Chereads / Wanita Kedua / Chapter 13 - Menunggu Jawaban

Chapter 13 - Menunggu Jawaban

Aira dan Ferry berjalan menuju kelas mereka. Kedua nya merasa kaku karena obrolan mereka di kantin tadi. Ketika tiba di kelas, kursi yang diduduki Reva masih kosong, itu artinya dia masih berada di Perpustakaan.

"Ray, si Reva betah banget ya di perpus," ucap Ferry.

"Iya, dia lagi rajin belajar kayaknya," timpal Raya sambil tertawa.

Ketika mereka asik tertawa tiba-tiba Reva datang dan langsung duduk di samping Raya.

"Lu berdua abis jadian ya, kok ketawa-ketawa girang banget?" tebak Reva asal.

"Doain aja ya Rev, supaya temen kita ini mau jadi pacar gue," celetuk Ferry tanpa malu-malu.

"Ferry!" protes Raya lengkap dengan pipi memerah.

Reva sepertinya mengetahui maksud dari ucapan Ferry karena dia juga sudah bisa menebak kalau di antara mereka berdua ada rasa yang terpendam. Maka Reva hanya menimpali omongan Ferry dengan ucapan.

"Iya tenang aja gue pasti doain kalian biar cepet jadian," ucap Reva.

Wajah Raya semakin memerah mendengar celoteh Reva. Dia malu karena Reva meledeknya tepat di depan Ferry. Sebelum guru mereka memasuki kelas Ferry sempat mengingatkan Raya untuk pulang bersamanya, dalam hati Ferry sangat berharap Raya mau memberikan jawaban pada Ferry saat mereka pulang nanti.

"Ray, nanti kamu pulan sama aku ya," ucap Ferry.

"Iya Fer," jawab Raya singkat.

Mereka pun mulai belajar kembali. Ini adalah jam terakhir sebelum mereka pulang. Tapi bagi Ferry waktu berjalan sangat lama. Dia tidak sabar untuk segera pulang agar dia bisa segera mengetahui jawaban dari Raya. Reva dan Raya masih serius mengikuti pelajaran mereka berdua tetap fokus dan tidak segelisah Ferry. Karena rasa gelisahnya sudah sangat menganggu, maka Ferry ijin ke toilet, Raya menoleh ke arah Ferry dan memperhatikan laki-laki itu saat dia keluar dari kelas.

"Rev, gue mau ke toilet dulu ya, kebelet." kata Raya pada Reva.

"Iya Ray," jawab Reva tanpa menoleh.

Raya segera meminta ijin pada guru untuk ke toilet. Dia sebetulnya tidak ingin ke toilet sungguhan, dia hanya ingin mengejar Ferry dan menanyakan mengapa dia keluar dari kelas. Entah mengapa Raya jadi punya rasa khawatir yang berlebihan.

"Fer!" panggil Raya begitu langkahnya sudah mendekati Ferry.

"Raya? Kamu mau ke mana?" tanya Ferry.

"Aku ... aku mau nyusulin kamu," jawab Raya malu-malu.

"Hah? Nyusulin aku? Emang aku kenapa Ray?" tanya Ferry dengan mimik wajah menahan tawa.

Wajah Raya seketika cemberut begitu dia melihat Ferry menahan tawa. Dalam hati Raya mengutuk dirinya sendiri. Mengapa dia bisa menunjukkan perasaannya terang-terangan di depan Ferry. Karena merasa malu maka Raya memutuskan untuk kembali ke kelas dan menjelaskan pada Ferry bahwa dia takut jika Ferry kabur di jam pelajaran terakhir, maka tidak ada yang akan mengantarnya pulang nanti.

"Ya, aku takut aja kamu kabur. Nanti siapa yang anterin aku pulang kalau kamu kabur. Ya udahlah aku balik ke kelas," ucap Raya seraya berlari kembali ke kelas.

Ferry menggeleng sambil tertawa. Dia sadar bahwa Raya telah berbohong barusan. Dia semakin yakin bahwa Raya memang mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya, hanya saja Raya malu mengungkapkannya langsung.

"Dasar wanita!" keluh Ferry sambil menggeleng.

Raya masih kesal dengan sikapnya yang barusan. Dia telah menjatuhkan harga dirinya di depan Ferry. Dia malu akan tingkah lakunya sendiri. Dia langsung masuk ke dalam kelas dan kembali duduk di samping Reva. Sahabatnya itu terkejut begitu menyadari Raya telah kembali dari toilet seperti apa yang dia katakan saat keluar kelas tadi.

"Loh, lu kok cepet amat Ray?" tanya Reva.

"Iya, gue gak jadi ke toilet. Tiba-tiba gak jadi kebelet!" ucap Raya cemberut.

Reva tak menanggapi lagi ucapan Raya, dia hanya menaikkan kedua alisnya tanda ia bingung dengan tingkah Raya. Bel pulang akan berdering sekitar lima menit lagi. Ferry sudah menyelesaikan segala tugasnya hari ini, begitupun Raya dan Reva. Mereka semua saling melempar canda sambil menunggu bel pulang sekolah berdering.

"Rev, lu pulang sama siapa hari ini?" tanya Raya.

"Gue hari ini pulang sama Kak Aldo kayaknya soalnya ada janji sama dia mau ngomongin soal turnamen bakset," jelas Reva.

"Cie ... makin akbrab aja nih kayaknya!" goda Ferry.

"Ya iyalah Fer, kan turnamennya bulan depan, jadi gue lebih sering ketemu dia," jelas Reva.

