Sepanjang pelajaran Raya kurang konsentrasi karena dia kepikiran dengan ucapan Ferry. Sebaliknya, Ferry justru terlihat bersemangat supaya pelajarannya cepat selesai dan dia bisa mengobrol dengan Raya.
"Ray, lu kenapa? Ada masalah?" tegur Reva yang sejak tadi memperhatikan Raya yang asik melamun.
"Eh, lu Rev. Ngangetin aja ih," bisik Raya.
"Lu kenapa sih? Dari tadi gue perhatiin lu bengong gitu," tanya Reva.
"Oh, gak kok. Gak kenapa-napa. Rev, gue mau ke toilet dulu ya," pamit Reva.
Raya pun beranjak dari tempat duduknya dan meminta ijin pada guru yang sedang mengajar mereka. Seusai guru itu mengijinkan Raya, dia pun meminta ijin pada murid-murid karena harus ke ruangan guru terlebih dahulu dan meminta murid-muridnya untuk tetap tenang.
Selepas kepergian sang guru, Ferry pun langsung beranjak duduk di samping Reva di mana itu adalah tempat duduk Raya. Dia bertanya pada Reva ke mana Raya pergi.
"Rev, Raya ke mana? Kok sendirian?" tanya Ferry.
"Ke toilet, kenapa? Lu mau temenin?" ejek Reva.
"Ih, apaan sih lu! Kok lu gak temenin dia?" tanya Ferry lagi.
"Orang dia gak minta ditemenin kok. Tapi gue agak aneh sama tuh anak," ucap Reva.
Begitu Ferry ingin bertanya lebih lanjut, tiba-tiba Raya masuk ke dalam kelas kembali dan membuat Ferry segera pergi dari tempat duduknya dengan wajah malu-malu.
"Fer, kamu ngapain di tempat duduk aku?" tanya Raya heran.
"Eh gak Ray, aku cuma lagi gangguin si Reva aja," ucap Ferry berbohong.
Saat Reva ingin protes, Ferry buru-buru memberikan kode agar Reva tidak memberitau kepada Raya. Untung saja Reva paham dengan maksud Ferry maka ia pun mengangguk sambil meringis. Maka mereka pun kembali belajar.
Setelah bel istirahat berbunyi, jantung Raya berdebar kencang karena dia sangat penasarang dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Ferry. Sama halnya dengan Ferry. Dia begitu gugup ingin ngobrol dengan Raya. Dia takut kalau Raya akan menertawakan atau bahkan menolak dirinya saat dia mengungkapkan perasaannya pada Raya.
"Rev, lu mau ke kantin gak?" tanya Raya.
"Kayaknya gue gak bisa ke kantin deh Ray. Gue harus ke perpustakaan mau cari buku referensi buat tugas selanjutnya," jelas Reva.
"Oh, kalau giitu gue temenin mau?" tanya Raya.
Mendengar Raya menawarkan bantuan untuk menemani Reva ke kantin membuat hati Ferry ciut. Kalau Reva bersedia ditemani Raya itu artinya rencananya untuk mengungkapkan perasaannya terhadap Raya akan gagal.
"Gak usah Ray, lu ke kantin aja gih. Minta temenin sama Ferry tuh. Fer, lu bisa kan temenin Raya ke kantin?" tanya Reva.
"Oh iya, bisa," jawab Ferry gugup.
"Jadi bener nih lu gak mau gue temenin?" tanya Raya sekali lagi.
"Iya Raya. Udah sana, nanti keburu habis jam istirahatnya," ucap Reva.
Ferry senang sekali karena dia masih punya kesempatan untuk menyampaikan ini. Sedangkan Raya semakin deg-degan mendengar apa yang akan Ferry katakan padanya. Reva memang tidak tau bahwa Ferry akan menyatakan cinta pada Raya hari ini. Tapi dia tau temannya itu sedang mendekati Raya, makanya dia selalu memberi kesempatan agar Raya dan Ferry sering mempunyai waktu berdua.
"Yuk kita jalan sekarang," ajak Ferry.
Raya mengangguk mengiyakan. Dia mengutuk dirinya sendiri karena sikapnya tiba-tiba berubah menjadi sosok pemalu di depan Ferry.
Sesampainya mereka di kantin, Ferry dan Raya langsung menempati meja yang tidak terlalu ramai. Ferry sengaja memilih tempat itu karena dia benar-benar ingin berbicara serius dengan Raya. Mereka pun mulai memesan makanan.
"Ray, kamu mau makan apa? Biar aku yang pesenin," ucap Ferry menawarkan.
"Gak usah Fer, ngerepotin. Yuk kita pesen bareng-bareng aja," kata Raya.
"Udah gak apa-apa Ray, biar aku pesenin terus nanti biar dianter sama ibu kantin. Kamu di sini aja jagain tempat duduk," kata Ferry membujuk.
Raya tidak bisa menolak karena benar apa yang dikatakan Ferry. Jika mereka berdua pergi dari tempat duduknya, tidak menutup kemungkinan bahwa tempat yang sudah mereka pilih bisa diambil oleh murid lain.
"Aku pesen french fries sama orange juice aja Fer," ucap Raya.
"Beneran itu aja? Nanti laper gak?" tanya Ferry meyakinkan.
"Gak. Aku masih kenyang," jawab Raya.
"Ya udah, tunggu ya. Aku ke sana dulu," pamit Ferry.
