"Sore, Nyonya, Den Aldo. Mau bibi siapkan makan malam sekarang atau nanti?" Imas menyambut kedatangan nyonya rumah.
"Nanti saja, Bi. Oh, iya, apa kakak sudah pulang?"
"Sudah, Den. Satu jam yang lalu, tuan pulang diantar staf kantor. Sepertinya, Tuan Damian, sedang sakit."
"Sa-sakit? Sakit apa, Bi?" Julia tampak khawatir mendengar suaminya sakit.
"Saya tidak tahu, Nyonya. Mungkin, saya salah lihat." Imas tidak mau dianggap mengada-ada. Lebih baik, ia membiarkan majikan perempuan itu memeriksa sendiri. Dengan begitu akan lebih jelas, apakah tuannya sakit atau tidak.
"Biar Al tengok."
Julia mengangguk. Ia mondar-mandir di bawah tangga, menunggu kabar dari Aldo. Berkali-kali netra bening itu melirik ke lantai atas.
'Kenapa Aldo lama sekali?' Julia bertanya-tanya dalam hati. Kecemasannya semakin bertambah saat mendengar Aldo berteriak. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari ke kamar Damian.
"Ada apa, Al?" Julia berdiri di samping tempat tidur. "Ke-kenapa wajahnya sangat merah, Al? Jawab aku, Al!"
"Kakak demam tinggi. Al akan menyiapkan mobil, kita bawa kakak ke rumah sakit."
"Aku tidak mau, Do. Istirahat sebentar juga turun panasnya. Kalian pergi saja! Biarkan aku sendiri," ucap Damian dengan suara parau.
Selain demam, rupanya ia juga terserang flu, dan batuk. Aldo membujuk kakaknya agar bersedia dibawa ke rumah sakit. Namun, Damian menolak keras.
"Ya sudah, Al. Kita rawat kakakmu di rumah saja. Apa ada obat penurun panas?"
"Sepertinya habis. Al pergi membeli obat kalau begitu. Titip Kak Damian, Kakak ipar."
"Iya. Jangan lama-lama!"
"Oke!" Aldo menyahut sambil berlari keluar dari kamar kakaknya.
Wajah suaminya itu sangat merah. Keringat membanjiri wajah dan leher. Membuat baju yang dipakainya itu ikut basah.
Julia melangkah pergi. Namun, baru satu langkah, wanita itu berhenti. Ia menoleh ke arah tangannya yang digenggam erat oleh Damian.
"Jangan pergi!" Damian menatap sayu. Meski pelan, tapi Julia mendengar ucapan suaminya dengan jelas.
Julia tidak menjawab. Ia mencoba menepis tangan laki-laki itu. Namun, genggaman tangan Damian terlalu kuat.
"Kumohon!"
Damian tidak mengizinkan istrinya pergi. Ia sangat takut saat tangan itu terlepas, Julia akan pergi meninggalkannya. Ia ingin wanita itu berada di disampingnya.
"Lepaskan tanganku, Hubby!"
Damian menggeleng dengan lemah. Kini, kedua tangannya menggenggam tangan Julia. Semakin keras usaha istrinya untuk melepaskan tangannya, semakin kuat genggaman tangan Damian.
"Lepaskan tanganku. Aku cuma akan pergi mengambil air dan handuk kecil untuk mengompres. Wajahmu penuh dengan keringat dan itu pasti tidak nyaman."
Julia menjelaskan, bahwa ia hanya akan mengambil air untuk mengompres laki-laki itu. Karena Damian masih tidak percaya dengan ucapannya, Julia pun mengatakan hal yang membuat suaminya akhirnya melepaskan genggaman itu. "Aku segera kembali."
Ia bergegas lari ke dapur, mengambil wadah plastik, mengisinya dengan air kran. Julia kembali ke kamar Damian. Ia menaruh wadah yang dibawanya di atas nakas.
"Apa ada handuk kecil di sini?"
Damian mengangguk dan menunjuk lemari pakaian. Julia terlihat ragu. Ia mengingat saat pertama kali datang ke rumah itu.
Kala itu, suaminya marah besar saat Julia membuka lemari pakaian untuk mencari baju. Julia menoleh ke arah suaminya. Tatapan seolah bertanya, apakah ia boleh membukanya?
"Buka saja!" Perintah Damian dengan suara semakin pelan. Suhu tubuhnya saat ini sangat tinggi. Rasanya sangat menyiksa.
Tulang-tulang di sekujur tubuhnya seperti dicabut satu-persatu. Sakit, ngilu, dan membuatnya seakan-akan tidak bertulang. Kondisinya sangat lemah.