Ferry terkekeh mendengar penjelasan Reva karena dia tau kalau Aldo adalah laki-laki incarannya sejak dia masuk SMA.

Bel yang ditunggu-tunggu kini telah berdering. Layaknya anak-anak yang merindukan rumah para murid di kelas Ferry pun bersorak karena mereka akan segera pulang ke rumah masing-masing.

"Fer, Ray, gue duluan ya. Soalnya gue harus ke lapangan basket dulu buat briefing sama anak-anak basket," jelas Reva.

"Iya Rev. Lu hati-hati ya, ingat jangan terlalu capek. Bulan depan kan kita ujian," nasihat Raya.

"Siap bos! Oh iya Fer, kabarin gue ya kalau udah sah," goda Reva saat melewati Ferry.

Laki-laki itu mengacungkan ibu jarinya ke arah Reva. Sedangkan Raya membelalakkan matanya ke arah Reva dan Ferry sebagai tanda protesnya. Setelah Reva berjalan menuju lapangan, Ferry langsung mengajak Raya untuk keparkiran.

"Kita pulang sekarang Ray?" ajak Ferry.

"Yuk!" Reva mulai berjalan.

Setelah keluar dari gerbang sekolah, dada Raya berdebar sangat kencang. Bahkan dia sangat takut kalau Ferry akan mendengar debaran dada Raya.

"Ray, gak jauh dari sini ada taman, kalau kita mampir dulu sambil minum kamu keberatan gak?" tanya Ferry.

Raya bingung mendapat ajakan dari Ferry. Dia tau betul kalau maksud Ferry adalah bukan hanya sekedar ingin minum tapi dia ingin meminta jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Ya boleh aja sih Fer, yang penting aku harus sampai di rumah sebelum jam lima sore," ucap Raya.

"Iya Ray, kamu tenang aja. Kita cuma akan mampir sebentar kok," ucap Ferry.

Akhirnya mereka berdua melanjutkan perjalanan dan berhenti di sebuah taman yang tak jauh dari sekolah mereka. Di taman itu suasananya sangat sejuk karena taman tersebut dipenuhi oleh pohon-pohon yang rindang.

"Ray, minum dulu nih." Ucap Ferry sambi menyodorkan sebotol air mineral.

"Terima kasih ya Fer," ujar Raya.

Keduanya pun duduk di sebuah bangku yang tersedia di taman. Ferry mulai menanyakan jawaban atas pertanyaannya tadi siang.

"Ray, jadi gimana?" tanya Ferry tanpa basa basi.

"Apanya yang gimana Fer?" sahut Raya pura-pura.

"Ya jawaban atas pertanyaan aku yang tadi Ray," ulang Ferry.

Raya tersipu sambil menahan malu. Hatinya juga ikut berdebar karena desakan Ferry itu. Dengan gugup gadis itu mulai membuka mulutnya dan memberi jawaban pada Ferry.

"Fer, jujur saja aku juga mempunyai rasa berbeda saat kita mulai berteman, tapi aku takut jika kedua orangtuaku tidak merestui hubungan kita," ucap Raya.

"Apa alasannya orangtua kamu tidak menyetujui hubungan kita?" tanya Ferry.

"Jadi begini Fer, waktu itu mama sama papa pernah bilang kalau aku belum diijinkan pacaran sebelum lulus sekolah," jelas Raya.

Ferry duduk menghadap Raya dan meraih tangan halus milik Raya. Laki-laki itu menatap dalam mata gadis di hadapannya ini sambil mencoba meyakinkan dia bahwa hubungan mereka tidak akan merusak konsentrasi belajar mereka yang hanya tinggal beberapa bulan lagi.

"Ray, aku janji sama kamu kalau aku tidak akan membuat kamu lupa akan tanggung jawab kita sebagai murid SMA," ucap Ferry.

"Iya aku paham Fer, tapi apa orangtuaku akan bisa menerima keputusan kita?" ucap Raya ragu.

"Raya, bukannya aku memaksa atau memintamu melawan orangtuamu tapi kita kan hanya pacaran bukan ingin langsung menikah," jelas Ferry.

Raya tersenyum mendengar ucapan Ferry. Dia sangat bangga bisa kenal dengan laki-laki seperti Ferry. Dia tau, Ferry sudah semakin sayang padanya. Karena tak ingin melukai hati Ferry maka Raya juga ingin mencoba menjelaskan pada orangtuanya seandainya mereka melarang hubungan Raya dan Ferry.

"Fer, terima kasih ya kamu sudah berusaha meyakinkan aku. Tapi maaf aku belum bisa memberi kamu jawaban sekarang," ucap Raya.

Terpancar kekecewaan daeri wajah Ferry. Dia merasa Raya tidak membalas perasaannya dan hanya mengulur waktu untuk mengatakannya pada Ferry. Karena hari sudah menjelang sore, maka Raya mengajak Ferry untuk pulang.

"Fer, sudah sore. Sebaiknya kita pulang yuk," ajak Raya.

"Oh iya Ray. Aku antar kamu pulang dulu ya," kata Ferry.

"Iya," ucap Raya sambil tersenyum.

Sesampainya Ferry di rumah Raya, dia kembali mengingatkan gadis itu untuk memberikan jawaban untuk Ferry secepatnya. Supaya Ferry bisa menerima apapun jawaban dari Raya.

"Ray, aku masih menunggu jawaban dari kamu ya," ucap Ferry.

"Iya Fer. Kamu hati-hati ya di jalan. Aku pasti akan berikan jawabannya malam ini," janji Raya.