Selesai makan siang dan berbicara dengan mamanya Raya kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil bermain ponselnya. Dia membagikan kabar bahagia ini pada Ferry. Sang kekasih sangat senang karena Raya begitu bahagia mendapatkan dukungan dari orangtuanya.
"Aku seneng banget Fer walau cuma dapat hadiah sederhana dari Papa dan Mama," ungkap Raya.
"Aku juga ikut senang Ray dengernya, kamu beruntung bisa mendapatkan orangtua yang mampu membahagiakan kamu. Aku jadi ragu nih," ucap Ferry.
Mendengar kata ragu dari mulut Ferry membuat Raya menjadi bingung tak mengerti. Apa yang dimaksud Ferry dengan ragu? Karena tak ingin dihantui rasa penasaran maka Raya mencoba bertanya pada Ferry tentang keraguan yang ia maksud.
"Maksud kamu ragu gimana Fer?" tanya Raya.
"Ya aku ragu takut gak bisa kasih apa yang orangtua kamu kasih Ray," ucap Ferry.
"Kenapa kamu bisa mikir kayak gitu Fer? Apa yang aku butuhkan dari orangtua, teman dan pacar itu kan berbeda," jelas Raya.
"Iya kamu benar. Tapi Ray kamu harus tau dari awal aku mengatakan perasaanku sama kamu benar-benar tulus karena aku merasa kamu menjadi sumber semangat buat aku," ucap Ferry.
Andai saja Ferry tau bahwa Raya juga merasakan hal yang sama. Saat bertemu dengan Ferry dia merasa ada yang berbeda. Ditambah begitu dekat dan berteman dengan Ferry dia merasa kenyamanan yang sangat berbeda dibandingkan bersama dengan teman-teman yang lain. Itulah salah satu alasan mengapa Raya bersedia menjalin hubungan dengan Ferry walau hubungan mereka masih bisa dibilang sebagai cinta monyet.
"Fer, aku pilih kamu jadi pacar aku bukan karena aku nuntut kamu harus membahagiakan aku, tapi memang perasaan aku ke kamu yang susah untuk diungkapkan," jelas Raya.
"Iya Ray, tapi aku akan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik buat kamu. Apalagi kalau seandainya nanti kita berjodoh aku mau mewujudkan apapun yang membuat kamu bahagia," tutur Ferry.
Raya tertawa mendengar celoteh Ferry, pasalnya mereka belum lulus sekolah tapi Ferry sudah membahas masalah jodoh. Ya memang sih jodoh setiap manusia tidak ada yang tau, tapi apa tidak berlebihan jika dia membahasnya sekarang. Hubungan mereka saja belum diketahui oleh pihak keluarga masing-masing.
"Kamu kok ketawa Ray? Emang gak pantas ya aku jadi jodoh kamu?" tanya Ferry.
"Bukan begitu maksudnya Fer, tapi aku lucu aja sama kamu," ucap Raya.
"Lucu kenapa?" Ferry mengernyitkan dahinya.
"Ya lucu aja sih udah bahas masa depan, padahal kan kita aja belum selesai ujian akhir," jelas Raya.
Ferry tersipu malu mendengar Raya berkata seperti itu. Dia pun mengalihkan pembicaraan dengan membahas soal persiapan ujian besok. Saat asik berkirim pesan dengan Ferry tiba-tiba pintu kamar Raya diketuk oleh seseorang yang ternyata adalah si Mbok, sang asisten rumah tangga mereka.
"Non, kata Ibu Non Raya diminta siap-siap soalnya Bapak sudah datang," ucap si Mbok.
"Oh iya Mbok. Aku temuin Mama sama Papa dulu ya," timpal Raya.
Raya pun mengatakan pada Ferry bahwa dia akan bersiap-siap untuk pergi makan malam selepas magrib nanti. Setelah selesai memberitahu Ferry, gadis itu langsung turun ke bawah untuk menemui orangtuanya.
"Ma, Pa, kita berangkat jam berapa?" tanya Raya ketika dia menemui orangtuanya.
"Kita berangkat habis mangrib Sayang, tapi ada baiknya kamu siap-siap dari sekarang ya, jadi nanti habis solat kita langsung berangkat," pinta Seny.
"Oke Ma. Habis ini Raya langsung mandi. Kak Dody udah pulang Ma?" tanya Raya.
"Sudah, dia juga baru saja naik ke kamarnya," jelas Seny.
Bagus dan Seny menangkap aura kebahagiaan dari wajah Raya. Mereka yakin Raya sangat senang, dengan begitu bisa membantunya tambah semangat dalam mengerjakan ujian sekolah. Sebelum Raya beranjak dari ruang tamu, lagi-lagi dia memastikan pada Bagus bahwa kali ini dia benar-benar bisa memilih restoran sebagai tempat makan malam mereka.
"Pa, ini beneran kan Raya boleh pilih restoran yang Raya mau?" tanya Raya meyakinkan papanya.
"Iya Sayang. Mama kamu bahkan sudah booking tempat untuk kita semua," jelas Bagus.
"Ya ampun Raya seneng banget dengernya. Terima kasih ya Pa, Ma," ungkap Raya senang.
Kedua orangtua Raya sangat senang melihat Raya senang. Keduanya pun tersenyum ke arah Raya dan kembali mengingatkan bahwa dia harus segera siap-siap.
"Ya sudah sekarang kamu mandi sana nanti telat loh," kata Bagus mengingatkan.
"Iya Pa siap!" Raya berlari ke kamarnya.
Setelah seluruh anggota selesai menunaikan solat magrib mereka pun berkumpul di ruang tamu dan bersiap untuk pergi ke restoran Jepang pilihan Raya. Sebelum mereka berangkat, lagi-lagi Dody meledek sang adik.
