Jam delapan pagi, Oman sudah berdiri di depan pintu bersama Kimo, sang asisten paling setia. Ia yang mengemudikan mobil dari Sukabumi-Jakarta. Meski telah berusia lima puluh tahun, ia masih sanggup berkendara tanpa berhenti dari kampung menuju Jakarta.
Ting! Tong!
Imas berlari kecil dari dapur. Ia membuka pintu dan menyambut tuan besar. Mereka langsung menuju ruang makan karena Aldo, Damian, Julia, sedang duduk di sana.
"Selamat pagi, Tuan muda, Nyonya muda, Tuan muda Aldo," sapa Kimo.
"Pak Kimo! Papa!" Aldo segera bangun dari kursi dan menghambur ke dalam pelukan Oman. Mereka sudah lama tidak bertemu. Maklum saja, Aldo sangat jarang pulang ke Sukabumi.
"Selamat pagi, Pa," ucap Julia dan Damian berbarengan.
Oman tersenyum melihat kekompakan mereka. Setelah memeluk Aldo, orang yang dipeluk berikutnya bukan Damian, tetapi Julia. Laki-laki paruh baya itu melihat tubuh Julia, terutama bagian perut yang masih datar setelah tiga bulan lebih masa pernikahan Damian dan gadis itu.
"Apakah, anak nakal itu, membuatmu menderita?" Oman bertanya sambil menatap ke arah Damian.
"Tidak, Pa. Julia sering makan pedas, makanya sakit."
"Kalau dia nakal, beritahu papa! Biar papa berikan hukuman untuknya," ucap Oman.
"Ayolah, Papa! Apa aku ini hanya anak angkat? Kenapa papa begitu sayang pada Aldo dan Julia, tapi begitu jahat padaku?" Damian berpura-pura merajuk manja.
"Saat kau berusia lima tahun, kau terlihat imut seperti itu. Tapi, sekarang~" Oman menggeleng pelan.
Mereka semua tertawa. Setelah sarapan, Julia mengantar Damian ke mobil. Sementara Oman berbicara dengan Aldo di ruang keluarga. Julia membantu Imas di dapur.
"Tidak perlu, Nyonya. Biar saya saja yang bersihkan," ucap Imas.
"Tidak apa-apa, Bi. Saya sudah terbiasa sibuk setiap hari. Rasanya bosan kalau hanya makan tidur."
Imas tidak bisa membantah. Damian berpesan agar Julia jangan sampai melakukan tugas rumah tangga. Namun, wanita itu terlalu keras kepala, membuat Imas tidak bisa menolak keinginannya.
***
Oman masih terjaga, menanti Damian pulang dari kantor. Ada banyak hal yang ingin dibicarakan dengan putra sulungnya itu. Sudah jam sebelas malam, tapi Damian tidak kunjung datang.
"Ini sudah terlalu larut, Tuan. Sebaiknya, Tuan, pergi beristirahat," ucap Kimo.
"Anak nakal itu … ah, membuat darah tinggiku naik saja. Apa dia selalu pulang tengah malam seperti hari ini?"
"Menurut Imas, biasanya jam lima sore sudah pulang. Mungkin saja, hari ini memang sedang banyak pekerjaan, jadi tuan muda lembur di kantor."
"Mungkin saja. Ya sudah, kita tidur."
Kimo dan Oman pergi ke kamar tamu. Di lantai atas, Julia melihat mertuanya baru memasuki kamar. Ia merasa bersalah pada dua laki-laki paruh baya itu.
Julia masuk ke kamar. Ia mengganti bajunya dengan piyama tidur. Wanita itu terlelap tak lama kemudian.
Damian pulang setelah semuanya tertidur. Ia sengaja meminta Imas untuk melepas anak kunci di pintu dapur saat menguncinya. Ia juga meminta kunci cadangan kepada Imas.
Tiba di kamarnya, ia mengganti bajunya dengan baju tidur pasangan seperti yang dipakai oleh Julia. Kemarin, saat Damian pergi terburu-buru, ternyata ia pergi membeli beberapa pasang piyama couple. Ia tidak ingin, ayahnya curiga dengan hubungan mereka yang kurang baik.
Ia berbaring di sofa panjang yang diletakan di samping jendela. Tubuhnya meringkuk karena terlalu panjang. Bahkan, panjangnya sofa itu tidak dapat membingkai tubuh tinggi Damian.
***
"Dam!"