Raya mengangguk sambil memandang punggung Ferry yang mulai menjauh dari hadapannya. Gadis itu semakin mengagumi Ferry karena dia memang anak yang baik dan menghargai wanita. Dia merasa tidak salah karena telah menyukai laki-laki itu. Saat Raya sedang termenung memikirkan tentang Ferry tiba-tiba laki-laki itu sudah muncul dari kios penjual makanan di kantin.
"Hey jangan bengong!" tegus Ferry.
"Eh Fer, udah balik. Kok cepet? Makanannya mana?" cerocos Raya menutupi keterkejutannya.
"Kan tadi aku bilang aku cuma pesen aja, nanti dianter sama ibu kantinnya," jelas Ferry.
"Oh iya, lupa." Kata Raya meringis malu.
Ferry memandangi wajah Raya yang sedang malu. Pipinya berubah menjadi merah seperti tomat. Penampilan seperti ini yang membuat Ferry semakin gemas. Cukup lama mereka saling terdiam sambil memperhatikan keadaan sekitar. Walau sering berdua tapi tidak biasanya mereka saling diam seperti ini. Mereka terhanyut dalam perasaan masing-masing.
"Permisi, ini pesanan kalian," ucap si Mba pengantar makanan mengejutkan keduanya.
"Oh iya Mba, terima kasih ya," ucap Raya lembut.
Keduanya mulai mencicipi makanan yang mereka pesan. Jika Raya memesan kentang goreng dan jus jeruk, Ferry lebih memilih makan sepiring somay dan sebotol air mineral. Ditengah-tengah santapan mereka, Ferry mulai membuka suara setelah dia cukup lama mengumpulkan nyali untuk membuka mulutnya.
"Ray, aku boleh ngomong sesuatu sama kamu?" ucap Ferry ragu-ragu.
"Ngomong aja Fer, ada apa?" tanya Raya dengan expresi yang mulai biasa.
"Gini Ray, aku sebenernya bukan tipe laki-laki yang romantis yang pandai berkata-kata. Tapi aku juga gak bisa nahan ini semua," ucap Ferry.
"Emang kamu mau ngomong apa Fer? Kok kayaknya serius banget?" tanya Raya.
Keringat dingin mulai mengalir lambat di pelipis Ferry. Gemuruh di dadanya semakin cepat. Tapi dia harus mengatakannyaa sekarang sebelum semuanya terlambat. Dia sungguh sangat tidak rela jika Raya sampai dimiliki oleh orang lain karena Ferry terlalu membuang-buang waktu.
"Ray, apa kamu udah punya pacar?" tanya Ferry.
Raya terkejut mendengarnya. Pertanyaan macam apa sih ini?
"Kenapa kamu tanya begitu Fer?" tanya Raya.
"Ya gak apa-apa. Tolong kamu jawab jujur ya, karena semua yang akan aku ungkapin ke kamu ini tergantung dari jawaban kamu," ucap Ferry.
Raya menelan air liurnya. Dia bingung dengan pertanyaan Ferry. Tapi dia tetap harus menjawab jujur pada Ferry.
"Aku belum punya pacar kok. Karena waktu aku di Jogja Mama sama Papa ngelarang aku buat pacaran," jelas Raya.
"Oh jadi itu artinya kalau sekarang udah dapat ijin dong?" canda Ferry.
"Hahaha ... ya gak tau juga sih Fer. Aku jarang bahas soal ini sama Mama dan Papa," kata Raya.
Ferry terdiam seketika. Semangat yang tadinya menggebu kini berubah menjadi lesu karena dia takut, dia takut kalau perasaannya ini dapat menganggu hubungan Raya dan orangtuanya. Raya menyadari sikap Ferry yang tiba-tiba terdiam. Dia pun mulai menegur Ferry.
"Fer! Kok bengong? Tadi kamu mau ngomong apa?" tegur Raya.
"Eh, iya Ray. Sorry, aku jadi ngelamun ya," ucap Ferry.
"Iya, tadi mau ngomong apa?" ulang Raya.
"Hmmmm ... jujur ya Ray. Sejak pertama kali aku lihat kamu aku ngerasa ada yang beda. Aku ngerasa nyaman banget kalau lagai sama kamu," ungkap Ferry.
Raya terdiam mendengar semua pernyataan Ferry. Dia tidak menyangka bahwa Ferry juga mempunyai perasaan yang sama. Andai saja Ferry tau Raya juga merasakan apa yang dia rasakan. Tapi tidak mungkin dia mengatakan lebih dulu pada Ferry.
"Ray, apa kamu bersedia kalau hubugan kita ini lebih dari pertemanan biasa?" tanya Ferry.
Raya tak langsung menjawab. Dia bingung harus menjawab apa. Walau dia mempunyai perasaan yang sama dengan Ferry tapi dia takut membuat Ferry kecewa karena dia takut jika orangtuanya tidak mengijinkan Raya berpacaran di masa sekolah. Raya bimbang harus menjawab apa.
"Ray, kenapa kamu diam? Apa pernyataan aku ini salah?" tanya Ferry.
"Gak Fer, bukan begitu. Aku cuma ...." ucap Raya terpotong.
Belum sempat Raya melanjutkan ucapannya, bel masuk sudah berdering. Akhirnya Raya mengajak Ferry untuk kembali ke kelas.
"Fer, udah bel. Kita lanjut pulang sekolah aja ya. Yuk kita ke kelas," ajak Raya.
"Iya. Yuk kita ke kelas. Aku bayar makan dulu ya," ucap Ferry.
Raya mengangguk sambil memberikan selembar uang yang dia titip pada Ferry untuk dibayarkan ke kantin.