Ferry ketiduran saat menunggu Raya menghubunginya, begitu dia terbangun dia melihat ada beberapa missed calls dari Raya. Dia merasa bersalah dan takut jika Raya marah padanya dan ini akan mempengaruhi pikiran Raya untuk memberikan jawaban padanya. Dengan cekatan Ferry menghubungi Raya kembali tapi tidak ada jawaban dari gadis itu.
"Aduh, pasti Raya marah sama aku," gerutu Ferry.
Di kediaman Bagus, rupanya Raya sedang berkumpul dengan mama dan adiknya yang baru saja tiba dari acara sekolah. Sebagai seorang ibu Seny begitu perhatian pada anak-anaknya. Dia bertanya pada Raya tentang kegiatannya hari ini.
"Ray, tadi gimana kamu berangkat dan pulang sekolahnya aman kan?" tanya Mamanya,
Belum sempat Raya menjawab dengn cepat Dody meledek adik kesayangannya itu.
"Pasti aman dong Ma. Kan ada kekasih hati yang nemening Raya," cerocos Dody.
Seny tersenyum mendengar celoteh Dody. Sedangkan Raya langsung melempar kursi sofa yang berada di dekatnya ke arah Dody.
"Aduh!" keluh Dody.
"Rasain! Lagian kalo ngomong suka ngaco!" protes Raya.
"Loh beneran kan tapinya. Udah deh kamu gak usah nutup-nutupin dari kita," ejek Dody.
"Mah, Kak Dody tuh ledekin aku terus." Adu Raya pada Seny.
Seny hanya tertawa melihat tingkah anak-anaknya. Suasana hangat terpancar jelas dari kedua putra-putrinya. Berhubung waktu sudah semakin larut serta Tania anak bungsu Seny juga sudah sangat lelah maka Seny meminta semua anak-anaknya istirahat.
"Sudah-sudah jangan ribut. Tania, bersih-bersih terus bobok ya Nak. Raya sama Dody juga istirahat ya sudah malam. Mama mau ke kamar juga Mama capek," ucap Seny.
"Iya Ma. Raya naik dulu ya. Selamat malam semuanya," sapa Raya.
Mereka pun meninggalkan ruang tamu dan masuk ke kamar masing-masing. Sesampainya di kamar Raya langsung mengecek ponselnya menunggu kabar dari Ferry. Dan benar saja dugaan Raya, begitu dia membuka ponselnya sudah banyak panggilan tak terjawab serta beberapa pesan dari Ferry. Raya merasa sangat bersalah karena tidak bisa merespon saat Ferry menghubunginya.
"Aduh kasian banget Ferry dari tadi coba buat hubungin aku tapi aku gak jawab," ucap Raya.
Tanpa membuang-buang waktu Raya langsung menghubungi Ferry kembali. Berharap laki-laki itu belum tidur agar Raya dapat menjelaskan kejadian yang sebenarnya hingga tidak ada salah paham lagi diantara mereka.
Ferry tidak bisa tidur karena menunggu kabar Raya. Saat dirinya ingin melangkah ke luar kamar untuk mengambil minum tiba-tiba ponselnya berdering dan rupanya panggilan dari Raya.
"Halo, Ray. Kamu kemana aja sih? Aku susah banget hubungin kamu dari tadi, kamu udah tidur ya?" cerocos Ferry menanyakan hal ini pada Raya.
"Maaf ya Fer, tadi handphone aku di kamar. Aku tadi lagi ngobrol sama Mama," ucap Raya sangat pelan.
"Oh. Kamu kok ngomongnya pelan banget Ray, takut dimarahi ya?" tebak Ferry.
"Bukan takut sih, tapi aku males aja sama Kak Dody. Dari tadi dia godain aku terus, jadi kalau dia tau aku belum tidur dia pasti bakal gangguin aku lagi," cerita Raya.
Ferry terbahak mendengar celoteh gadis pujaannya itu. Dia semakin tidak sabar untuk bisa lebih dekat dengan Raya. Suasana pun seketika hening karena Ferry dan Raya saling terdiam. Karena tak kuat menahan rasa penasaran maka Ferry mulai membuka pembicaraan.
"Ray, jadi gimana?" tanya Ferry.
"Apanya yang gimana Fer?" Raya balik bertanya.
"Ya jawaban atas pertanyaan aku. Masa kamu lupa Ray?" sindir Ferry.
"Oh itu. Fer, aku jawab besok di sekolah ya. Soalnya aku udah ngantuk banget," ucap Raya.
Ada sedikit rasa kecewa tersebit di dalam hati Ferry. Dia takut kalau Raya akan menolaknya denga mengulur-ulur waktu untuk menjawab pertanyaan Ferry. Tapi dia juga tidak bisa memaksa Raya untuk memberi jawabannya.
"Ya udah Ray kalau emang kamu gak bisa jawab saat ini. Besok mau berangkat bareng?" ajak Ferry.
"Kayaknya gak Fer, aku berangkat diantar Mang Ujo. Kita ketemu di sekolah aja ya. Sebelum bel masuk kita ngobrol di kantin, bisa kan Fer?" tanya Raya.
"Ok bisa. Ya udah kamu tidur ya Ray. Selamat tidur," ucap Ferry.
"Kamu juga ya Fer. Bye ...." kata Raya kemudian memutuskan panggilan teleponnya.
