Chereads / Wanita Kedua / Chapter 10 - Rasa Itu

Chapter 10 - Rasa Itu

Setelah kejadian kerja kelompok di rumah Raya, Seny saat ini lebih terbuka soal pergaulan Raya. Dia sudah memberi sedikit kebebasan pada Raya untuk bergaul dengan siapa saja atau bahkan mempunyai pacar selama semua itu masih dalam tahap wajar. Besok ada acara dari sekolah Tania, maka Mang Ujo diminta Seny untuk mengantar dia serta Tania ke acara tersebut. Sedangkan Dody sedang tugas kuliah di luar kota, begitupun Bagus dia harus berangkat ke Palembang subuh nanti.

Saat makan malam Seny mengatakan bahwa dia bingung bagaimana caranya agar Raya tetap pergi ke sekolah tanpa diantar oleh Mang Ujo. Karena rasanya tidak mungkin kalau Mang Ujo harus mengantar Raya ke sekolah dulu setelah itu ke acara Tania.

"Ray, kamu besok bisa berangkat sekolah sendiri? Naik taksi online mungkin," tanya Seny.

"Loh emang Mang Ujo kemana Ma?" tanya Raya bingung.

"Besok ada acara dari sekolah Tania, jadi Mama perlu Mang Ujo untuk mengantar Mama, Tania serta Mba Inah ke sana," jelas Seny.

"Oh gitu. Hmmm ... gimana kalau Raya bareng sama Ferry aja Ma? Boleh?" tanya Raya ragu-ragu.

Seny dan Bagus saling berpandangan. Mereka tak habis pikir mengapa dengan spontan Raya langsung menyarankan untuk berangkat bersama Ferry. Apa saat ini mereka sudah mempunyai hubungan?

Menyadari gerak-gerik orangtuanya Raya langsung buru-buru menjelaskan bahwa Ferry pernah menawarkan jasa untuk menjemput atau mengantar Raya jika orang rumah Raya sedang tidak bisa.

"Maksud Raya gini loh Ma, Pa, waktu itu Ferry pernah nawarin Raya untuk nganter atau jemput kalau Papa atau Mang Ujo gak bisa," jelas Raya.

"Memangnya tidak merepotkan dia?" tanya Seny.

"Ya dia bilang sih gak Ma. Lagipula daripada uangnya buat tukang ojek atau taksi online kan mending buat bantu Ferry beli bensin. Iya gak sih Pa?" tanya Raya.

Bagus mengangguk menyetujui ucapan Raya. Karena menurut cerita Raya keluarga Ferry memang keluarga yang sederhana, maka apa yang Raya katakan itu benar, paling tidak Raya bisa membantunya beli bensin.

"Ya kalau memang Ferrynya tidak keberatan sih Papa setuju saja, tapi ingat Ray, kamu jangan memaksa ya kalau dia tidak bisa," pesan Bagus.

"Iya Pa, mana berani sih Raya maksa orang buat nganterin Raya. Ya udah kalau begitu Raya duluan ya Ma, Pa. Makanan Raya kan juga sudah habis, Raya mau siapin buku dulu," pamit Raya.

"Iya Sayang. Kamu jangan tidur malam-malam ya Ray," pesan Seny.

"Siap Ma. Dah Mama, Dah Papa," salam Raya dengan riang.

Gadis itu berlari kecil menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Sebetulnya dia berbohong pada kedua orangtuanya, dia tidak ingin menyiapkan buku tapi dia tidak sabar untuk mengabari Ferry bahwa dia ingin dijemput besok pagi.

"Aku harus telepon Ferry buat ngasih tau hal ini," ucap Raya riang sambil mencari kontak Ferry.

Setelah terdengar nada sambung, Raya berharap dan berdoa supaya Ferry bisa dan bersedia menjemputnya besok pagi. Tapi kalau ternyata harapan Raya tidak sesuai bagaimana ya? Tak lama kemudian Ferry pun menjawab panggilan dari Raya itu.

"Halo Ray, tumben telepon malam-malam ada apa?" tanya Ferry begitu dia menjawab teleponnya.

"Hai Fer, aku ganggu gak?" tanya Raya basa-basi.

"Gak kok, kenapa Ray?" tanya Ferry.

"Hmmm ... gimana ya bilangnya? Aku jadi gak enak," ucap Raya menggantung.

Mendengar ucapan Raya yang belum tuntas itu membuat Ferry semakin bingung. Dia jadi penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Raya hingga membuat dirinya pun ikut deg-degan.

"Ray, kenapa? Kok kaya ragu gitu? Ngomong aja," desak Ferry.

"Gini Fer, besok kamu bisa gak jemput aku di rumah terus kita berangkat bareng?" tanya Raya takut.

"Oh itu. Ya ampun Ray, mau ngomong gitu aja pake ragu-ragu," ledek Ferry.

"Iya, abis aku takut ngomongnya," ucap Raya lirih.

Ferry terbahak mendengar ucapan gadis di seberang sana. Raya tidak tau saja bahwa sebenarnya Ferry sangat menantikan hal ini. Maka selagi ada kesempatan dan ini datangnya langsung dari Raya maka tanpa pikir panjang lagi Ferry langsung mengiyakan permintaan Raya.

"Ya udah jadi besok pagi aku jemput kamu ya," ucap Ferry.

"Iya Fer, terima kasih ya dan maaf udah ngerepotin kamu," kata Raya malu-malu.