Oman mengetuk kamar Damian pagi-pagi buta. Ia baru saja terlelap karena sulit tidur di tempat sempit. Namun, sang ayah sudah memanggilnya di pagi hari.
"Iya, Pa. Sebentar!" Damian mengambil bantalnya di sofa lalu meletakkan di tempat tidur. Baru, ia pergi membuka pintu.
"Selamat pagi," sapa Oman sambil melirik ke arah tempat tidur. Ia melihat Julia memakai piyama tidur yang sama dengan yang dipakai Damian. Senyum kecil terbit di bibir renta laki-laki itu.
"Selamat pagi, Pa. Ada apa?"
"Temani papa jalan-jalan pagi," jawab Oman.
"Oh. Sebentar, Damian ganti baju dulu."
Oman turun dan menunggu Damian di teras rumah. Ia ingin berbincang dengan putranya, tetapi sampai larut malam, Damian masih belum pulang. Terpaksa, Oman mengganggunya pagi-pagi.
Ia berencana pulang nanti sore. Karena itu, ia ingin berbicara dengan Damian. Khawatir laki-laki itu pulang larut malam kembali.
"Ayo, Pa!"
Damian dan Oman berjalan-jalan santai di sekitar komplek. Awalnya, mereka hanya berbincang biasa. Setelah mereka tiba di taman, Oman mengajak Damian duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana.
"Apa yang ingin, Papa, katakan? Damian tahu, Papa pasti ingin mengatakan sesuatu," ucap sang putra.
"Papa akan pulang bersama Kimo nanti sore. Papa takut tidak bertemu denganmu saat pulang nanti. Jadi, papa mengganggumu pagi-pagi."
"Damian tidak terganggu, Pa. Katakan saja," jawabnya dengan halus.
"Hubungan kalian … baik-baik saja 'kan?"
"Tentu saja. Kenapa bertanya seperti itu, Pa?"
"Kalian menikah karena papa yang memaksa kamu. Papa takut, kamu, memperlakukan Julia dengan buruk. Dia gadis yang baik dan papa merasa sayang padanya.
"Papa harap, kamu, bisa mencintai dia sebagai istri dan wanitamu. Bukan hanya sebagai istri, tapi tidak menjadi wanita yang kau cintai."
"Damian cinta, kok, Pa. Entah sejak kapan, tapi Damian yakin kalau hati ini merasakan cinta untuk Julia. Seperti yang, Papa, katakan. Dia memang gadis yang baik."
"Benar. Dia hanya korban keserakahan ayah tirinya. Jangan salahkan dia atas keadaannya saat ini," ucap Oman memberi nasehat.
Damian tersenyum bahagia. Memang benar, setiap orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya. Oman pun demikian, ia menikahkan gadis sebaik Julia untuk menyempurnakan hidup Damian.
Mereka kembali ke rumah setelah puas berbincang di taman. Saat tiba di rumah, Julia sudah bangun, dan ia sedang sibuk menata sarapan di meja. Ketika mereka datang, ia langsung menyambut ayah mertuanya.
"Ayo sarapan, Pa!" Julia membantu Oman berjalan. Namun, laki-laki itu ingin mandi terlebih dulu sebelum sarapan.
"Papa bisa sendiri. Sana! Layani suamimu. Dia pasti mau mandi juga," ucap Oman.
"Sudah, Pa. Tadi, Juli sudah menyiapkan air hangat dan baju untuk dipakai ke kantor."
"Istri yang baik."
"Ya sudah. Juli tunggu di ruang makan," ucap Julia berpamitan setelah Oman masuk ke kamar.
Selesai mandi dan mengganti baju, Damian memanggil Julia. Meminta gadis itu memasang dasi. Meskipun, ia sedang malas bicara dengan suaminya, tetapi ia tetap patuh mengikuti perintah.
Apalagi, sang ayah mertua ada di rumah mereka. Julia sangat menghormati laki-laki itu setelah tahu siapa sebenarnya Oman. Laki-laki itu menolong warga dengan kedok lintah darat.
Meminjamkan dengan bunga yang sangat besar, tetapi hanya mengambil uang yang dipinjamkan. Bunga dua kali lipat yang tertulis di surat perjanjian hutang, dikembalikan kepada si peminjam sebagai modal usaha. Namun, Oman tidak pernah mengungkap kebenaran itu, meski banyak orang yang menganggap rendah keluarga Sanjaya.
*BERSAMBUNG*