Seusai teleponan dengan Ferry, bibir Raya langsung tersenyum. Hatinya merasa sangat senang habis mengobrol dengan laki-laki yang hari ini menyatakan cinta padanya. Raya menunda-nunda memberikan jawaban atas perasaan Ferry bukan karena dia tidak menyukai Ferry tapi karena dia mau menjawabnya secara langsung bukan melaluli telepon.
"Maafin aku ya Fer udah buat kamu nunggu. Tapi hal ini akan menjadi bukti akan kesungguhan kamu atas perasaan kamu ke aku," gumam Raya.
Pagi ini Seny sudah sibuk membantu si Mbok menyiapkan sarapan di dapur. Dia membuat nasi goreng ham favorit anak-anaknya. Dia sengaja memasak sendiri makanan simple kesukaan anak-anaknya itu. Tugas si Mbok hanya menyiapkan bahan dan peralatannya saja.
"Pantas ya Bu anak-anak itu sayang sekali sama Mamanya. Orang ibu juga sayang banget sama mereka," celoteh si Mbok.
"Iya Mbok. Karena dari dulu kan saya sudah terbiasa masak buat anak-anak dan suami jadi rasanya kayak ada yang ganjel aja kalau gak melakukannya sendiri," jelas Seny.
Sepertinya aroma nasi goreng buatann Seny begitu kuat menyengat di hidung Raya. Karena belum sempat si Mbok memanggil gadis itu dia sudah lebih dulu menyusul mamanya di dapur sambil mengendus-endus bau masakan favoritnya.
"Pagi Ma, pagi Mbok," sapa Raya riang.
"Pagi Sayang. Kamu udah bangun? Kok tumben, ada apa nih anak Mama jadi semangat gini?" selidik Seny.
"Raya kebangun karena nyium nasi goreng buatan Mama," ujar Raya.
"Alah, kamu gombal," kata Seny.
Raya terbahak karena gombalannya dapat ditebak oleh Seny. Dia bangun lebih pagi karena hari ini ada pembagian kartu ujian nasional yang akan dilaksanakan minggu depan. Raya ingin mengambilnya pagi-pagi agar dia tidak perlu mengantri.
"Raya hari ini mau ambil kartu peserta ujian Ma, makanya mau berangkat lebih pagi. Mang Ujo bisa kan ya Ma?" tanya Raya memastikan.
"Iya Sayang Mang Ujo bisa. Hari ini Tania libur sekolah makanya kamu bebas diantar sama Mang Ujo," jelas Seny.
"Asyik!" seru Raya.
Sambil menunggu sarapannya tersaji di meja makan. Raya menghubungi Ferry untuk mengingatkan akan perjanjian mereka tadi malam. Raya juga mengingatkan bahwa hari ini mereka akan mengambil kartu ujian.
Selesai sarapan Raya langsung mengajak Mang Ujo untuk berangkat ke sekolah. Di sepanjang jalan Raya tak bisa membayangkan betapa bahagianya dia setelah dia memberi jawaban pada Ferry nanti. Sebetulnya waktu nya tidak tepat karena satu minggu lagi mereka akan melaksanakan ujian kelulusan tapi Raya juga tidak bisa menunda yang ada akan menjadi beban pikirannya dan takut malah menganggu konsentrasi.
"Raya!" panggil seseorang begitu Raya ingin berjalan menuju kantor tata usaha.
"Eh kamu Fer. Udah ambil kartu?" tanya Raya.
"Udah. Punya kamu juga udah aku ambilin nih," kata Ferry.
"Loh kok bisa Fer? Emang boleh diwakilin ya?" tanya Raya heran.
Sebelum menjawab Ferry malah mengajak Raya ke kantin sesuai dengan apa yang mereka bicarakan tadi malam. Sesampainya di kantin Ferry langsung menjelaskan bagaimana cara dia mendapatkan kartu milik Raya. Gadis itu pun berterima kasih pada Ferry dan segera memberi jawaban pada Ferry.
"Fer, maaf ya aku selalu nunda-nunda jawaban yang kamu minta," ucap Raya.
"Iya gak apa-apa Ray, yang penting hari ini jangan ditunda ya," pinta Ferry.
"Fer, seharusnya tanpa mendengar jawaban dari mulut aku kamu bisa menyimpulkan apa jawaban aku buat kamu," ucap Raya.
Ferry menatap Raya sambil tersenyum. Apa yang Raya katakan memang benar. Ferry memang tau bagaimana perasaan Raya terhadapnya. Namun dia juga butuh kepastian langsung dari Raya bukan menebak-nebak.
"Ya aku tau Ray, hanya saja aku takut apa yang aku pikirkan itu salah. Yang ada nanti aku malah jadi orang yang terlalu percaya diri," jelas Ferry.
"Gak kok Fer. Perasaan kamu gak salah. Aku juga merasakan hal yang sama sama yang kamu punya buat aku," kata Raya dengan mata berbinar.
"Jadi kamu terima cinta aku Ray?" tanya Ferry memastikan.
"Iya Fer," jawab Raya dengan senyum manisnya.
Ferry sangat bahagia, dia senang sekali bahwa akhirnya perasaannya terbalaskan. Dia berjanji pada Raya dan juga dirinya sendiri bahwa hubungan mereka ini tidak akan menganggu konsentrasi ujian kelak. Malah akan menambah semangat untuk keduanya.
Raya setuju dengan Ferry, walau saat ini mereka telah menjadi sepasang kekasih tapi mereka tidak akan mengganggu pelajaran mereka yang hanya tinggal satu langkah lagi menuju perguruan tinggi.