-apa, Kakak ipar. Bagaimana keadaan kakakku?"
Julia baru membuka mulut untuk menjawab, tapi Damian yang menjawab lebih dulu. "Aku baik-baik saja."
"Oh, syukurlah."
Mereka pergi ke ruang makan bersama-sama. Aldo tersenyum melihat rambut mereka basah. Itu artinya, ia tidak perlu melakukan apa-apa lagi untuk mereka.
Tanpa Aldo menjalankan rencananya untuk menjebak mereka, ternyata keduanya sudah bersama. Ia bisa bernapas lega sekarang. Sudah waktunya ia kembali ke Bali.
*BERSAMBUNG*