"Kesempatan emas ya lagi pengen makan makanan Jepang makanya langsung pilih restoran favorit?" ledek Dody.
"Iya dong, kan bisa jadi mood booster sebelum ujian akhir Kak," balas Raya.
Semua anggota keluarga pun tertawa mendengar penuturan Raya barusan. Bagus segera mengajak istri dan anaknya masuk ke mobil untuk menuju restoran pilihan Raya.
"Ya sudah yuk kita berangkat," ajak Bagus.
"Asik jalan-jalan sama Mama, Papa dan Kakak," seru Tania gembira.
Mereka pun berjalan menuju restoran. Di perjalanan Raya sibuk dengan ponselnya. Dia berkomunikasi dengan Ferry sekaligus memberitahu bahwa dia sudah dalam perjalanan. Tania sibuk menyanyikan lagu anak-anak yang diajarkan oleh guru di sekolahnya. Sedangkan Dody sibuk memperhatikan sang adik yang kadang tersenyum sendiri.
"Lagi chatingan sama pacar ya?" bisik Dody meledek.
"Hush! Apaan sih Kak, kepo banget jadi orang." Raya menutup layar ponselnya.
"Gak apa-apa lagi Ray, justru booster yang paling bagus emang punya pacar," ejek Dody lagi.
"Kak Dody!" ketus Raya.
Bagus memperhatikan tingkah kedua putra putrinya melalui kaca yang berada di tengah. Dia memperingati Dody untuk tidal meledek Raya terus menerus.
"Dod, kamu suka sekali ya meledek adikmu," tegur Bagus.
"Iya Pa. Habisnya seru godain orang yang lagi jatuh cinta," ejek Dody.
Raya sontak membelalakan matanya begitu Dody mengatakan hal itu tepat di depan kedua orangtuanya. Dengan cepat Raya langsung mengklarifikasi ucapan Kakaknya itu.
"Bohong Pa! Jangan dengerin Kak Dody," bela Raya.
"Kalau benar juga tidak apa-apa kok Ray, tapi ada syaratnya," kata Bagus.
"Syarat?" Raya terkejut.
"Iya, syaratnya kamu harus konsentrasi penuh dulu dengan ujianmu nanti kalau sudah mulai kuliah baru deh boleh cinta-cintaan," ledek Bagus.
Raya mengangguk dengan bibir yang tersenyum tipis. Dia senang sekali ternyata papanya mengijinkannya berpacaran walau dengan syarat. Lagi pula syarat dari papanya memang benar, toh saat ini Raya dan Ferry juga sama-sama fokus dengan ujian sekolah mereka.
Mobil Bagus tiba-tiba berhenti dan membuat Raya terkejut. Rupanya mereka telah sampai di tempat tujuan. Tania lagi-lagi bersorak karena dia akan makan enak katanya. Mendengar celoteh Tania, semua anggota keluarga pun ikut tertawa.
"Tania senang ya?" Tanya Bagus.
"Iya Pa, Tania seneng banget," ucap anak itu sumringah.
"Ya sudah kita masuk yuk!" ajak Seny.
Mereka semua pun masuk ke dalam restoran. Kedatangan mereka disambut hangat oleh salah satu pelayan. Seny mengatakan bahwa dia sudah membooking tempat atas nama dirinya, maka dengan cekatan pelayan itu pun mengantar Seny dan keluarganya menuju meja yang telah dipesan.
"Silahkan kalian pesan apa saja yang kalian suka ya. Raya ingat ya jangan pilih makanan yang terlalu pedas, nanti kalau kamu sakit perut bisa menganggu ujianmu," pesan Bagus.
"Iya Pa, tenang aja. Raya gak akan makan yang aneh-aneh kok," jawab Raya.
Mereka pun sibuk memilih menu makanan kesukaan mereka. Seny sibuk melayani Tania karena Inah, sang baby sitter tidak ikut makan malam dikarenakan dia ada urusan dengan keluarganya.
Sambil menunggu kedatangan makanan mereka, mereka pun berbincang-bincang ringan. Bagus sepertinya mulai penasaran dengan ucapan Dody tentang putrinya. Dia mencoba bertanya langsung pada Raya, karena biar bagaimana pun dia harus bertanggung jawab dengan pergaulan anak gadisnya.
"Ray, Papa sama Mama boleh bertanya sesuatu yang agak privasi?" tanya Bagus memulai pertanyaan.
"Tanya apa Pa?" Raya mulai curiga.
"Soal ejekan kakakmu. Apa benar anak gadis Papa ini sudah punya pacar?" tanya Bagus dengan senyum.
Raya tertegun ditanya seperti itu langsung oleh papanya. Dia takut dan bingung harus menjawab apa. Tapi karena dia anak yang jujur maka dia berusaha untuk tetap mengatakannya pada orangtuanya, dan jika memang mereka melarang Raya untuk pacaran ya Raya harus terima.
"Hmmm ... gimana ya Pa? Raya sih gak tau ini namanya pacaran atau gak. Tapi memang ada teman laki-laki Raya yang menyatakan perasaannya pada Raya," jelas Raya.
"Lalu," tanya Bagus.
"Ya karena perasaan Raya pun sama jadi Raya bilang kita jalanin aja dulu tapi tetap fokus pada ujian dulu," ucap Raya polos.
Jawaban Raya sontak membuat kedua orangtua dan kakak laki-lakinya tersenyum. Mereka bangga atas kejujuran Raya. Jarang sekali ada anak remaja yang langsung jujur di depan keluarganya jika ditanya perihal percintaan.