"Ah biasa aja Ray, kan aku udah pernah belilang kalau butuh apa-apa ngomong aja," jelas Ferry.

"Iya," jawab Raya singkat.

Entah mengapa jika berbicara dengan Ferry rasanya Raya menjadi canggung. Padahal status mereka saat ini masih berteman. Tapi sepertinya Ferry sudah mulai memberanikan diri untuk mendekati Raya. Dia mengajak Raya untuk mengobrol sebentar jika dia tidak keberatan.

"Ray, kamu udah ngantuk belum?" tanya Ferry.

"Belum sih, kenapa Fer?" Raya balik bertanya.

"Gak sih, cuma masih pengen ngobrol aja, mau gak?" tanya Ferry.

"Oh iya boleh, kebetulan aku juga belum ngantuk dan udah santai sih," kata Raya sambil meringis.

Akhirnya mereka berdua pun mengobrol, keduanya sama-sama menceritakan soal kehidupan masing-masing sebelum akhirnya mereka bertemu dan menjadi akrab. Entah mengapa obrolan mereka menjurus pada urusan percintaan. Ferry yang mengatakan pada Raya bahwa dirinya belum pernah berpacaran membuat Raya heran tak percaya.

"Masa sih Fer kamu belum pernah pacaran?" tanya Raya tak percaya.

"Iya beneran, buat apa aku bohong?" jawab Ferry yakin.

"Tapi kalau suka sama seseorang pasti pernah dong?" selidik Raya.

Dada Ferry seketika berubah menjadi sesak. Dia menjadi gugup mendengar pertanyaan dari Raya, ingin rasanya Ferry mengatakan bahwa pertanyaan Raya itu sedang dia alami saat ini. Ya Ferry sedang menyukai seorang gadis dan dia adalah Raya. Tak sanggup rasanya hati Ferry ingin mengungkapkannya tapi dia enggan mengatakannya di telepon. Dia ingin mengutarakannya langsung di hadapan Raya. Mungkin besok dia akan mencoba mengungkapkan rasa yang sejak akhir-akhir ini mengganjal pikirannya.

"Ya kalau suka sih pernah tapi aku takut ungkapinnya," kata Ferry.

"Hah? Takut? Takut gimana maksud kamu?" selidik Raya.

"Ya aku takut ditolak Ray, karena gadis yang aku suka itu kayaknya gak suka sama aku," tutur Ferry.

Mendengar ucapan Ferry membuat Raya sedikit putus asa. Karena menurutnya Ferry sedang jatuh cinta pada seorang gadis tapi bukan dia orangnya. Di sisi lain Raya juga tidak mau cepat-cepat mengambil kesimpulan bahwa gadis yang dimaksud adalah dirinya. Dia harus mencari tau siapa gadis yang dimaksud oleh Ferry. Dia juga akan mencari info gadis seperti apa yang bisa meluluhkan hati Ferry.

"Hmmm ... kalau menurut aku ya Fer, kamu harus ungkapin dulu deh. Urusan dia suka atau gak sama kamu mah ya belakangan, yang penting kan dia tau perasaan kamu ke dia kayak gimana," pancing Raya.

"Menurut kamu begitu ya? Tapi kalau misalnya dia gak suka sama kau terus malah menjauh gimana?" tanya Ferry.

"Ya gak mungkin langsung ngejauh gitu sih harusnya. Gini aja besok kita bahas lagi gimana? Soalnya aku udah mulai ngantuk nih," ucap Raya beralasan.

"Oh ya udah kalau begitu sampai ketemu besok ya Ray, selamat malam," ucap Ferry.

Obrolan mereka pun berakhir. Sebetulnya Raya tidak benar-benar mengantuk. Dia hanya tak kuat jika terus menerus mendengar celoteh Ferry tentang gadis yang dia suka. Dia takut perasaannya terhapad Ferry berbeda dengan apa yang dirasakan Ferry. Dia tak siap jika mengetahui bahwa Ferry memiliki rasa dengan gadis lain.

Raya tidak bisa tidur, dia terus-menerus memikirkan rasa itu. Rasa di mana dia mulai memasukan Ferry ke dalam pikirannya. Lalu bagaimana jika gadis yang Ferry sukai bukanlah Raya, apa dia akan sedih? Raya berniat mencari tau melalui Reva besok. Barangkali Reva tau soal gadis yang sedang diincar oleh Ferry. Dia memaksa matanya untuk terpejam agar besok saat Ferry tiba di rumahnya dia sudah siap dan tak membuat Ferry menunggunya.

"Raya kenapa ya? Kok tiba-tiba matiin teleponnya gitu? Apa dia benar-benar ngantuk?" gumam Ferry.

Sama halnya dengan Raya Ferry pun tak bisa memejamkan matanya. Dia berharap dia bisa mengungkapkan isi hatinya pada Raya besok saat mereka bertemu. Dia juga berharap Raya memiliki rasa yang sama pada dirinya.

Mata Ferry dan Raya sama-sama memandang ke langit-langit kamar mereka masing-masing. Keduanya tak bisa menahan rasa untuk tidak memikirkan satu sama lain hingga akhirnya mereka membayangkan bahwa mereka dapat bertemu di dalam mimpi. Raya tersenyum membayangkan jika hal itu terjadi. Dipeluknya guling yang berada disampingnya supaya dapat mempercepat tidurnya. Perlahan mata Raya mulai sayu dan terlelap begitupun Ferry. Mereka telah tertidur pulas dan siap menyambut hari esok pagi.