Julia membuka lemari, mengambil handuk kecil berwarna putih. Ia duduk di samping suaminya dan mulai mengelap keringat di sekitar wajah dan leher. Ia juga mengambil t-shirt longgar berwarna putih untuk mengganti kemeja yang sudah sangat basah itu.
"Sebaiknya, bajumu diganti," ucap Julia ragu-ragu.
Damian mencoba bangun, tetapi ia kesulitan. Hal itu membuat Julia turun tangan membantu suaminya untuk bangun. Julia mengalihkan pandangannya ke samping saat Damian melepaskan kancing bajunya.
"Dingin," ucap Damian pelan.
Julia menoleh dan terpana melihat tubuh suaminya. Laki-laki yang berbeda delapan tahun dengannya itu memiliki bentuk tubuh yang bagus. Hingga, sang istri tak sadar jika Damian sedang meminta t-shirt yang masih dipegangnya.
"Bajuku," pinta Damian sambil menadahkan tangan.
"Hah? Ma-maaf." Julia memberikan baju suaminya dan beranjak bangun.
Lagi-lagi, Damian mencekal tangan Julia. Ia menarik tangan istrinya kali ini. Dengan tenaga yang tidak begitu kuat, tetapi cukup untuk membuat Julia terjatuh di pangkuannya.
Kedua pandangan itu beradu. Menelisik ruang hati, menciptakan debar-debar jantung yang bertalu-talu, hingga tanpa sadar, Damian menarik tengkuk gadis itu. Ia mendaratkan kecupan lembut dan dalam di bibir merah sang istri.
Julia terbelalak, tetapi tidak bisa menolak. Ia memejamkan mata, merasakan bibir panas suaminya. Demam yang melanda tubuh Damian, membuat bibir dan napas laki-laki itu terasa panas di bibir Julia.
Aldo baru saja tiba dari apotek dan berniat masuk ke kamar kakaknya. Namun, melihat keduanya sedang berciuman, ia pun mundur perlahan-lahan. Jarang sekali, melihat mereka berdua sedekat itu, dan Aldo tidak ingin mengganggu momen langka itu.
'Sepertinya, Kak Damian sudah mulai menyadari perasaannya untuk Julia. Ini bagus. Setelah Kak Damian sembuh, aku akan memberikan hadiah kejutan untuk kalian berdua.'
Apakah hadiah itu? Hanya Aldo yang memikirkan cara itu, tetapi masih bingung mencari waktu, dan alasan yang tepat. Ia berpikir untuk menciptakan insiden panas untuk mereka berdua.
Puas mengecup bibir sang istri, ia menurunkan kecupannya ke leher Julia. Bibir Damian menari lincah, menjelajah setiap jengkal leher jenjang yang membuatnya ketagihan. Satu tangannya menyusup ke balik baju longgar yang dipakai Julia.
"Engh …." Gadis itu melenguh saat tangan Damian menyentuh benda kenyal kembar di dadanya. Tangan Julia meremas bahu sang suami. Satu tangan suaminya itu mencoba membuka pengait kain yang membingkai benda kenyal itu. "Jangan!"
Damian menghentikan kecupan dan kegiatan tangannya saat Julia mendorong pelan pundaknya. Ia pikir, istrinya itu menolak sentuhan intim darinya. Namun, pikiran itu dibantah oleh Julia.
"Pi … pintunya ... belum ditutup," ucap Julia dengan wajah bersemu merah. "A-Aku … tutup pintu dulu." Gadis itu bangun dari pangkuan suaminya lalu melangkah menuju pintu. Setelah menutup dan menguncinya, ia kembali menghampiri Damian.
Laki-laki itu menggeser duduknya sedikit ke tengah tempat tidur. Ia menepuk sisi tempat tidur yang kosong, memerintahkan Julia untuk naik ke tempat tidur. Gadis itu menuruti perintah Damian.
Pori-pori tangannya mengeluarkan keringat dingin. Ia sangat gugup. Hingga detak jantungnya semakin cepat, lebih cepat dari saat mereka berciuman tadi.
Malam ini, mungkin akan menjadi malam pertama mereka berdua. Jika tidak ada yang mengganggu seperti dua kali kejadian yang dulu. Mereka duduk berhadapan di tengah tempat tidur, dengan perasaan yang sama-sama gugup.
Hasrat yang menggebu, membuat Damian seakan memiliki kekuatan super. Ia yang terlihat lemah, justru terlihat bersemangat sekarang. Mungkinkah, itu karena kekuatan cinta?
*BERSAMBUNG*